iklan
Kumpulan Puisi Mini.
Selamat malam kekasih, lelaplah engkau di pangkuan malam, petiklah mimpi untuk kau ceritakan kepada aku, yang engkau panggil, Tuan.
05/08/2018
π
Bukan Itu...
Dik, tahukah engkau? Jika aku hanya memainkan kata-kata, merangkainya sedemikian indah, lalu engkau membacanya sebagai nyata.
Aku hanya bermain kata, lalu kenapa engkau bermain rasa?
Salahku apa, jika sekarang kau terluka karenanya?
Uajrmu penaku bak belati, yang siap merobek setiap tarikan napasmu, saat diksinya mulai kaubaca, dari bait ke bait.
Dik, maafkan aku.
05/08/2018
π
Airmata...
Tidak bisa kau artikan kepedihan semata, sebab banyak juga airmata yang tertumpah oleh rasa haru pun bahagia, meskipun pecahnya sama, namun ia tak membuat ngilu saat menghantam dinding rasa.
10/08 /2018
π
Kepergian.
Kaupun beranjak pergi meski kutahu hatimu tertinggal, bahkan tak ada airmata yang tertumpah, karna kau menggenangkannya di pelupuk matamu.
Kau tak berharap aku menahanmu, meski sebenarnya tanganmu kosong tanpa jamahku.
12/08 /2018
π
Kita.
Kita pernah khidmat di hadapan cinta, berdiam bersama di antara riuh ramai. Tak pernah sekalipun rasa kita berpaling, meski yang lain menawarkan aroma yang lebih harum.
Airmata pun kita sakralkan, hingga tak tertumpah di sembarang keadaan, sebab kata perih nyaris punah, pada setiap situasi yang kita ciptakan.
13/08 /2018
π
Lelaki Penuh Luka.
Lelaki itu berkabung, hatinya dipenuhi rimbun luka. Musim yang dituai ialah kemarau, dan siap menggugurkan bahagia yang dulu pernah kuberikan.
Perempuan itu tidak mau tahu, ia memilih membutakan nurani. Menghapus jejak πΎ hingga tiada satu jua yang tertinggal di sana.
Apakah yang kalian lakukan?
Pijar cahaya redup dan mengabu, lautan jiwa mengering.
Satu lagi kisah terpahat, meski kisah - kisah lalu sudah banyak kau baca pada masa yang pernah terpijak.
Apakah belum cukup?!
14/08 /2018
Tunggu aku di bibir senja, Dik. Basuh peluhku dengan senyum tabahmu, meski yang aku berikan belum cukup untuk membeli bahagia kita.
13418 @DBanik
Puisi Mini.
Seulas senyummu, mampu meredakan badai di laut jiwaku; Ibu. Walau hanya dalam bingkai berdebu.
@DBanik
Puisi Mini.
Aku sudah melarung kenangan, di ambang sore tadi. Berharap ia mengikuti ke mana ombak membawanya, jauh hingga mata tak mampu melihatnya.
@DBanik
Puisi Mini.
Mungkin lain waktu kau akan mengerti, betapa kerdilnya rasa tanpa sentuh. Serupa rapuhnya daun kering di embus angin, hingga arah pun menjadi tak berarti.
@DBanik
Puisi Mini.
Secangkir kopi dingin di teras rumah, yang selalu menunggu sebuah kepulangan, ini sudah kesekian kalinya, sejak terakhir kali kulihat punggung kepergianmu.
Baca juga: Kumpulan puisi.
12/01/2019
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Tamu Prosa Blog Dbanik
Judul : Masih Sanggupkah Kau Bertahan? Karya : Dian Ahmad Tatap mata yang kian meredup, menampakan duka yang sepertinya menoreh telalu dala...
-
Resep Tahini Brownies Halo sobat blogger semua, kita jumpa lagi di kesempatan ini ya, dan kali ini saya akan memberikan resep tahini ...
-
Resep Membuat Glotak Makanan Khas Tegal Kali ini saya akan membagi resep glotak, makanan khas Tegal yang tentunya sangat lezat dan ni...
-
Kumpulan Flash Fiction Contoh. Di Ruang Tunggu. Aku terdiam meskipun duduk bersebelahan dengan Ayah. Bukan karena aku tak sayang,...
No comments:
Post a Comment