rujakangkung: puisi

iklan

Showing posts with label puisi. Show all posts
Showing posts with label puisi. Show all posts

Kumpulan Coretan Prosa


Kumpulan Coretan Prosa



Kleang ...

Daun kering terjatuh dan terlepas dari koloninya.

"Satu lagi saudara kita gugur, Kang."

Tak ada gaduh, bukankah berat daun yang terjatuh, tak mampu membuat gaduh. Seperti halnya jatuhnya embun di pagi hari.

"Kita memiliki arti, Kang. Sebab, kita akan memberikan banyak manfaat, bagi bumi, saat tubuh kita hancur, melebur berkalang tanah."

Alam telah merepihnya ...

Lewat waktu ...
Melalui angin ...
Pun kejadian yang tak pernah terduga ...
Seba, tak ada yang mampu mengelak, ketika kita dijatuhkan takdir.




270319 ☕ 👈 DBaniK





Anak-Anak Rindu Harus Tahu



Bawakan aku kabar tentang bahagia. Sebab, aku sudah cukup menderita, mengasuh anak-anak rindu yang kau titipkan, Nimas.

Malam menjadi hal yang paling rumit, antara rebah dan rengek. Mana yang harus terlebih dahulu kutunaikan?

Aku hanya ingin sepenggal kalimat indah, bisa berupa sebait sajak tentang kepulangan, misalnya? Saat gundah tengah menggenang di hati, dan airnya kerap jatuh melalui pelupuk.

Kapan-kapan, anak-anak rindu akan kuajak, untuk menemuimu. Bercengkerama, menghabiskan sisa malam, meskipun tanpa jamah.


Setidaknya ia bisa mengerti, betapa perihnya menahan rindu. Betapa sakitnya membayangkan seraut wajah, di antara risau yang hampir tiris, di ujung pahatan jarak, yang jejaknya nyaris sirna.



240319 ☕👈 DBaniK






Jika Kelak


Misalkan aku kembali kepada asal. Apakah masih mau, kau simpan rasa yang kutitipkan kepadamu, Nimas?

Semayamkan ia pada pusara jiwa-mu, menaburinya dengan doa-doa, yang terpanjatkan, pada simpuhmu.

Katakan kepada ia, sebagai belahan lain jiwa-mu, bahwa, aku tak akan pernah tergantikan, meskipun ia singgah pada relungmu.

Kelak ...

Kematianmu akan menjadi indah. Sebab, aku tetap menunggumu, menautkan rasa yang terjeda maut.




220319 ☕ 👈 DBaniK


Baca juga: kumpulan-prosa.

Kita

Jika secangkir kopi saja bisa menenangkan aku, apalagi denganmu, Nimas.

Seraut wajah yang jatuh di palung hati, merajai di setiap arahku melangkah.

Cuma engkau!

Bukan yang lainnya!

Sebelah jiwaku, hadir pada senja nan basah, di bawah temaram langit, yang bergegas pergi menjemput malam.

Di sanalah, pertama kita se-ia se-kata, dalam rasa. Untuk menjadi sepasang kita.




230319 ☕👈 DBaniK



Prosa Tentang Kita




Prosa Tentang Kita


Tentang Kita



Tentang kita, Nisanak. Yang kerap menyulang malam, ke dalam cawan. Lalu, melahapnya hingga separuh, bahkan tak jarang habis tidak bersisa.

Ada airmata, bahagia, pun haru. Menjadi hidangan pokok, yang kita letakkan pada punggung malam. Saat semua orang tengah menyulam mimpi, hingga pejantan mulai gaduh, membangunkan lelapnya.

Banyak kisah, yang kita lahirkan bersama. Kita namai ia 'kelakar'. Dan, kita sepakat membesarkannya, menumbuhkannya, hingga kelak ia dewasa.

Harapan kita sederhana.

Melihat ia rimbun, menjuntaikan kisah-kisah yang terpahat di antara dedaunnya. Dan terbaca sebagai, kenangan. Sebelum kita sandarkan tubuh, pada batang besarnya, untuk sejenak melepas rindu.

Kelak ...

Iya, kelak ...
Saat jarak kian dekat
Hingga kita tak berjarak


Baca juga: kumpulan-prosa.

210319 ☕ 👈 DBaniK


Kumpulan Prosa


Kumpulan Prosa


Sepenggal Kisah Kopi dan Aku


Ini yang kesekian kalinya aku duduk termangu. Merangkum kembali serpihan kisah yang telah terlanjur beranak pinak. Menjelma kidung di lembah sunyi, di mana aku berpijak, untuk saat ini.

Aku telah lelah mencumbu semu, dan semstinya tidak ada yang harus patah, jatuh, terluka, dan merasa mati di tengah gemerlap fana. Jika menyudahi saja cerita, saat endingnya belum terselesaikan.

Harus berapa lama lagi aku demikian?

Membiarkan secangkir kopi menanti inginku. Melumatnya mesra tanpa ada beban, kemudian kami saling menceritakan kisah-kisah heroik para petani kopi, hingga mereka mampu menghadirkan kau di atas mejaku.

Sekarang semua sudahlah tergerus kisah. Aku bersamamu, kopi. Namun hati dan pikiranku tak pernah ada di hadapanmu. Kita sama-sama satu ruang dan waktu, namun sudah tak seindah dulu.

Aku bercerita tentang kepedihan, kopi bercerita tentang aroma.

Kita sudah tidak seiring sejalan, meskipun di antara kita saling mengerti, saling memahami satu sama lain, hingga keheningan pun menjadi semakin larut, melewati waktu yang terus saja berlalu.

Saat ini ...

Bagiku, kesepian adalah keindahan tersendiri. Ketika semuanya sudah tidak seindah masa lalu, yang terpenting aku masih saja bercengkerama bersamamu;kopi, melewatkan kisah-kisah yang mulai terkubur

Dan ternyata ...

Sepi tidaklah sehoror yang orang-orang katakan, kesedihan tidaklah serumit apa yang mereka perbincangankan, selagi aku masih bisa merawat luka dengan ketabahan, bukan dengan emosi, yang bisa saja semakin melarutkan diri pada kenestapaan. Lalu, ingatan coba untuk melupakan, bagaimana caraku menyeduhmu;kopi



07/12/2018


Baca juga: kumpulan-prosais.


Kumpulan Prosa


SEPENGGAL PAGI



Ada sepenggal pagi di mana aku disuguhi luka, hingga dada ini tercabik, lalu aku hengkang dari seluruh kekuatan yang kumiliki, aku terkoyak!

Sepenggal pagiku entah! Sebab, kemurungan merangsek, masuk menguasai segenap jiwa, menyelimuti kepingan-kepingan bahagia, hingga pengap nyaris membunuhku.

Cuma tangis yang kubisa, menyuarakan sayatan-sayatan luka, yang baru saja terbentuk, di antara luka-luka lain yang belum sembuh benar!

Bagaimana aku melewati semuanya? Aku serasa mati! Terbuang di tengah hingar bingarnya asa-asa yang kulangitkan, semua nyaris memadamkan suluh-suluh jiwaku.

Sepenggal pagi, aku meronta! Merobek lengang langit, berharap ini mimpi semata, jika ini bukan cerita kehilangan yang sesungguhnya! Bangunkan aku ...!




230219 DBaniK ☕ 👈





Kumpulan Prosa



Gebu



Ini malammu, Puan. Aku di sisi tempatmu berdiam. Bulan baru saja kupadamkan, agar cahayanya tak mengalahkan pesonamu. Sebab, hanya kau, yang merajai singgasana, tempat bertahta amlas asih.

Biar saja malam larut, selarut engkau dan aku. Pada hening yang paling hening, hanya desah, yang membicarakan perihal gebu, yang terlahir dari rahim rasa.

DBaniK ☕ 👈 😊



240219





Kumpulan Prosa


Wigati Tumbuh Dewasa



Masih terngiang derai tangismu memecah sunyi, membangunkan lelap tidur Ayah dan Ibumu, sebotol susu itu telah habis kau reguk ternyata.

Kau bidadari kecil, di tengah gelisah Ayah dan Ibumu, di saat hidup sedang tidak berpihak kepada mereka.

Tahukah kau Wigati? Cucuran keringat mereka, habis untuk susu yang kau minum setiap hari, membeli makanan pabrik, biar kau seperti layaknya anak-anak yang lain.

Airmata Ayah dan Ibumu mungkin saja telah mengering, demi menumbuhkan kau, menjadi bidadari yang cantik tanpa kekurangan gizi.

Tulang-tulang Ayah dan Ibumu terkoyak, bebannya melebihi kapasitas. Itu demi baju-baju yang melekat di tubuhmu, sebab, mereka tak ingin kau terlihat lusuh, di antara riuh tawa anak-anak sepermainanmu.

Kau pun tumbuh menjelma bidadari, cantik dengan lesung pipit yang terwarisi dari Ibumu, Ibu yang semakin menua dimakan usia, Ibu yang tak terurus karena semua demi kau. Tahukah kau, Wigati?

Kini kau menjelma gadis, layaknya kembang yang mekar, mengeluarkan aroma mewangi, memikat setiap kumbang yang melihat kau.

Kau ranum, terbentuk dari kasih sayang Ayah dan Ibumu, kau menjelma perawan, elok seelok bulan purnama, kau memiliki segala apa yang kau mau. Meski Ayah dan Ibumu perlahan lemah, sebab telah habis seluruhnya tercurah untukmu.

Kini kau telah dipetik sebagai mempelai wanita, duduk bersanding bagai ratu, bertahta kebahagiaan yang telah terbingkai dalam kepalamu.

Tahukah kau Wigati, pelupuk kedua orangtuamu telah basah oleh airmata, meski mereka tak rela melepaskanmu, namun semuanya memang harus terjadi.

Ingatlah kau Wigati, sayangi Ayah dan Ibumu. Walau rasa yang kau miliki telah terbagi, namun Ayah dan Ibumu, adalah cinta sejati yang kau miliki, mereka kekal sepanjang waktu.

DBaniK 230418 ☕👈




Kumpulan Prosa


Kau


Tadi malam, kau datang dalam benak, menggelayut seperti embun, di pucuk daun, berayun dimainkan angin.

Kutepis kau enggan. Katamu, kau menunggu untuk kujamah. Padahal sudah berulang kali tak kuhiraukan, lalu, kepada hati kusampaikan, agar sejenak mengajaknya bermain, sambil kucumbu secangkir kopi pekat tanpa susu. Ah, sudahlah, lupakan saja!

Ia masih merengek dan enggan pergi. Aku menyerah! Ia terus menerus merayu, untuk sejenak saja singgah. Aku bisa apa jika sudah demikian adanya?

Kupersilahkan saja ia duduk, di serambi rasa. Ada canggung ketika aku harus memulainya, karena kita memang sudah lama tak saling menyapa dalam ingatan.

Satu jam berlalu ...

Pada sesap terakhir kopi di cangkirku, yang telah kuyup oleh kenanganmu. Aku coba berujar ...

"Kita memang pernah seia sekata, bercerita tentang indahnya, cinta. Bahkan hingga puluhan malam telah kita larutkan bersama, namun itu dulu! Tidak untuk saat ini. Sebab, semuanya telah mati, terkubur di zaman yang entah!"

Ia pun berlalu, tak ada gaduh seperti biasanya. Hanya ada sisa isak, yang terngiang dalam kepalaku.




260219 ☕👈😊 DBaniK

               

Kumpulan Belajar Prosais


Kumpulan Belajar Prosais


Semalam


Semalam ada yang datang dalam benak, menggelayut serupa embun di pucuk daun. Berayun dimainkan kantuk.

Kutepis ia enggan, katanya menunggu untuk kujamah. Padahal sudah berulang kali tak kuhiraukan, kepada hati kusampaikan agar sejenak mengajaknya bermain, sementara aku mencumbu secangkir kopi pekat tanpa susu.

Ia tetap merengek tak mau berlalu, bahkan hati menyerah jika harus terus menerus merayunya untuk tak menggangguku, aku bisa apa jika sudah demikian adanya.

Kupersilahkan saja ia duduk, di serambi rasa. Ada canggung ketika aku harus memulainya, karena kami memang sudah lama tak saling tegur sapa.

Pada sesap terakhir kopi di cangkirku, baru aku mau berujar kepadanya.

"Perempuan masa silamku. Ada apa singgah di ingatanku? Bukankah kau sudah memilih, dan itu bukan aku. Lantas untuk apa hadirmu malam ini?"





                                                         ~ D.Bani Khalman ~




03/07/2017


Baca juga: kumpulan-cerita-flash-fiction.


Kumpulan Belajar Prosais

Lain Waktu

Mungkin lain waktu saya akan kembali, senja. Membawa setumpuk kisah, akan ada yang tak biasa, karena ketiadaan resah yang sudah karam dihantam karang

Cerita yang kubawa pasti akan lebih baik, tidak seperti kemarin lalu, maaf aku sudah sembuh dari luka, waktu dengan sabar telah merawatku, hingga sedemikian adanya

Tak perlu ada lagi risau yang berlebih, karena mungkin hadirnya aku cuma sejenak saja, sekedar numpang menghabiskan sisa kopi yang belum tersentuh sejak getir mengoyak rasa

 

                ~D.Bani Khalman ~




14/07/2017





Kumpulan Belajar Prosais

Kau Menjelma Bara



Sadarkah kau, Puan. Rintik-rintik embun yang kau jatuhkan telah mengering. Bahkan pucuk-pucuk daun tempatmu bergelayut pun nyaris mati.

Teduh mata yang pernah aku jadikan tempat berteduh pun telah kehilangan auranya. Kemana perginya apa yang dulu ada pada kau?

Kau menjelma bara, Puan. Menghanguskan teduh matamu, mengeringkan pucuk-pucuk daun tempat kau berpijak. Sadar kah kau?

Cinta memang tak selamanya harus memiliki, namun setidaknya kita bisa meninggalkan kesan yang tak akan pernah lekang oleh jaman.



@DBanik 16/04/18

Prosais (Wigati)


Prosais (Wigati)


Wigati Tumbuh Dewasa


Masih terngiang derai tangismu memecah sunyi, membangunkan lelap tidur Ayah dan Ibumu, sebotol susu itu telah habis kau reguk ternyata.


Kau bidadari kecil di tengah gelisah Ayah dan Ibumu, di saat hidup sedang tidak berpihak kepada mereka.


Tahukah kau Wigati? Cucuran keringat mereka habis untuk susu yang kau minum setiap hari, membeli makanan pabrik biar kau seperti layaknya anak-anak yang lain.


Airmata Ayah dan Ibumu mungkin saja telah mengering, demi menumbuhkan kau menjadi bidadari yang cantik tanpa kekurangan gizi.


Tulang - tulang Ayah dan Ibumu terkoyak beban yang melebihi kapasitas, itu demi baju-baju yang melekat di tubuhmu, sebab mereka tak ingin kau terlihat lusuh di antara riuh tawa anak - anak yang lain.

Baca juga: cerita-pendek-mawar-ingin-sekolah.

Kau pun tumbuh menjelma bidadari cantik dengan lesung pipit yang terwarisj dari Ibumu, Ibumu yang semakin menua dimakan usia, Ibumu yang tak terurus karena semua demi kau. Tahukah kau, Wigati?


Kini kau menjelma gadis, layaknya kembang yang mekar, mengeluarkan aroma mewangi, memikat setiap kumbang yang melihat kau.


Kau ranum yang terbentuk dari kasih sayang Ayah dan Ibumu, kau menjelma perawan elok seelok bulan purnama, kau memiliki segala apa yang kau mau. Meski Ayah dan Ibumu perlahan lemah sebab telah habis seluruhnya tercurah untukmu.


Kau kini telah dipetik sebagai mempelai wanita, duduk bersanding bagai ratu, bertahta kebahagiaan yang telah terbingkai dalam kepalamu.


Tahukah kau Wigati, pelupuk kedua orangtuamu telah basah oleh airmata, meski mereka tak rela melepas kau, namun semua itu memang harus terjadi.


Ingatlah kau Wigati, sayangi Ayah dan Ibumu. Walau rasa yang kau miliki telah terbagi, namun Ayah dan Ibumu adalah cinta sejati yang kau miliki, mereka kekal sepanjang waktu.





23/04/2018

Kumpulan Prosais



Kumpulan Prosais

Katamu


Katamu, kita harus sabar menunggu waktu, lalu sabar yang seperti apa yang kau harapkan?

Masih ingatkah kamu, saat di tiga simpang jalan dulu? Awal aku dan kamu saling mengenal satu sama lain, sebab kamu terlihat gusar memilih jalan mana yang akan kau tuju?

Itu sudah tiga tahun lebih dua setengah bulan, kekasih! Seperti baru kemarin saja cerita itu kita mulai kan? Namun ternyata sudah banyak waktu yang kita lipat bersama, menumpahkan cerita demi cerita kita.

Sekarang Katamu aku harus menunggu kembali, seperti waktu yang sudah-sudah, kamu selalu beralasan yang sama, jika kamu masih butuh waktu untuk berpikir ulang, tentang rasa yang seharusnya sudah terbentuk sedemikian rupa, oleh pahatan-pahatan kisah manis kita.

Aku ingin sekali datang ke rumah kamu, menunjukkan seperti apa aku di mata kedua orangtuamu, meskipun akan ada pertanyaan - pertanyaan yang membuatku lelah, namun aku sudah begitu siap menerima segala konsekuensi yang akan saya terima. Yakinlah akan hal itu, kekasih!

Tapi percuma saja jika mulutmu masih terkunci, menyebabkan aku seperti di antara dua dimensi, antara nyata atau tidak? Menjadikan aku seperti berjalan di atas angin, yang sesekali harus menyeimbangkan diri agar tidak terjatuh, apa harus seperti ini mencintaimu?

Katamu aku harus terus bersabar, hingga waktu yang kamu sendiri bilang entah! Lalu apa aku harus terus begini? Menyandang gelisah lantaran usia terus saja memakan jatahku hidup di bumi ini, apakah kamu tidak ada rasa iba? Dengan membuatku terus - terusan mengharap sesuatu yang tidak bisa aku duga, aku harus bagaimana, Kekasih?

Kemarin akhirnya aku selesaikan semua, di antara riuh ramai para tetanggamu yang datang untuk berhalal bi halal, aku sudah duduk di sofa ruang tamu keluargamu, aku terdiam merenungkan, tentang segala kemungkinan yang akan aku hadapi. Kau terlihat gelisah, menatapku dengan rasa cemas.

"Hei! Ada apa dengan kamu, Kekasih?"

Aku bisikan pertanyaan itu, kamu tertunduk lemas, aku semakin yakin, jika aku tidak akan pernah menjadi bagian dari keluargamu. Lihatlah sorot matamu, begitu kosong tidak seperti biasanya, kau menjadi pendiam dan tak ada canda-canda yang seperti biasanya kau lakukan terhadap aku!

Kini aku mengerti semua alasan yang aku anggap tidak masuk akal, dengan menahah segala keinginanku untuk menemui kedu orangtuamu. Betul! Mereka menolak aku menjadi bagian dari mereka, mereka terlalu naif memandangku, iya! Memang betul aku bukan apa-apa, namun aku tidak mau dipersalahkan atas rasa cinta yang begitu kuat tumbuh di dalam hatiku!

Aku pulang dihantar desah tangismu, rasanya begitu menyayat hati aku sakit! Aku terluka! Dan aku tidak mendapatkan apapun selain cibiran tentang aku. Aku melangkah dengan begitu berat meninggalkan rumahmu yang bercat putih, berpagar besi dan penuh dengan keangkuhan yang tercipta dari bahasa kedua orangtuamu, dan aku benar-benar menganggap ini tak adil!

"Aku pulang, Kekasih."

Langkahku tak sama lagi, sebab ada beban baru yang mesti aku tanggung, sebuah rasa sakit yang teramat, hingga langkah ini terasa gontai, seluruh yang kulihat di depanku seakan menertawakan ketololanku saat itu, hingga aku ingin berteriak memaki diriku sendiri.

Cerita kita masih berlanjut, Kekasih! Sebab kita sudah saling mencintai, tanpa ada syarat - syarat seperti apa yang telah kedu orangtuamu katakan kepadaku malam itu, kita hanya tinggal menunggu waktu, hingga Tuhan yang akan membuka seluruh jalan untuk aku mendapatkan kau, Kekasih!

19/06/18


Baca juga: prosais-nisanak.


Kumpulan Prosais

Malam Yang Entah



Entah kenapa malam ini aku ingin sekali berpuisi, memuisikan apa saja tentang kamu, kamu yang pernah singgah di hati, sebagai kekasih.

Semua memang sudah tidak seindah dulu, karena jalan kita pun sudah tak sama lagi, namun kerinduan akan kamu seringkali mengganggu di saat aku tengah sendiri memeluk sepi, seperti malam ini.

Aku pernah memanggil kamu "kekasih" dan itu teramat dalam dari hati yang paling dalam, sebab aku tidak pernah main - main kalau soal rasa, karena aku tahu rasanya patah hati, yang telah berkali-kali pernah menghantamku.

Kita memang akhirnya memilih untuk saling melupakan, karena sesuatu hal, bukan lantaran aku atau kamu saling menyakiti, namun hanya soal waktu saja yang tidak tepat atas pertemuan kita.

Jujur, hingga saat ini aku masih tidak mengerti, atas takdir yang membuat kita sampai begini? Kita bagai melukis cinta di atas air, namun sejenak hilang terbawa riak yang disebabkan gerak angin.

Aku entah, dan kamu juga entah soal rasa, kita sama-sama tidak tahu kenapa semuanya terjadi begitu saja, tanpa kita sadari semua sudah terlalu larut dan menyebar di segala penjuru hati, hingga seakan kita lupa akan apa yang ada di belakang kita.

Malam ini aku teramat rindu sapa di antara kita, di saat hening mulai hadir menyergap, lalu kita bercengkerama di kisi - kisi waktu yang ada, meski tanpa sentuh, namun kita seakan berada pada satu dimensi ruang dan waktu.

Kekasih, yang dulu pernah singgah, malam ini aku merindumu, aku tidak tahu mesti senang atau sedih, sebab itu sudah tidak penting lagi, sebab rindu ini hanya akan berlalu begitu saja, dan tak akan pernah ada jamah dari kamu.

Aku sudah melarung semua kisah yang pernah aku dan kamu ciptakan bersama, dan aku pun sebenarnya ingin sekali melupakan apa saja yang pernah terjadi, hingga rasa ini sama persis ketika aku belum mengenalmu.

Semoga kelak tidak akan pernah ada cerita seperti ini lagi, aku sudah begitu lelah. Aku telah jatuh ke dalam lautan fantasti yang cuma menghasilkan euporia sesaat saja, dan itu sungguh membuatku semakin sadar, jika aku tidak akan pernah lagi untuk mengulangi kisah yang sama.

Cukup denganmu saja aku begini, tidak dengan siapa pun juga kelak, itu yang selalu aku pinta, sebab apa - apa yang pernah kita ciptakan bersama, kini menjadi luka yang begitu membekas dalam hidupku, hingga butuh waktu lama untuk mengembalikannya seperti sedia kala.

Selamat malam buat kamu yang pernah aku panggil kekasih, aku hanya ingin kamu tidak terluka seperti aku, sebab kau butuh lelaki selain aku, dan jalanmu masih terlampau panjang, teruskan melangkah dan jangan berhenti di aku. Pergilah...

Tegal 19/06/18


Kumpulan Prosais

AKU

Seminggu sudah aku menelan getir, rasanya begitu pahit menghujam Qalbu, jangankan nyenyak, makanpun terasa hambar, bagai di paksa mengunyah pil pahit saja! Aku mengerang, namun batin masih sama, kosong!

Semilir angin, hanya mendinginkan ragaku, tapi tidak dengan hatiku, aku terpuruk saja bagai kain tak berpola, teronggok di cucian baju kotor! Ah! Aku kepayahan!

Hari ini, aku coba tafakur menunduk di hadapan Illahi, memohonkan diri sendiri, atas ketololanku! Yang sudah jauh dari kasih- Nya, aku menggila di rundung duka, padahal itu tak boleh terjadi! Ya Rabb ampuni aku.

Sudah! Aku sudah lelah, lelah dengan semua ini, telaga air mata sudah mengering, aku menunggu guyuran hujan, agar telagaku kembali teduh, tak lagi kerontang! Ku hempas saja perih ini, ku telan saja pil pahit hidupku, sekali telan saja, biar pahitnya cepat lenyap!

Aku, mau menjemput pagi, laksana katak menanti hujan, aku akan terbahak menyanyikan lagu kehidupan! Tak akan ada lagi perih, semua rasa coba ku netralkan, penawar segala racun kehidupan, adalah tetap bersyukur, bersyukur atas ketetapan- Nya.


Dwi Bani Khalman 15052016

Belajar Menulis Prosais Tentang Cinta

Belajar Menulis Prosais Tentang Cinta
Pic: Marzena7/pixabay

Aku



Seminggu sudah aku menelan getir, rasanya begitu pahit menghujam Qalbu, jangankan nyenyak, makanpun terasa hambar, bagai di paksa mengunyah pil pahit saja! Aku mengerang, namun batin masih sama, kosong!



Semilir angin, hanya mendinginkan ragaku, tapi tidak dengan hatiku, aku terpuruk saja bagai kain tak berpola, teronggok di cucian baju kotor! Ah! Aku kepayahan!



Hari ini, aku coba tafakur menunduk di hadapan Illahi, memohonkan diri sendiri, atas ketololanku! Yang sudah jauh dari kasih- Nya, aku menggila di rundung duka, padahal itu tak boleh terjadi! Ya Rabb ampuni aku.



Sudah! Aku sudah lelah, lelah dengan semua ini, telaga air mata sudah mengering, aku menunggu guyuran hujan, agar telagaku kembali teduh, tak lagi kerontang! Ku hempas saja perih ini, ku telan saja pil pahit hidupku, sekali telan saja, biar pahitnya cepat lenyap!



Aku, mau menjemput pagi, laksana katak menanti hujan, aku akan terbahak menyanyikan lagu kehidupan! Tak akan ada lagi perih, semua rasa coba ku netralkan, penawar segala racun kehidupan, adalah tetap bersyukur, bersyukur atas ketetapan- Nya.



Baca juga: kumpulan-prosais.

DBaniK 15052016






Belajar Menulis Prosais Tentang Cinta

Perempuanku




Kesiur angin senja tadi, perempuanku. Ada gaduh kerinduan. Aku putuskan saja mencumbu kopi, pada heningnya hati, di depan jendela kamar kita.


Lalu ...


Berceritalah aku tentangmu kepada; rasa, meskipun tanpa singkong goreng, seperti lima hari yang lalu, saat amai menghantarkan rindu kepada bumi, supaya ia bisa menyusui arana. Agar tempatnya berdiam, tetap memberikan keteduhan.


Aku juga berkata kepada hati ...


Jika engkau perempuan terhebat, dalam sejarah aku mengenal kaummu, setelah; Ibu. Hingga pada dindingnya ada pahatan kasih sayang; Ibu, dan juga kasih sayangmu; perempuanku.


Engkau azura pengisi jiwaku, meski jauh jarak kerap mengebiri waktu yang termiliki. Kita tetap bisa mengasuh sepi, menina bobokan sahwa sangka. Sebab, kesetiaan telah terpasung satu sama lain, di hadapan ikrar suci.


Benar kata takdir ...


Sepasang debar yang dipertemukan waktu. Pada tepian senja, sepuluh tahun silam, kini telah menjelma sepasang kita; kau dan aku. Dalam genggam takdir, yang tengah kita jalani, saat ini, nanti, dan selamanya.





DBaniK 11:02/2019

Belajar Menulis Prosais


Belajar Menulis Prosais
Pic: rawpixel/pixabay




Peretas Hati



Perempuan peretas hati, apa kabarmu?

Sudah kau bunuhkah rasa itu, kini? Apa malah kau biarkan ia tumbuh dan beranak pinak?

Jika saja waktu bisa kembali, saat gaduh rasa terselip ke tidak wajaran. Tentu saja semua tidak akan mengalir sederas induk sungai, lalu memecah dan melahirkan anak-anak rindu tanpa, Ayah.

Bukankah sungguh malang nasibnya?

Tiap hari kerjaannya hanya menguntit ke mana arah mata angin. Ia ingin menemukanmu, memohon pelukan yang tak kunjung terpenuhi; menyakitkan!

Si tegar telah goyah dimakan egonya. Dalam diamnya ada, engkau. Meskipun tersimpan rapi, namun tetap saja getar-getarnya mampu terbaca. Katanya, cinta yang dirasa adalah kenisbian saja, padahal tidak! Nyatanya ia terluka kini.

Mendengar gemerisik angin saja, ia sangka adalah desahmu. Sudah segila itukah?

Perempuan peretas hati, yang terlahir dari rahim malam. Padamkan saja suluh-suluh itu.



DBaniK 07/02/201


Baca juga: kumpulan-puisi-cinta.



Belajar Menulis Prosais

Puisi Aku

Aku pernah berujar, jika malam ini gemintang enggan menyembul, untuk mempertontonkan pijarnya, maka engkau akan kuterangi. Meski tak segemerlap aslinya.

Dan engkau tersipu, menyembunyikan semu merah pipimu.

Lihatlah...

Wahai arak - arakan mega kelam, ia tersenyum! Barisan gigi putih itu terlihat begitu indah di balik lengkung bibirnya.

Tahukah engkau malam?

Aku bahagia atas semua ini...!

Bagaimana jika tak kulepas genggam tangan ini, hingga waktu terus bergulir menuju pagi?

Menikmati detak demi detak yang tersajikan, bersama secawan rindu yang senantiasa menemukan ruangnya.

Duhai langit... Aku kepayang...!

Aku menuju rumah kepulangan ialah kau, yang selalu bertahta dan merajai seluruhku, hingga malam demi malam yang senantiasa kita lewati bersama.

Kepadamu aku selalu merasakan berulang kali jatuh cinta, meski bahtera yang membawa kerap oleng dihantam badai. Namun kita tetaplah kita, yang selalu berkata 'aku sayang kamu' dalam seluruh situasi yang terlewati.




07/09/2018






Belajar Menulis Prosais

Langit Malam Itu...




Oh iya, langit. Izinkan aku rebah di kolongmu, melepas gundah raga yang tertumpu beban hidup, hingga lelap menina bobokan, meski tak begitu lelap.

Ajari terlebih dahulu aku menata gemintang, yang terserak di hamparmu, namun begitu indah saat terlihat dari tempatku terpaku.

Aku ingin seperti itu, walau perih ini terserak di langit jiwa, namun tetap indah saat dipandang orang dari jarak yang entah sekali pun.

Apa kau bilang, Langit? Mataku enggan menumpahkan airmata? Meski kata orang bijak, lelaki pun boleh menangis.

Mungkin saja itu yang dinamai naif? Atau bisa jadi aku memang tidak bisa menangis?

Oh, tidak...! Tidak seperti itu langit...! Airmata kadang juga tumpah, di lipat waktu yang kusembunyikan, dari jamah telinga - telinga orang, yang bisa saja menertawai kelemahanku.

Huff..., menyedihkan!!!

Kata orang aku ini tegar, berjiwa kuat, dan tidak mudah menyerah!

Apa kau tahu langit?

Jika punggung malam kerap basah oleh airmataku...

Jika ujung pagi sering kuyup oleh isakku.

Sttt... Ini hanya aku dan kau...

Ah kau langit...!

Jangan tertawakan aku seperti itu! Ayolah...! Hibur hingga aku terkekeh.
Maki pun aku biarkan...! Karena aku memang sepantasnya kau cemooh.

Bagaimana? Masih mau mendengar kisahku yang lain?

Lelapkan aku terlebih dahulu malam ini.




26/08 /2018

Prosais (Nisanak)

Prosais (Nisanak)



Nisanak



Ini bahuku, Nisanak. Tempatmu menyandarkan lelah dan juga tumpuan apa-apa saja yang membuatmu terasa berat.


Pada pagi, siang, entah malam, bahuku akan selalu ada untukmu. Sebab hidupku ialah kau, kuatku terbagi pada tulang rusukku, adalah kau, perempuan bermata sayu.


Baca juga: kembali-belajar-menulis-prosais.


Jika bahu masih kurang nyaman untukmu bersandar, kau bisa rebah pada dadaku. Mengumbar berjuta rasa yang tengah kau gauli, pada titian waktu yang engkau mau.


Aku laut, tempatmu melarung hidupmu
Aku deramaga, tempat persinggahanmu
Aku camar, memberikan riuh pada keheninganmu
Aku langit, memayungi setiap langkahmu


Kita cipta rasa bahagia bukan nestapa, di antara geliat fana yang tergenggam. Menepis tangis menjadi pecahan tawa, menelisik kepada relung-relung yang senyap.


Kau...
Aku...


Satu dalam hidup.
Menjalani titah yang telah Tuhan gariskan. Tanpa ada sesal, pun airmata.




31/01/2019 DBaniK

Kumpulan Prosais Belajar

Kumpulan Prosais Belajar


Aroma Rindu


Tak jemu aku memandangmu; sekuntum rindu. Yang kerap bermekaran di waktu yang tak menentu.

Aromamu tercium dari tepian senja, hingga penghujung pagi. Meskipun kuncupnya nyaris layu dan mati.

Di kisi jiwa...
Di antara jelaga rasa...

Kau diam bermukim.



29/01/2019 DBaniK



Baca juga: Kumpulan menulis prosais

Kumpulan Prosais Belajar

Hujan


Masih seperti sedia kala
Saat hujan terjamah netra
Dari balik kaca jendela
Ada bulir-bulir luka
Yang ikut terjatuh bersama airmata

Seperti inikah menahan rindu, Puan?
Terasa sakit bersama jatuhnya rinai hujan
Semakin deras, kian terbelenggu lamunan
Hingga aku tak lagi mampu untuk bertahan

Sampai kapan ini akan menjadi perih?
Sedangkan engkau masih berdalih
Tentang rindu yang mampu kau sapih
Hingga temu masih tersisih

Hujan...

Berhentilah!
Tangis ini telah lama pecah!
Terburai di antara resah
Tersudut pada sisi yang paling pedih

Aku rindu.



DBaniK



Tegal 29/01/2019




Kumpulan Prosais Belajar


Januari


Januari telah menua, Puan. Engkau masih saja asik di tempatmu berada. Apa kau tengah memahat jarak?

Mungkin sekarang kau takkan kembali, menemuiku. Di tempat biasa kita mengasuh rindu. Di bawah lembayung langit sore.

Tapi lain kali...

Aku datang!
Bawakan kau sepenggal kisah
Kisah yang telah lama tertulis
Pada setiap jarak yang kita tempuh

Tunggulah




DBaniK 29/01 /2019

Kumpulan Belajar Menulis Prosais

Kumpulan Belajar Menulis Prosais


Hujan Kembali Turun



Hujan kembali turun sore ini, menghapus jejak-jejak di tanah kering, membwanya larut bersama curahan air yang jatuh di tempias teras rumah ini.

Itu jejakmu...
Jejak yang pernah kau pijakan sehari yang lalu, saat aku tengah dilanda kemarau, sebab jamahmu telah semakin langka.

Kau terakhir kali datang, lalu meninggalkan bekas jejak kakimu, sedangkan tanah tak menghapusnya, mungkin saja ia ingin aku untuk mengingatmu untuk yang terakhir kalinya.

Sore ini hujan kembali turun, setelah kurun waktu yang entah, aku di sini di teras rumah ini, melihat pelan jejakmu menghilang secara perlahan, teriring sakit yang aku sendiri nyaris limbung.

Secangkir kopi pun tak mampu memikatku, aku tak kepayang oleh aromanya seperti biasanya, hingga ia dingin disentuh waktu yang terus berjalan, aku diam tanpa mau peduli, hingga tempat aku bediri ternyata telah kuyup oleh kenangan yang dulu pernah kita pahat bersama.

Kini genangan air hujan telah menelan seluruh kenanganmu, nyaris tanpa bekas, semua sudah rata, yang ada bekas tapak - tapak kaki bocah kecil yang berlarian menikmati rinai, tepat di depan tempatku berdiri dan kuyup oleh kenangan itu.

Hujan kembali turun sore ini, aku tengah berduka memeluk kepedihan, hingga derasnya hujan telah melumat seluruh tubuhku, entahlah! Kenapa aku sudah berdiri di bekas jejak kakimu yang pernah kau tinggalkan.




Tegal 24 - 06 - 2018






Kumpulan Belajar Menulis Prosais




Hei ...! Siapa Kau?

Hei, siapa kau? Wanginya begitu santer menembus dinding - dinding jiwaku, menggetarkan rasa yang telah lama tertidur!

Kau kah rupawan bermata indah itu? Yang memiliki senyum termanis di antara ribuan kembang di taman asmara itu?

Aku terkesan bicara lembutmu, memgalir lirih laksan tetes embun di pagi hari, pecah namun memberi kesejukan.

Tatap aku dalam diammu, wahai engkau! Aku ingin bersemayam pada cerukmu, lalu menumbuhkan benih-benih cinta yang nyaris purba!

Maukah, kau?

Akan aku bawakan sepenggal cinta! Yang tidak akan pernah habis dari masa ke masa, hingga kita menjadi tua oleh waktu.

Kau bangunkan aku dari lenaku, sebab rasa ini hampir mati suri lantaran tidak pernah bisa aku temukan sejatinya cinta!

Cinta yang menumbuhkan berjuta asa! Lalu menyalakan gelap jiwa, laksana suluh-suluh yang dibawa oleh pijar mentari, mampu menerangi gelap jiwaku.

Teruslah bersinar, hingga aku menemukan kau, sebab aku akan membawamu kepada hidup yang tengah kupijak, hingga masa yang entah.



23/08 /2018


Baca juga: kumpulan flash fiction contoh.




Kumpulan Belajar Menulis Prosais

Risalah Hati


Aku ingin menuliskan lagi tentang bunga - bunga yang tumbuh pada musim yang tidak semestinya. Ia begitu saja merajai pada hamparan yang nyaris tandus.

Entah dari mana ia mendapat air untuk menguatkan akar - akarnya, yang kemarin menjalar menelusup masuk hingga kuat mencenkeram.

Semestinya ia mati dalam kering, sekarat dalam dahaga, tapi ia malah berkembang dan menjuntai pada ketidak nyanaanku.

Masih kupikirkan lagi bagaimana ia tumbuh, lalu merimbun meneduhkan dirinya sendiri, meski aku tidak pernah menyiapkan rindang untuknya.

Pernah aku hela ketika ia masih merupa tunas, kucampakan tanpa tetetsan embun pun agar ia jera, namun aku salah! Ia begitu kuat untuk hidup.

Sungguh aku di antara percaya dan tidak! Sebab hadirnya tidak pernah ada dalam benak yang kutenggelamkan, pada kedalaman rasa yang seharusnya tidak mampu tersentuh oleh siapapun.

Aku terlambat mengantisipasi tumbuhnya, hingga kian hari kian kuat saja seluruh akarnya mencenkeramku, lalu aku pun limbung padahal sebelumnya aku kuat.

Pergolakan menjadi begitu kuat, saling berbalas asumsi satu sama lain, antara harus melemahkan atau menumbuhkan lebih rimbun bunga - bunga kertas yang seharusnya musnah.

Hingga akhirnya aku harus dengan paksa membakar seluruhnya, agar ia tak terus menerus mendesakku, agar bunga - bunga itu tidak semakin membuat aku mabuk kepayang.

Kau kulumat hingga seluruhmu sirna, meski bekas kau tumbuh menjadi lubang yang teramat menyakitkan, saat tak sengaja aku memijaknya.

Aku ingin menuliskan lagi tentang kau, bukan untuk membuatmu kembali tumbuh, namun hanya sekadar napak tilas sebuah kisah yang begitu tidak pernah seharusnya ada dalam kisahku.




20/09 /2018





Kumpulan Belajar Menulis Prosais



Hujan



Sore ini hujan turun lagi, gemericik airnya terdengar lirih di balik tembok tempat aku merindukan kamu, Puan. Namun begitu nyata di singgasana hati yang telah suwung.

Seperti ada nyanyian rindu di sela-sela airnya yang jatuh, merdu sekali. Persis saat kita bersama menggetarkan hati dengan nada - nada yang kita ciptakan bersama.

Aku mengingat kau kembali, sebagai rindu yang usang. Rindu yang telah tertumpuk oleh kurun waktu, yang aku sendiri nyaris lupa sudah berapa kurun yang menimbunya.

Ada siluet wajah kau yang ikut terjatuh pada tempias air di pintu ingatanku, senyum yang dulu kerap aku puisikan masih tetap sama, ia begitu indah bersama teduh mata kau.

Hujan kembali jatuh sore ini, bukan tentang airnya yang membasahi bumi, tapi tentang kau yang menggenang di latar ingatan, lalu mengetuk pintunya, agar aku bisa menjengukmu.





Tegal 26/05/18

Kumpulan Belajar Menulis Prosais.

Kumpulan Belajar Menulis Prosais.


Kepada Puan



Kepada puan yang pernah memanggilku sayang, apa kabarmu?

Sudah birukah langit yang memayungi kelam hatimu? Menebarkan kembali gemintang, memancarkan lagi cahaya rembulan?

Katamu jelaga adalah langitmu, sejak aku berlalu meninggalkan semuanya tentangmu, melenyapkan jejak - jejak kita yang pernah ada, dan menyisakan isak yang paling miris di sepanjang kisah yang pernah ada.

Airmata menggenang adalah akhir semua, dari perjalanan yang pernah aku dan kamu susuri bersama, menyoretkan cerita pada lembar - lembar hari yang seharusnya putih, jika pertemuan itu tak pernah ada.

Kita pernah mimpi bersama, melawan kerasnya mahligai, melintas waktu yang akan datang silih berganti. Langit jiwa kita pun riuh atas asa - asa yang datang susul menyusul, dan kita tak peduli itu.

Sudahlah, aku tidak akan memungut kembali semua itu, aku membiarkan semua lenyap pada waktu yang belum menemui klimaknya, sebab kita memang tidak harus bersama, seperti apa kata hati aku dan kamu.




Juli - 07 - 18




Kumpulan Belajar Menulis Prosais. 

AIRMATA PUAN 



Ada gemericik air pada teduh matamu, mengalir melalui rasa yang kutumpahkan, hingga puan hanya mengenal bahagia, bukan kepedihan.

Gelisah itu sudah berlalu, tak lagi memayungi kalutnya jiwa, merepihlah ia sebelum bertahta, dan layu di tengah ladang jiwa yang tersirami doa - doa suci.

Airmata puan hanya untuk bahagia, bukan kepedihan. Di hati hamba tempatmu bersarang, menenggelamkan sejatinya rasa yang tak mungkin terbantahkan, jika puan "sebelah jiwaku"

Di rebah dadaku tangis puan telah jatuh, menembus ke dalam qalbu, bercerita tentang laut jiwa dengan semburat ranum jingga, kecipak camar bermain ombak kecil, menyiratkan tenangnya apa yang kaurasa.

Pemecah sunyi itu telah jauh berlayar, menyusuri geliat riak untuk pulang, mencari bahtera suwung, sebagai labuhan. Hingga jaman tak mengirim ia pulang.

Mari kita rayakan suka cita, puan. Menciptakan kembali cerita bahagia, yang dulu pernah bersimbah prahara, hingga camar - camar nyaris tak lagi bernyanyi di atas laut yang tengah kita arungi bersama.




28 / 07 / 2018




Kumpulan Belajar Menulis Prosais.

Sebelati Itukah Puisiku?



Puan, tahukah engkau? Jika aku hanya memainkan kata-kata, merangkainya sedemikian indah, lalu engkau membacanya sebagai nyata.

Aku hanya bermain kata, lalu kenapa engkau bermain rasa?

Salahku apa, jika sekarang kau terluka karenanya?

Uajrmu penaku bak belati, yang siap merobek setiap tarikan napasmu, saat diksinya mulai kaubaca, dari bait ke bait.

Puan, maafkan aku.




05/08/2018




Kumpulan Belajar Menulis Prosais.


Kupuisikan Engkau.



Entah kenapa malam ini aku ingin sekali berpuisi, memuisikan apa saja tentang kamu, kamu yang pernah singgah di hati, sebagai kekasih.

Semua memang sudah tidak seindah dulu, karena jalan kita pun sudah tak sama lagi, namun kerinduan akan kamu seringkali mengganggu di saat aku tengah sendiri memeluk sepi, seperti malam ini.

Aku pernah memanggil kamu "kekasih" dan itu teramat dalam dari hati yang paling dalam, sebab aku tidak pernah main - main kalau soal rasa, karena aku tahu rasanya patah hati, yang telah berkali-kali pernah menghantamku.

Kita memang akhirnya memilih untuk saling melupakan, karena sesuatu hal, bukan lantaran aku atau kamu saling menyakiti, namun hanya soal waktu saja yang tidak tepat atas pertemuan kita.

Jujur, hingga saat ini aku masih tidak mengerti, atas takdir yang membuat kita sampai begini? Kita bagai melukis cinta di atas air, namun sejenak hilang terbawa riak yang disebabkan gerak angin.

Aku entah, dan kamu juga entah soal rasa, kita sama-sama tidak tahu kenapa semuanya terjadi begitu saja, tanpa kita sadari semua sudah terlalu larut dan menyebar di segala penjuru hati, hingga seakan kita lupa akan apa yang ada di belakang kita.

Malam ini aku teramat rindu sapa di antara kita, di saat hening mulai hadir menyergap, lalu kita bercengkerama di kisi - kisi waktu yang ada, meski tanpa sentuh, namun kita seakan berada pada satu dimensi ruang dan waktu.

Kekasih, yang dulu pernah singgah, malam ini aku merindumu, aku tidak tahu mesti senang atau sedih, sebab itu sudah tidak penting lagi, sebab rindu ini hanya akan berlalu begitu saja, dan tak akan pernah ada jamah dari kamu.

Aku sudah melarung semua kisah yang pernah aku dan kamu ciptakan bersama, dan aku pun sebenarnya ingin sekali melupakan apa saja yang pernah terjadi, hingga rasa ini sama persis ketika aku belum mengenalmu.

Semoga kelak tidak akan pernah ada cerita seperti ini lagi, aku sudah begitu lelah. Aku telah jatuh ke dalam lautan fantasti yang cuma menghasilkan euporia sesaat saja, dan itu sungguh membuatku semakin sadar, jika aku tidak akan pernah lagi untuk mengulangi kisah yang sama.

Cukup denganmu saja aku begini, tidak dengan siapa pun juga kelak, itu yang selalu aku pinta, sebab apa - apa yang pernah kita ciptakan bersama, kini menjadi luka yang begitu membekas dalam hidupku, hingga butuh waktu lama untuk mengembalikannya seperti sedia kala.

Selamat malam buat kamu yang pernah aku panggil kekasih, aku hanya ingin kamu tidak terluka seperti aku, sebab kau butuh lelaki selain aku, dan jalanmu masih terlampau panjang, teruskan melangkah dan jangan berhenti di aku. Pergilah...

Baca juga: Belajar menulis prosais




 19/06/18

Kembali Belajar Menulis Prosais.


Kembali Belajar Menulis Prosais.


Nimas Pemanah Rasa.

Teruntuk Nimas pemanah rasa, yang senyumnya laksana rekah sekuntum mawar. Aku padamu, di sepanjang perjalanan hidup yang tengah kulalui.


Dadamu arnawa, mampu menampung hujan airmatamu, ketika karang-karang menyentuh, dan tegar adalah rumahmu.


Tak ada api arkara di dada, sebab semua luruh bersama tabahmu. Meskipun bulir bening tak ayal engkau jatuhkan. Demi memendam sakit yang kusebabkan.


Asuma itu kuat kau genggam, meskipun hati koyak. Menatap sepanjang kisah yang kuciptakan, menyelingkuhi waktu kebersamaan antara aku dan kau.


Badai telah berlalu, Nimas. Arkamayamu telah kembali. Menelusup lagi pada tempat yang semestinya, ia ingin tetap berpijar pada ke dalaman rasamu.


Tak salah astrawara ini dulu kulesatkan kepadamu, Nimas. Sebab, tak ada perempuan seteguh dan setegar engkau. Yang kutemui di sepanjang kisahku mencari rumah, bagi hatiku.



14/01/2019



Kembali Belajar Menulis Prosais.

Kau Ada Di Tubuh Puisiku.


Siapa bilang aku tidak mengenal kau; Puan. Wanita indah dengan lekuk hidung yang nyaris sempurna.

Kau memang tidak pernah mendengar sepatah kata pun perihal cinta, namun puisiku ilah kau.

Aku sembunyikan kau pada bait-bait diksi yang mengular, aku tempatkan di antara tawa dan bahagia yang tersamar.


Aku memang ingin memetik kau kelak, jika ranum sudah membungkusmu. Sekarang biar saja aku begini, mencintai kau tanpa perlu pernyataan.


Aku percaya takdir, sebab semua memang begitu adanya. Kau tetap akan aku miliki, jika takdir sudah berkata demikian.


Lalu untuk apa aku tergesa mengatakan? Baca saja puisi yang sudah aku kabarkan kepada angin, walau tanpa namamu, tapi seluruhnya ialah, kau.


Tunggulah saja aku, sebab kedatanganku itu pasti. Menjemput rasa yang telah aku titipkan kepada waktu, meski kau tidak pernah tahu.


23/04/18


Kembali Belajar Menulis Prosais.


Aku Menemukan Engkau

Kisahku dengan engkau pun terjadi, pada sisa rasa yang nyaris patah. Hampir kubenamkan cerita - cerita cinta yang telah aku anggap lelucon pengantar tidur belaka.

Sebab beberapa cinta yang pernah singgah ialah luka, bukan seperti kisah - kisah di sinetron yang berakhir dengan indah. Cinta begitu rumit aku artikan, bahkan cinta serupa tipu muslihat saja. Menyedihkan bukan?


Aku sungguh sangat merasa lucu, ketika engkau datang dengan polosnya, perlahan - lahan engkau menyirami aliran - aliran rasa yang tengah sekarat. Menaburinya dengan benih-benih rasa yang engkau bawa. Itu lucu dan masih aku ingat.


Engkau begitu meyakinkan aku, jika aku pantas untuk mendapatkan cinta, padahal aku sendiri telah lama mencoba membunuhnya. Engkau tertawa lirih.

Waktu pun membuktikan semua, jika ucapmu benar!


Perlahan aku merasa butuh engkau! Aku ingin engkau selalu ada pada saat gundah. Lalu engkau pun ada, dan itu membuat aku semakin mengerti engkau.


Hadirmu sungguh belum terlambat, di saat aku nyaris membenci cinta lalu segera menguburnya pada tumpukan waktu yang telah usang.


Engkau telah menumbuhkan segalaku, lebatnya pun sudah mampu menyejukan kering jiwaku. Terima kasih wahai engkau yang kusebut; Puan.


 Baca juga: kumpulan contoh fiksi mini




14/01/2019

Kumpulan Puisi Mini.

Kumpulan Puisi Mini.

Selamat malam kekasih, lelaplah engkau di pangkuan malam, petiklah mimpi untuk kau ceritakan kepada aku, yang engkau panggil, Tuan.

05/08/2018

                   ðŸ’•

Bukan Itu...

Dik, tahukah engkau? Jika aku hanya memainkan kata-kata, merangkainya sedemikian indah, lalu engkau membacanya sebagai nyata.

Aku hanya bermain kata, lalu kenapa engkau bermain rasa?

Salahku apa, jika sekarang kau terluka karenanya?

Uajrmu penaku bak belati, yang siap merobek setiap tarikan napasmu, saat diksinya mulai kaubaca, dari bait ke bait.

Dik, maafkan aku.

05/08/2018

            💕

Airmata...

Tidak bisa kau artikan kepedihan semata, sebab banyak juga airmata yang tertumpah oleh rasa haru pun bahagia, meskipun pecahnya sama, namun ia tak membuat ngilu saat menghantam dinding rasa.

10/08 /2018

              💕

Kepergian.

Kaupun beranjak pergi meski kutahu hatimu tertinggal, bahkan tak ada airmata yang tertumpah, karna kau menggenangkannya di pelupuk matamu.

Kau tak berharap aku menahanmu, meski sebenarnya tanganmu kosong tanpa jamahku.

             

12/08 /2018

                 ðŸ’•

Kita.

Kita pernah khidmat di hadapan cinta, berdiam bersama di antara riuh ramai. Tak pernah sekalipun rasa kita berpaling, meski yang lain menawarkan aroma yang lebih harum.

Airmata pun kita sakralkan, hingga tak tertumpah di sembarang keadaan, sebab kata perih nyaris punah, pada setiap situasi yang kita ciptakan.

13/08 /2018

                💕

Lelaki Penuh Luka.

Lelaki itu berkabung, hatinya dipenuhi rimbun luka. Musim yang dituai ialah kemarau, dan siap menggugurkan bahagia yang dulu pernah kuberikan.

Perempuan itu tidak mau tahu, ia memilih membutakan nurani. Menghapus jejak 🐟 hingga tiada satu jua yang tertinggal di sana.

Apakah yang kalian lakukan?

Pijar cahaya redup dan mengabu, lautan jiwa mengering.

Satu lagi kisah terpahat, meski kisah - kisah lalu sudah banyak kau baca pada masa yang pernah terpijak.

Apakah belum cukup?!



14/08 /2018





Kumpulan Puisi Mini.




Tunggu aku di bibir senja, Dik. Basuh peluhku dengan senyum tabahmu, meski yang aku berikan belum cukup untuk membeli bahagia kita.

13418 @DBanik

Puisi Mini.

Seulas senyummu, mampu meredakan badai di laut jiwaku; Ibu. Walau hanya dalam bingkai berdebu.

@DBanik

Puisi Mini.

Aku sudah melarung kenangan, di ambang sore tadi. Berharap ia mengikuti ke mana ombak membawanya, jauh hingga mata tak mampu melihatnya.

@DBanik

Puisi Mini.

Mungkin lain waktu kau akan mengerti, betapa kerdilnya rasa tanpa sentuh. Serupa rapuhnya daun kering di embus angin, hingga arah pun menjadi tak berarti.

@DBanik

Puisi Mini.

Secangkir kopi dingin di teras rumah, yang selalu menunggu sebuah kepulangan, ini sudah kesekian kalinya, sejak terakhir kali kulihat punggung kepergianmu.

 

Baca juga: Kumpulan puisi.



12/01/2019

Belajar Menulis Prosais.


Belajar Menulis Prosais.

Judul: Tapi Sayang Seribu Kali Sayang.

Sudah berkali aku maafkan kau, Dik. Hingga sudah lupa salah - salah yang dulu pernah kau buat kepada aku. Sebab hati ini tidak akan menaruh dendam kepada siapapun apalagi kepada kau!

Apa karena aku tak sperti dengan harapanmu, bukan lelaki yang dibilang kaya dengan titisan harta dari Bapak aku? Lalu kau memandang sebelah mata tanpa ada rasa bersalah?

Dulu kau bilang jika aku menjadi orang yang paling penting dalam hidup kau, segalanya ialah aku! Tanpa harus aku pinta pun, kini kau berubah semaumu.

Jika ada yang lain, katakan saja kepada aku, sebab tidak akan ada berat untuk melepaskan kau, jangan sembunyi dari aku, tentang rasa yang lain. Aku enggan!

Cinta bisa tumbuh namun bisa mati dalam hitungan waktu, apa kau masih coba menghidupkan rasa yang sebenarnya telah mati, lalu untuk apa?

Sebab aku marah kau tahu, namun kau tidak mau tahu, padahal kita sudah tidak seharmonis camar pada langit yang terbang beriring tak mengenal waktu.

Mari kita lepas ikatan ini, jika kau hanya akan memperparah rasaku, kita sudah tidak lagi bersinergi, sedang beiring sejalan adalah kekuatan yang sudah mulai kau padamkan.

Kau cinta aku, namun kau membenci nasib yang tengah aku jalani, kau lucu! Bolehkah aku menertawakan kebodohan kau? Tertawa hingga nyaring sekali di gendang telinga kau!

Aku berhenti untuk berharap, sebab aku sudah kuyup oleh ulahmu, bahkan dinding jiwa ini telah padam dari segala kau. Apa mungkin kau mampu menyalakan kembali? Aku rasa tidak!

Ambil saja jalan yang telah kau pilih, Dik. Sebab aku sudah tidak akan pernah peduli lagi, dan aku bisa saja pergi kapan pun jika aku mau.

Kita telah menjadi cerita lalu, yang mungkin saja tidak akan pernah aku buka untuk selamanya, hingga aku benar-benar melupakan kau. Mungkin waktunya tidak akan lama.

Ucapkan saja selamat tinggal kepada keadaan yang pernah kau jalani, sebab ia akan lebur bersama kepergianku.



12/05/2018





Belajar Menulis Prosais.

Judul: Ini Tentang Dingin

Ini tentang dingin yang menang melawan kesenderiaan, menyebabkan aku berpikir untuk memeluk kembali kenangan yang pernah ada, kenangan yang dulu pernah kita ciptakan bersama, hingga waktu yang kita lalui menjadi sehangat sinar matahari di pagi hari.

Biasanya aku mampu bertahan melewati segala musim yang menghampiriku, namun tidak dengan dingin di tahun ini. Kenangan tentang kau tiba-tiba menyeruak ke permukaan rasa, dan itu tak dapat aku bantah! Apa kau tengah merindukan aku?

Perlahan dingin memunculkan kembali ingatan-ingatan tentang kau, yang dulu pernah membakar cinta di perapian yang nyaris usang, namun kau kembali memadamkannya, saat bara itu sudah mulai menyala!

Aku pernah nyaris mati beku lantaran dingin yang kau sebabkan, namun aku bersyukur mampu bertahan sejauh ini, meski dengan tertatih dari musim ke musim yang hilir mudik pada hari yang aku jalani.

Kita memang telah lama saling beku, tanpa ada tanda - tanda akan ada gejolak yang mampu memantik kembali nyala bara di dada, sebab kita pun telah sepakat, untuk tidak saling menyalakan kembali, sampai kapan pun.

Namun kenyataannya tidak untuk aku, kini dingin ini begitu nyata mengingatkan aku kepada kau yang pernah memantikan api di perapianku, hingga seluruhku mampu kau hangatkan, dan membuat aku semakin dalam menikmati hangatnya.

Aku tidak mengharapkan kau kembali lagi, aku hanya ingin mengenang saja tentang kau yang pernah menjadi bagian dari bara yang ada di dadaku, pada masa yang telah kita kubur bersama.



7/07/18




Belajar Menulis Prosais.

Judul: Nisanak

Apa Sampean tahu, jika hidup bukan melulu soal cinta kepada manusia saja?

Apalagi dengan bersusah payah menimang-nimang rindu. Hingga malam pun habis untuk memikirkannya!

Itu salah Nisanak!

Hidup itu begitu teramat berat, jika cintamu kepada manusia sudah membuatmu lena!

Membiarkan tubuh rapuh serapuh-rapuhnya, hingga dada seperti lautan luka yang siap menenggelamkan kapan pun!

Percayakah, Sampean?

Mungkin saat rindu tengah menyergap hati, Sampean akan berkata salah! Sebab, begitulah rindu menyengkeram akal hingga begitu kuatnya.

Sampean tidak salah! Hanya butuh menepi di antara riuhnya debar-debar rindu yang memekakan relung jiwa. Lalu simpuh sujud kepada Sang Yhang Agung, untuk meminta kelapangan dada, agar tak pengap oleh jejalan rindu yang bisa saja melimbungkan, bahkan melemahkan seluruh raga.

Kendalikan rindu di akalmu, ajak ia bermain. Setidaknya itu bisa membuat hati lebih baik, ketimbang kita timang, kita ayun. Tidak cukup rentang malam untuk menina bobokannya, sedangkan raga butuh waktu untuk rebah di pangkuan malam.

Merindulah kepada Sang pemilik rindu, sebab rindu Nisanak akan lebih indah. Jikalau ada tangis, itu adalah tangis kebahagiaan, bukan tangis kepedihan.


09/1/2019

Puisi (Aku Di Matamu)


Puisi (Aku Di Matamu)

Aku Di Matamu.

Katamu, aku adalah singgahan sesaat ketika engkau tengah diombang-ambingkan rasa! Aku terdiam, itu bukan berarti mengisyaratkan ruang untukmu singgah di sela lengangku.

Salahku, membiarkan semuanya mengalir begitu saja, tanpa mampu aku menghentikannya. Siapa yang harus dipersalahkan?
Entahlah!

Hari-hariku sudah mulai banyak berubah, apa kau tahu akan hal itu?

Awalnya malam adalah tempatku singgah, melepas penat seperti halnya hari yang sudah - sudah. Tanpa ada lirih kesedihan tentang rasa yang tengah menghantam ke dalaman rasamu.

Sialnya!
Aku terperangkap...
Aku terdiam dalam kesedihanmu...
Aku menikmati setiap kisahmu...
Hingga malamku tak lagi hening!

Candu macam apa yang sudah kau jejalkan?

Hadirmu kutunggu bersama detak detik jam dinding yang nyaring terdengar, bahkan gaduh tikus di dapur yang biasanya membuatku jengah, kini tak lagi terhiraukan! Selain denting suara khas ponselku.

Kau keterlaluan!

Menumbuhkan rasa kepadaku!
Sedang aku tak mampu melipat jarak, demi sebuah temu untuk sekadar merayakan rindu! Rasa macam apa ini, Dik?!


Gulir waktu menuntutku kepada cinta, menyuburkan ladang jiwa, penuh aroma semerbak, hingga inginkan semakin kuat, ingin memiliki kau seutuhnya.

Aku ingin temu pada tepi senja, denganmu. Membiarkan rasa saling mengobati rindu. Sebelum jejak kita samakan, dalam titian waktu di masa mendatang.


Ditulis oleh : DBaniK.



Tegal 30/10/2018



Kumpulan Puisi.


Kumpulan Puisi.

Bagai Bersamamu

Aku sudah lama sekali tidak berpuisi untuk kau yang kupanggil; Puan. Sebab aksaraku tengah terombang - ambing waktu dan kesibukan.

Kau terlihat biasa saja, meski aku tahu kau ingin aku menyentuh rasa dengan bait - bait yang biasa kuhadirkan di sela-sela sepimu.

Tidak ada wajah memelas, sebab kau telah mengerti aku, kita sudah saling mengenal satu sama lain, hingga merasuki keseluruhannya, jadi kita pun tahu sama tahu.

Kita tidak pernah gaduh dengan persoalan yang mememang seharusnya bisa diredam, sebab kita tak akan pernah terjebak kepada pertengkaran di atas mainstream, kita telah didewasakan oleh waktu.

Kita tak lagi seperti anak baru gede, yang menjadikan sepele menjadi sesuatu yang dahsyat, tidak! Kita sudah melewati masa - masa itu. Dan ketika menjadi lebih tenang kepada gelombang yang dulu pernah terlewati.

Hati kau dan aku menjadi kuat lantaran kita saling memahatkan kesetiaan, mengukir pun dengan ditail tanpa terkecuali, hingga kita saling mengetahui masing - masing.

Aku bahagia bersamamu; Puan. Pun engkau! Sebab tak pernah aku temui kegelisahan saat aku tengah tidak berada di sisi kau, dan begitu juga dengan kau.

Aku akan kembali mengumpulkan diksi untuk kau, lalu aku kembali akan membuat bait - bait yang mengatas namakan kau, sebagai rasa yang begitu kuat merajai hati aku.

Kita tetap saja begini, meski waktu mengubah apa yang kita miliki, namun kita tetap sama, sejalan bersama cinta yang telah kita genggam, tanpa keraguan lagi, seperti pada masa - masa kita baru saling menyelaminya.

Aku percayakan seluruhnya kepada waktu yang terus saja berjalan, sebab apa-apa yang kita jalani juga di atas waktu yang telah ditipkan kepada aku dan kau, hingga waktu jua yang akan memisahkan kita kelak.

Kepada engkau yang aku panggil; Puan. Terus saja begitu adanya, sebab begitu pun sudah membuat langkah kita menjadi ringan, tidak ada lagi pertengkaran yang hanya akan melahirkan nestapa.

Aku cinta kau, seperti matahari menyinari bumi, hingga begitu seterusnya, sampai kita menua nanti, dan tetap bersama dalam rasa; cinta.

20/05/18



Kumpulan Puisi.


MENGGAPAI ASA


Masih aku ingat dengan jelas, pada pertengahan Juli, Dik. Aku datang di senja yang basah, mengetuk segenap rasa yang kuharapkan.

Engkau terdiam dalam hening, saat kuhaturkan maksud dan tujuanku singgah di beranda rumahmu, "Dik, aku mengharap kau tumbuhkan lagi rasamu padaku, karena tanpamu aku adalah ranting kering!" itu yang kuucapkan di senja basah itu, lalu kau tetap tertunduk diam seribu bahasa.

Agustus masih basah di pelataran rumahku, dan kau masih membeku, Dik.

Maafkan atas segala khilafku, jika aku membuatmu terluka, tapi apa tidak bisa kau beri aku kesempatan kedua, untuk menebus semua luka yang telah kutorehkan, "Dik, jika hatimu telah mencair, kabari aku. Akan kujemput engkau, untuk kembali kujadikan penerang dalam gelap jiwaku.


 2 Agustus 2016 ~





Kumpulan Puisi.

TENTANG BUMI


Bumiku sayang bumiku malang
Menanggung beban bukan kepalang
Menanggung hajat milyaran orang

Engkau sudah tak muda lagi
Ribuan tahun sudah kau tuai
Penghuninyapun silih berganti

Wajahmu tak secantik dulu
Hutanmu musnah satu-persatu
Satwa-satwa penyeimbangmu mati diburu

Bumi meradang bukan kepalang
Menanggung polah tingkah sombong
Manusia-manusia yang ia timang

Sungguh ironis
Bumiku miris
Akankah berakhir tragis


25 juli 2016~




Kumpulan Puisi.

JUDUL : PAGIKU


Pagi di kota kecilku
Tak seramah dulu, kawan
Udara pagi sudah kumuh
Tercampur emisi kuda-kuda besi

Pagi di kota kecilku
Di bisingkan deru-deru mobil
Memecah lengang suasana
Yang seharusnya terisi kicau burung

Pinggir-pinggir jalan telah sesak
Tembok-tembok beton memagarnya
Pohon telah tergusur tempatnya
Asap-asap kenalpot merajalela

Aku merindukan kicauan burung
Aku merindukan udara bersih
Aku merindukan tetes embun
Menghias pagi di kotaku

Semua telah berubah
Pagi di kotaku tak sama lagi
Hanya kembali ke ingatan lalu
Untuk menjamah pagi yang dulu


18/07/2016





Kumpulan Puisi.

BILA

Waktu
Itulah ruang
Terhampar dalam maya
Tak akan pernah terulang

Hanya bisa terkenang saja
Terpijak lalu pergi
Cuma sesaat
Hadir

Lelah
Menghiba kembali
Walau menguras rasa
Waktu tetap tak berhenti


13052016




Kumpulan Puisi.

Judul : Paijo



"Merdeka! " Teriak Paijo girang
Tangannya mengepal bak pejuang
Ada senyum tersungging
Saat ia coba melenggang

Sang saka merah putih dibawanya
Sesekali ia kibas-kibaskan ke angkasa
Sungguh Paijo kecil penuh asa
Walau belum mengerti apa itu merdeka

Pada barisan paling depan
Perayaan karnaval tujuh belasan
Paijo memang terlihat tampan
Berseragam ala pejuang kemerdekaan

Semoga engkau selalu begitu
Penuh semangat dan ambisi
Bangsa ini butuh penerus sepertimu
Setelah kau tahu arti kemerdekaan ini



06/08/2017.

Ini kumpulan puisi hasil coretan di dunia maya, semoga bisa menghibur kalian yang sudah mampir di blog saya, dan jangan lupa kunjungi juga konten yang lain, semoga bermanfaat. 🙏



Belajar Menulis Prosais.


Belajar Menulis Prosais.


Judul: Tentang Kabar

Aku ingin mendengar kabar tentang angin yang lamat - lamat melumat tubuh, menggerakkan perlahan anak - anak rambut, dan tidak jarang menina bobokan raga yang penat.

Suara kecipak air sungai yang terpijak anak - anak pencari bahagia, dengan gaung tawanya yang mampu melupakan peradaban zaman yang sebenarnya tengah menggilas.

Aku rindu...

Bawa aku ke sana, Puan.

Ajarkan kembali rasa syukur, dan kembali berdamai dengan yang nyaris punah.

Untuk kelak kita duduk di antara belantaranya, hingga aku rebah untuk selamanya.



 28/09/2018





Belajar Menulis Prosais.

Judul: Pagi dan Kenangan.

Pagi yang telah lalu dan seonggok kenangan bersamamu, masih rapi tersimpan di kepala dan hati ini.

Sejuk itu masih kuhirup ketika aku tengah melamunkan kamu, hingga setapak demi setapak langkahmu pun masih jelas membekas di sanubari.

Kau berikan senyuman meski rautmu terlihat kuyu, lantaran itu adalah pagi terakhirmu untuk aku, sebab kita harus meneruskan langkah - langkah kita yang belum mampu untuk tetap beriringan.

Ada airmata menggelayut di sudut matamu, laksana embun yang nyaris jatuh dari cengkeram dedaunan padi yang terhampar hijau, namun kau coba menghapus dengan kedua tangan halusmu.

Kau juga harus tahu, jika ada getar yang berbeda ketika kita mulai melangkah untuk saling menjauh, jika setiap langkah yang kau pijakan, adalah sayatan - sayatan kecil yang terasa begitu mencabikku.

Pagi itu masih kuhirup aromamu, meskipun tanpa parfum, tetapi engkau tetap meninggalkan wangi di akhir cerita yang pernah kita ukir bersama.

NB : ini hanya puisi saja, bukan kisah nyata saya, sebab kisah itu terlalu pahit jika harus di alami, seperti kisah cinta yang pada akhirnya meski terpisah dan entah waktu akan menyatukan rasa tersebut entah tidak. Memang cinta tak harus memiliki, namun akan lebih indah jika cinta itu mampu diraih, dan bisa bersama mengarungi mahligai kehidupan, hingga waktu yang akan mengakhiri semuanya.

Juli - 21 - 2018\




Belajar Menulis Prosais.

Judul: Malam Ini Tanpamu.



Sendiri aku mengukur jarak, di lengang waktu yang tengah kucumbu, pada gelap malam di punggung ramadan.

Kita baru saja menciptakan jarak, untuk mengukur seberapa rindu yang akan terlahir, dari rasaku juga rasamu.

Aku bersama sepi, kau bersama entah. Sebab kita tak saling berbicara perihal apa yang akan kita lakukan, setelah rindu terlahir.

Kita sama-sama belajar merasakan sunyi, tanpa ada aku juga tanpa ada kau, padahal malam begitu ingin kita dekap.

Ego telah kita letakan kepada pasrah, sebab kita sudah enyahkan itu! Dan kita telah sama-sama belajar untuk itu.

Kita mampu, lalu kita terus mencoba! Melahirkan jarak - jarak untuk membuat kita semakin kuat satu sama lain, sebab kita tahu, kelak kita pun akan terpisah waktu.

Kita hanya sedang belajar ikhlas, lewat rindu yang sengaja kita lahirkan sebelum waktunya, dan kita pun telah sama-sama tahu, bagaimana menyikapi rasa itu.

Aku kuat, kau pun begitu adanya, sebab kita tidak mau terlihat lemah saat sendiri tengah menyergap, kita bisa melewati itu semua.

Aku masih di sini, memikirkan jarak yang baru saja aku tempuh, dan aku pun berharap, jarak tak akan pernah memalingkan kita kepada rasa.

20/05/18




Belajar Menulis Prosais.

Judul: Risalah Hati

Aku ingin menuliskan lagi tentang bunga - bunga yang tumbuh pada musim yang tidak semestinya. Ia begitu saja merajai pada hamparan yang nyaris tandus.

Entah dari mana ia mendapat air untuk menguatkan akar - akarnya, yang kemarin menjalar menelusup masuk hingga kuat mencenkeram.

Semestinya ia mati dalam kering, sekarat dalam dahaga, tapi ia malah berkembang dan menjuntai pada ketidak nyanaanku.

Masih kupikirkan lagi bagaimana ia tumbuh, lalu merimbun meneduhkan dirinya sendiri, meski aku tidak pernah menyiapkan rindang untuknya.

Pernah aku hela ketika ia masih merupa tunas, kucampakan tanpa tetetsan embun pun agar ia jera, namun aku salah! Ia begitu kuat untuk hidup.

Sungguh aku di antara percaya dan tidak! Sebab hadirnya tidak pernah ada dalam benak yang kutenggelamkan, pada kedalaman rasa yang seharusnya tidak mampu tersentuh oleh siapapun.

Aku terlambat mengantisipasi tumbuhnya, hingga kian hari kian kuat saja seluruh akarnya mencenkeramku, lalu aku pun limbung padahal sebelumnya aku kuat.

Pergolakan menjadi begitu kuat, saling berbalas asumsi satu sama lain, antara harus melemahkan atau menumbuhkan lebih rimbun bunga - bunga kertas yang seharusnya musnah.

Hingga akhirnya aku harus dengan paksa membakar seluruhnya, agar ia tak terus menerus mendesakku, agar bunga - bunga itu tidak semakin membuat aku mabuk kepayang.

Kau kulumat hingga seluruhmu sirna, meski bekas kau tumbuh menjadi lubang yang teramat menyakitkan, saat tak sengaja aku memijaknya.

Aku ingin menuliskan lagi tentang kau, bukan untuk membuatmu kembali tumbuh, namun hanya sekadar napak tilas sebuah kisah yang begitu tidak pernah seharusnya ada dalam kisahku.



21/05/18






Kumpulan belajar menulis prosais, semoga bisa bermanfaat buat kalian yang sudah mampir di blog saya 🙏

03/01/2019         DBaniK

Tamu Prosa Blog Dbanik

Judul : Masih Sanggupkah Kau Bertahan? Karya : Dian Ahmad  Tatap mata yang kian meredup, menampakan duka yang sepertinya menoreh telalu dala...