iklan
Kumpulan Prosa
Sepenggal Kisah Kopi dan Aku
Ini yang kesekian kalinya aku duduk termangu. Merangkum kembali serpihan kisah yang telah terlanjur beranak pinak. Menjelma kidung di lembah sunyi, di mana aku berpijak, untuk saat ini.
Aku telah lelah mencumbu semu, dan semstinya tidak ada yang harus patah, jatuh, terluka, dan merasa mati di tengah gemerlap fana. Jika menyudahi saja cerita, saat endingnya belum terselesaikan.
Harus berapa lama lagi aku demikian?
Membiarkan secangkir kopi menanti inginku. Melumatnya mesra tanpa ada beban, kemudian kami saling menceritakan kisah-kisah heroik para petani kopi, hingga mereka mampu menghadirkan kau di atas mejaku.
Sekarang semua sudahlah tergerus kisah. Aku bersamamu, kopi. Namun hati dan pikiranku tak pernah ada di hadapanmu. Kita sama-sama satu ruang dan waktu, namun sudah tak seindah dulu.
Aku bercerita tentang kepedihan, kopi bercerita tentang aroma.
Kita sudah tidak seiring sejalan, meskipun di antara kita saling mengerti, saling memahami satu sama lain, hingga keheningan pun menjadi semakin larut, melewati waktu yang terus saja berlalu.
Saat ini ...
Bagiku, kesepian adalah keindahan tersendiri. Ketika semuanya sudah tidak seindah masa lalu, yang terpenting aku masih saja bercengkerama bersamamu;kopi, melewatkan kisah-kisah yang mulai terkubur
Dan ternyata ...
Sepi tidaklah sehoror yang orang-orang katakan, kesedihan tidaklah serumit apa yang mereka perbincangankan, selagi aku masih bisa merawat luka dengan ketabahan, bukan dengan emosi, yang bisa saja semakin melarutkan diri pada kenestapaan. Lalu, ingatan coba untuk melupakan, bagaimana caraku menyeduhmu;kopi
07/12/2018
Baca juga: kumpulan-prosais.
SEPENGGAL PAGI
Ada sepenggal pagi di mana aku disuguhi luka, hingga dada ini tercabik, lalu aku hengkang dari seluruh kekuatan yang kumiliki, aku terkoyak!
Sepenggal pagiku entah! Sebab, kemurungan merangsek, masuk menguasai segenap jiwa, menyelimuti kepingan-kepingan bahagia, hingga pengap nyaris membunuhku.
Cuma tangis yang kubisa, menyuarakan sayatan-sayatan luka, yang baru saja terbentuk, di antara luka-luka lain yang belum sembuh benar!
Bagaimana aku melewati semuanya? Aku serasa mati! Terbuang di tengah hingar bingarnya asa-asa yang kulangitkan, semua nyaris memadamkan suluh-suluh jiwaku.
Sepenggal pagi, aku meronta! Merobek lengang langit, berharap ini mimpi semata, jika ini bukan cerita kehilangan yang sesungguhnya! Bangunkan aku ...!
230219 DBaniK ☕ π
Gebu
Ini malammu, Puan. Aku di sisi tempatmu berdiam. Bulan baru saja kupadamkan, agar cahayanya tak mengalahkan pesonamu. Sebab, hanya kau, yang merajai singgasana, tempat bertahta amlas asih.
Biar saja malam larut, selarut engkau dan aku. Pada hening yang paling hening, hanya desah, yang membicarakan perihal gebu, yang terlahir dari rahim rasa.
DBaniK ☕ π π
240219
Wigati Tumbuh Dewasa
Masih terngiang derai tangismu memecah sunyi, membangunkan lelap tidur Ayah dan Ibumu, sebotol susu itu telah habis kau reguk ternyata.
Kau bidadari kecil, di tengah gelisah Ayah dan Ibumu, di saat hidup sedang tidak berpihak kepada mereka.
Tahukah kau Wigati? Cucuran keringat mereka, habis untuk susu yang kau minum setiap hari, membeli makanan pabrik, biar kau seperti layaknya anak-anak yang lain.
Airmata Ayah dan Ibumu mungkin saja telah mengering, demi menumbuhkan kau, menjadi bidadari yang cantik tanpa kekurangan gizi.
Tulang-tulang Ayah dan Ibumu terkoyak, bebannya melebihi kapasitas. Itu demi baju-baju yang melekat di tubuhmu, sebab, mereka tak ingin kau terlihat lusuh, di antara riuh tawa anak-anak sepermainanmu.
Kau pun tumbuh menjelma bidadari, cantik dengan lesung pipit yang terwarisi dari Ibumu, Ibu yang semakin menua dimakan usia, Ibu yang tak terurus karena semua demi kau. Tahukah kau, Wigati?
Kini kau menjelma gadis, layaknya kembang yang mekar, mengeluarkan aroma mewangi, memikat setiap kumbang yang melihat kau.
Kau ranum, terbentuk dari kasih sayang Ayah dan Ibumu, kau menjelma perawan, elok seelok bulan purnama, kau memiliki segala apa yang kau mau. Meski Ayah dan Ibumu perlahan lemah, sebab telah habis seluruhnya tercurah untukmu.
Kini kau telah dipetik sebagai mempelai wanita, duduk bersanding bagai ratu, bertahta kebahagiaan yang telah terbingkai dalam kepalamu.
Tahukah kau Wigati, pelupuk kedua orangtuamu telah basah oleh airmata, meski mereka tak rela melepaskanmu, namun semuanya memang harus terjadi.
Ingatlah kau Wigati, sayangi Ayah dan Ibumu. Walau rasa yang kau miliki telah terbagi, namun Ayah dan Ibumu, adalah cinta sejati yang kau miliki, mereka kekal sepanjang waktu.
DBaniK 230418 ☕π
Kau
Tadi malam, kau datang dalam benak, menggelayut seperti embun, di pucuk daun, berayun dimainkan angin.
Kutepis kau enggan. Katamu, kau menunggu untuk kujamah. Padahal sudah berulang kali tak kuhiraukan, lalu, kepada hati kusampaikan, agar sejenak mengajaknya bermain, sambil kucumbu secangkir kopi pekat tanpa susu. Ah, sudahlah, lupakan saja!
Ia masih merengek dan enggan pergi. Aku menyerah! Ia terus menerus merayu, untuk sejenak saja singgah. Aku bisa apa jika sudah demikian adanya?
Kupersilahkan saja ia duduk, di serambi rasa. Ada canggung ketika aku harus memulainya, karena kita memang sudah lama tak saling menyapa dalam ingatan.
Satu jam berlalu ...
Pada sesap terakhir kopi di cangkirku, yang telah kuyup oleh kenanganmu. Aku coba berujar ...
"Kita memang pernah seia sekata, bercerita tentang indahnya, cinta. Bahkan hingga puluhan malam telah kita larutkan bersama, namun itu dulu! Tidak untuk saat ini. Sebab, semuanya telah mati, terkubur di zaman yang entah!"
Ia pun berlalu, tak ada gaduh seperti biasanya. Hanya ada sisa isak, yang terngiang dalam kepalaku.
260219 ☕ππ DBaniK
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Tamu Prosa Blog Dbanik
Judul : Masih Sanggupkah Kau Bertahan? Karya : Dian Ahmad Tatap mata yang kian meredup, menampakan duka yang sepertinya menoreh telalu dala...
-
Resep Tahini Brownies Halo sobat blogger semua, kita jumpa lagi di kesempatan ini ya, dan kali ini saya akan memberikan resep tahini ...
-
Resep Membuat Glotak Makanan Khas Tegal Kali ini saya akan membagi resep glotak, makanan khas Tegal yang tentunya sangat lezat dan ni...
-
Kumpulan Flash Fiction Contoh. Di Ruang Tunggu. Aku terdiam meskipun duduk bersebelahan dengan Ayah. Bukan karena aku tak sayang,...
No comments:
Post a Comment