February 2019

iklan

Kumpulan Prosa


Kumpulan Prosa


Sepenggal Kisah Kopi dan Aku


Ini yang kesekian kalinya aku duduk termangu. Merangkum kembali serpihan kisah yang telah terlanjur beranak pinak. Menjelma kidung di lembah sunyi, di mana aku berpijak, untuk saat ini.

Aku telah lelah mencumbu semu, dan semstinya tidak ada yang harus patah, jatuh, terluka, dan merasa mati di tengah gemerlap fana. Jika menyudahi saja cerita, saat endingnya belum terselesaikan.

Harus berapa lama lagi aku demikian?

Membiarkan secangkir kopi menanti inginku. Melumatnya mesra tanpa ada beban, kemudian kami saling menceritakan kisah-kisah heroik para petani kopi, hingga mereka mampu menghadirkan kau di atas mejaku.

Sekarang semua sudahlah tergerus kisah. Aku bersamamu, kopi. Namun hati dan pikiranku tak pernah ada di hadapanmu. Kita sama-sama satu ruang dan waktu, namun sudah tak seindah dulu.

Aku bercerita tentang kepedihan, kopi bercerita tentang aroma.

Kita sudah tidak seiring sejalan, meskipun di antara kita saling mengerti, saling memahami satu sama lain, hingga keheningan pun menjadi semakin larut, melewati waktu yang terus saja berlalu.

Saat ini ...

Bagiku, kesepian adalah keindahan tersendiri. Ketika semuanya sudah tidak seindah masa lalu, yang terpenting aku masih saja bercengkerama bersamamu;kopi, melewatkan kisah-kisah yang mulai terkubur

Dan ternyata ...

Sepi tidaklah sehoror yang orang-orang katakan, kesedihan tidaklah serumit apa yang mereka perbincangankan, selagi aku masih bisa merawat luka dengan ketabahan, bukan dengan emosi, yang bisa saja semakin melarutkan diri pada kenestapaan. Lalu, ingatan coba untuk melupakan, bagaimana caraku menyeduhmu;kopi



07/12/2018


Baca juga: kumpulan-prosais.


Kumpulan Prosa


SEPENGGAL PAGI



Ada sepenggal pagi di mana aku disuguhi luka, hingga dada ini tercabik, lalu aku hengkang dari seluruh kekuatan yang kumiliki, aku terkoyak!

Sepenggal pagiku entah! Sebab, kemurungan merangsek, masuk menguasai segenap jiwa, menyelimuti kepingan-kepingan bahagia, hingga pengap nyaris membunuhku.

Cuma tangis yang kubisa, menyuarakan sayatan-sayatan luka, yang baru saja terbentuk, di antara luka-luka lain yang belum sembuh benar!

Bagaimana aku melewati semuanya? Aku serasa mati! Terbuang di tengah hingar bingarnya asa-asa yang kulangitkan, semua nyaris memadamkan suluh-suluh jiwaku.

Sepenggal pagi, aku meronta! Merobek lengang langit, berharap ini mimpi semata, jika ini bukan cerita kehilangan yang sesungguhnya! Bangunkan aku ...!




230219 DBaniK ☕ 👈





Kumpulan Prosa



Gebu



Ini malammu, Puan. Aku di sisi tempatmu berdiam. Bulan baru saja kupadamkan, agar cahayanya tak mengalahkan pesonamu. Sebab, hanya kau, yang merajai singgasana, tempat bertahta amlas asih.

Biar saja malam larut, selarut engkau dan aku. Pada hening yang paling hening, hanya desah, yang membicarakan perihal gebu, yang terlahir dari rahim rasa.

DBaniK ☕ 👈 😊



240219





Kumpulan Prosa


Wigati Tumbuh Dewasa



Masih terngiang derai tangismu memecah sunyi, membangunkan lelap tidur Ayah dan Ibumu, sebotol susu itu telah habis kau reguk ternyata.

Kau bidadari kecil, di tengah gelisah Ayah dan Ibumu, di saat hidup sedang tidak berpihak kepada mereka.

Tahukah kau Wigati? Cucuran keringat mereka, habis untuk susu yang kau minum setiap hari, membeli makanan pabrik, biar kau seperti layaknya anak-anak yang lain.

Airmata Ayah dan Ibumu mungkin saja telah mengering, demi menumbuhkan kau, menjadi bidadari yang cantik tanpa kekurangan gizi.

Tulang-tulang Ayah dan Ibumu terkoyak, bebannya melebihi kapasitas. Itu demi baju-baju yang melekat di tubuhmu, sebab, mereka tak ingin kau terlihat lusuh, di antara riuh tawa anak-anak sepermainanmu.

Kau pun tumbuh menjelma bidadari, cantik dengan lesung pipit yang terwarisi dari Ibumu, Ibu yang semakin menua dimakan usia, Ibu yang tak terurus karena semua demi kau. Tahukah kau, Wigati?

Kini kau menjelma gadis, layaknya kembang yang mekar, mengeluarkan aroma mewangi, memikat setiap kumbang yang melihat kau.

Kau ranum, terbentuk dari kasih sayang Ayah dan Ibumu, kau menjelma perawan, elok seelok bulan purnama, kau memiliki segala apa yang kau mau. Meski Ayah dan Ibumu perlahan lemah, sebab telah habis seluruhnya tercurah untukmu.

Kini kau telah dipetik sebagai mempelai wanita, duduk bersanding bagai ratu, bertahta kebahagiaan yang telah terbingkai dalam kepalamu.

Tahukah kau Wigati, pelupuk kedua orangtuamu telah basah oleh airmata, meski mereka tak rela melepaskanmu, namun semuanya memang harus terjadi.

Ingatlah kau Wigati, sayangi Ayah dan Ibumu. Walau rasa yang kau miliki telah terbagi, namun Ayah dan Ibumu, adalah cinta sejati yang kau miliki, mereka kekal sepanjang waktu.

DBaniK 230418 ☕👈




Kumpulan Prosa


Kau


Tadi malam, kau datang dalam benak, menggelayut seperti embun, di pucuk daun, berayun dimainkan angin.

Kutepis kau enggan. Katamu, kau menunggu untuk kujamah. Padahal sudah berulang kali tak kuhiraukan, lalu, kepada hati kusampaikan, agar sejenak mengajaknya bermain, sambil kucumbu secangkir kopi pekat tanpa susu. Ah, sudahlah, lupakan saja!

Ia masih merengek dan enggan pergi. Aku menyerah! Ia terus menerus merayu, untuk sejenak saja singgah. Aku bisa apa jika sudah demikian adanya?

Kupersilahkan saja ia duduk, di serambi rasa. Ada canggung ketika aku harus memulainya, karena kita memang sudah lama tak saling menyapa dalam ingatan.

Satu jam berlalu ...

Pada sesap terakhir kopi di cangkirku, yang telah kuyup oleh kenanganmu. Aku coba berujar ...

"Kita memang pernah seia sekata, bercerita tentang indahnya, cinta. Bahkan hingga puluhan malam telah kita larutkan bersama, namun itu dulu! Tidak untuk saat ini. Sebab, semuanya telah mati, terkubur di zaman yang entah!"

Ia pun berlalu, tak ada gaduh seperti biasanya. Hanya ada sisa isak, yang terngiang dalam kepalaku.




260219 ☕👈😊 DBaniK

               

Kisah Si Mbah Dan Bejo (11-12)


Kisah Si Mbah Dan Bejo (11-12)


Bejo Bertemu Hantu


Pada suatu malam yang entah, Bejo berjalan sendirian, tak ada penerang pun di jalan yang dilalui.

Kebayang gak sih, jika tiba-tiba ada yang nyapa.

"Hai ganteng, godain kita dong!"

Bejo clingak- clinguk mirip kera, tapi gak sakti sih. Sungguh, tiada manusia sebiji pun dilihatnya.

"Hai ganteng, nyariin aku ya? "

Ebujuk, suara itu nyapa dia lagi, nyari soal nih cewek, menurut hati kecil Bejo loh ya.

Lelaki yang dibilang orang si pemberantasan dan rajin menabung itu menghentikan langkah kakinya.

"Main petak umpet ya, Neng?" Widih Bejo sok berani gitu.

Aslinya ntu orang rada ngeri juga, bayangin aja, di samping ada pohon gede gitu.

"Ganteng, aku di atas! "

Suara itu ngajak bicara lagi, Bejo rada kikuk buat nengok ke atas.

"Yuhu cowo!"

Merasa tertantang, akhirnya ia menengok juga ke atas.

"Jabang bayi! Emaknya tuyul!" pekiknya.

Jelas lah ya, tanpa pikir panjang ia lari sekuat tenaga, rasa kaget, takut, laper, eh, bercampur aduk jadi satu.

"Woy, badan kamu ketinggalan!" teriak si anu ( takut nyebut merk ) 

"Buat elu aja!" balas Bejo sambil berlari meninggalkan tubuhnya.

NB: ini jelas fiktif banget

Tegal 24/09/2017



Baca juga: kisah-si-mbah-dan-bejo-07-08.


Kisah Si Mbah Dan Bejo (11-12)



Bejo Bahagia



Bejo sumringah, mulutnya tak henti - hentinya bersiul, entahlah lagu apa yang dia nyanyikan, judulnya Bejo bersiul, udah gitu aja.

Si mbah tengah santai di bawah pohon asem jawa, yang kebetulan tumbuh dengan tidak sengaja, beruntung juga si mbah, sudah tanamannya subur, buahnya juga lumayan banyak.

"Mbah, anak mbarepku meh mbojo!"

"Tenane? Opo wes mantep?"

"Ya sudah lah, la wong wis gari mbojo mosok ya ndak mantep khi piye, " ujar Bejo sumringah.

"Lah yo syukurlah nek ngunu kui, mbanjur karo wong ndi, Jo?" tanya si mbah.

"Wong sebrang, Mbah. Mantep kan, ya kan, " Bejo nampak bahagia lahir dan batin.

"Weidhan tenan, mantep kui, Jo!" timpal si mbah.

"Iya dong, anakku! " Bejo membalas dengan cepat.

"Terus ngko awakke dewe bareng - bareng numpak kapal mabur neng sebrang, Jo?" lanjut si mbah.

"Ngapain, Mbah. Lah wong tinggal nyebrang kok, " ujar Bejo dengan muka polosnya.

"Maksude kui piye jajal?" si mbah bingung.

"Duh mbah, bakal mantuku kui cah sebrang kali kae loh. " Bejo menerangkan.

"Mbeldedes tenan koe, Jo! Tinggal ngomong sebrang kali wae susah!" mbah marah, diambilnya sendal butut miliknya.

Melihat gelagat si mbah, Bejo melayu sekuat tenaga, takut kena jitak si mbah.

"Ojo lali datang ya, Mbah! Hari minggu wae! " teriak Bejo sambil berlari.

"Mboh! Urak urusan!" jawab si mbah kesal.

                              ~Selesai ~




Tegal 17/08/2017

Kumpulan Belajar Prosais


Kumpulan Belajar Prosais


Semalam


Semalam ada yang datang dalam benak, menggelayut serupa embun di pucuk daun. Berayun dimainkan kantuk.

Kutepis ia enggan, katanya menunggu untuk kujamah. Padahal sudah berulang kali tak kuhiraukan, kepada hati kusampaikan agar sejenak mengajaknya bermain, sementara aku mencumbu secangkir kopi pekat tanpa susu.

Ia tetap merengek tak mau berlalu, bahkan hati menyerah jika harus terus menerus merayunya untuk tak menggangguku, aku bisa apa jika sudah demikian adanya.

Kupersilahkan saja ia duduk, di serambi rasa. Ada canggung ketika aku harus memulainya, karena kami memang sudah lama tak saling tegur sapa.

Pada sesap terakhir kopi di cangkirku, baru aku mau berujar kepadanya.

"Perempuan masa silamku. Ada apa singgah di ingatanku? Bukankah kau sudah memilih, dan itu bukan aku. Lantas untuk apa hadirmu malam ini?"





                                                         ~ D.Bani Khalman ~




03/07/2017


Baca juga: kumpulan-cerita-flash-fiction.


Kumpulan Belajar Prosais

Lain Waktu

Mungkin lain waktu saya akan kembali, senja. Membawa setumpuk kisah, akan ada yang tak biasa, karena ketiadaan resah yang sudah karam dihantam karang

Cerita yang kubawa pasti akan lebih baik, tidak seperti kemarin lalu, maaf aku sudah sembuh dari luka, waktu dengan sabar telah merawatku, hingga sedemikian adanya

Tak perlu ada lagi risau yang berlebih, karena mungkin hadirnya aku cuma sejenak saja, sekedar numpang menghabiskan sisa kopi yang belum tersentuh sejak getir mengoyak rasa

 

                ~D.Bani Khalman ~




14/07/2017





Kumpulan Belajar Prosais

Kau Menjelma Bara



Sadarkah kau, Puan. Rintik-rintik embun yang kau jatuhkan telah mengering. Bahkan pucuk-pucuk daun tempatmu bergelayut pun nyaris mati.

Teduh mata yang pernah aku jadikan tempat berteduh pun telah kehilangan auranya. Kemana perginya apa yang dulu ada pada kau?

Kau menjelma bara, Puan. Menghanguskan teduh matamu, mengeringkan pucuk-pucuk daun tempat kau berpijak. Sadar kah kau?

Cinta memang tak selamanya harus memiliki, namun setidaknya kita bisa meninggalkan kesan yang tak akan pernah lekang oleh jaman.



@DBanik 16/04/18

Cerita Pendek Humor.


Cerita Pendek Humor.

Nyaris Tak Terdengar



Udara siang ini cukup lumayan panas, Ario tengah asik memanen keringat dengan sapu tangan dekilnya.

"Aduh, nih angkot lama amat ya?!" gerutu Ario, seorang pemuda tanggung, berbadan kerempeng.

"Sabar, Mase!" sela perempuan yang sedari tadi duduk bersebelahan, sambil sesekali mengibaskan rambutnya.

"Eh, sapa kamu? Nyambung-nyambung aja, huh!" balas Ario sewot.

Tak lama kemudian angkutan tiba, dan berhenti tepat di depan mereka, yah walau kondisinya cukup lumayan sesak. Namun mau tidak mau, Ario dan orang yang sama-sama menunggu angkutan pun naik.

"Maaf, numpang lewat, Bu!"

"Ita, gak usah basa-basi, lewat saja sana!" gumam Ibu setengah baya, yang berdandan menor ala-ala artis ketoprak itu.

Angkot melaju dengan cepat, berzig zag ria, di antara ramainya jalan raya. Namun di tengah suasana dalam angkutan umum yang pengap, dan tentunya berbaur bau keringat, tiba-tiba ...

"Oaek!"

"Huek!"

"Cuih!"

Suara-suara itu riuh, memecah emosi penumpang angkot di siang yang panas itu.

"Woi! Siapa yang kentut!" teriak supir yang ikut mau muntah.

Penumpang saling tatap, mencari jawaban, pada sudut mata para penumpang lainnya, berharap mata itu mau berbicara, untuk mengakui perbuatan tuannya.

Hening, tidak ada yang berani ngaku. Ya, mungkin saja takut lah, ya! Secara di dalam angkot sudah pada mendidih darahnya, akibat bau kentut yang kelewat parah seperti bau comberan.

Akhirnya penumpang sampai juga di terminal pemberhentian terakhir, mereka bergegas turun, ada yang muntah, ada yang berludah, komplit pokoknya. Dih, jijik ya!

"Woi, itu yang kentut belum bayar!" teriak supir angkutan umum itu tiba-tiba.

"Eh, bang! Tadi aku bayar pakai uang limapuluhan!" refleks, Ario nyeletuk, untuk ngebantah tuduhan supir.

"Oh, jadi kamu pemilik bau kentut ajaib itu!" ucap sopir sambil melotot.

"Loh, abang njebak saya?" eh, Ario malah nyolot tuh.

"Tidak, saya penasaran saja, siapa sih pelaku pengentutan di angkot saya, dan ternyata kamu!"

Ario beranjak pergi, meninggalkan beberapa pasang mata, yang seolah menguliti dirinya.

"Sial! Pinter juga tuh sopir angkot!" gerutu Ario, sambil pergi berlalu, menahan malu.


Baca juga: cerita-pendek-kisah-cinta.

230219 DBaniK ☕ 👈

Kisah Si Mbah dan Bejo (09-10)

Kisah Si Mbah dan Bejo (09-10)


Bejo Pagi Ini

Weladalah, bangun tidur kok pengennya nanak nasi, rebus air. Ya sudah aku lakukan saja, kan malah bagus ini.

Bergegaslah Bejo ke dapur, melakukan apa yang ada di dalam pikirannya. Selesai memasak, ia juga cuci baju, ngepel dan apa saja tugas yang biasa dilakukan oleh istrinya.

Kopi sudah disiapkan di meja, juga sepiring singkong yang tadi digoreng, wah Bejo hebat pagi ini. Pagi yang sangat luar biasa buat lelaki gembul itu, biasanya jam segini sih dia masih molor, masih asik di dunianya, dunia mimpi.

"Mana kopinya!"

Surti istrinya sudah bangun ternyata, lalu ia pergi ke meja, duduk sambil ngucek mata, lalu nyomot singkong goreng.

"Enak ini singkong! Nagmbil di kebun mbah ya?"

"Iya!"

Bejo duduk di samping istrinya, sambil memijit pundaknya.

"Nanti belikan pembalut ya." ucap Bejo pelan.

"What! Pembalut?!" Surti kaget.

"Kenapa to ya? Ada yang aneh?" tangkis Bejo.

"Sepertinya kita ketukar deh kang! Duh iki ndak bisa dibiarkan, lha nanti aku yang nyangkul di kebun dong!" Surti panik.

"Apa iya sih? We ladalah, sepertinya benar ini, kan aku ndak bisa masak, kok ujuk-ujuk pintar masak!" Bejo kelimpungan.

Mereka berdua sepakat kembali tidur pagi ini, mereka berharap bangun dalam keadaan seperti sedia kala.



Tegal 18/02/2018



Baca juga: kisah-si-mbah-dan-bejo-06-07.
Kisah Si Mbah dan Bejo (09-10)


Si Mbah Sakit

Sudah tiga hari si mbah terbaring sakit, mungkin saja memang sudah sepuh, jadi wajar saja kalau tubuhnya kian mudah terserang sakit. Bejo memang cucu yang paling setia dibandingkan dengan yang lainnya. Pagi itu Bejo membawa serantam bubur yang dibuat istrinya, dan serantam lagi olahan daging ayam yang di opor, hmm ... baunya sangat menggugah selera tentunya. Kebetulan sekali rumah si mbah tidak dikunci, jadi Bejo bisa nyelonong masuk dengan mudah.

Di depan pintu.

"Mbah, kata Sumi, mbah lapar ya?" tanya Bejo memastikan.

"Hoak!"

Hening.

Bejo clingak-clinguk, entah apa maksudnya, hanya dia yang tahu bahasa tubuhnya.

"Mbah, sudah lapar belum? Ini Sumi masak bubur sama opor kesukaanmu lho, Mbah!" ulang Bejo lagi.

"Hoak! Hoak!"

Cucu kesayangan si Mbah yang satu itu tersenyum, dia segera menghampiri meja makan yang sudah tampak lusuh tak terurus itu, diambilnya sendok, kemudian opor ayam itu dicampur sama bubur buatan Sumi istrinya.

Sejam kemudahan si mbah keluar kamar, dia mencari - cari sesuatu, namun sepertinya apa yang dicari tak ketemu. Langkahnya sekarang menuju bale tempat ia bisa nongkrong kalau lagi suntuk, biasa di bawah pohon asem jawa di depan rumah.

Bejo tampak tertidur dengan lelap, kaos butut yang dipakainya tampak menyingkap ke atas, sehingga perut besarnya tampak menyembul. Si mbah geleng-geleng kepala, cucunya itu memang hobi sekali tidur.

"Le, bangun!" bentaknya untuk membangunkan Bejo.

Bejo kaget dan terbangun, matanya masih terlihat merah, mungkin saja aliran darah yang di kepalanya belum stabil.

"Ada apa to, Mbah? Bikin kaget saja?!" Bejo sedikit merajuk.

"Mana bubur sama opor yang kamu bawa, kok dicari tidak ada?" ujar si mbah.

"Ya tak makan to, Mbah." muka Bejo biasa saja, seperti tak berdosa.

"Lho, katanya buat saya, kok kamu yang makan itu gimana?" si mbah tak habis pikir.

"Lho, kan tadi mbah sendiri yang bilang hoak, hoak, waktu ditanya lapar apa enggak." jawab Bejo polos atau sok polos.

"Mangsudmu apa to?" Mbah rada naik darah.

"Hoak itu kan hoax to? Yang orang bilang isu, atau tidak benar, iya to?" Bejo coba menerangkan.

"Oalah, Jo. Yang tadi si mbah hoak, hoak di kamar itu karena mau muntah! Perutku memang lagi mual-mual karena masuk angin, Jo!" Mbah melotot.

"Waduh, lha terus gimana ini, wong Sumi masaknya cuma segitu - gitunya saja, kan memang sebenarnya itu khusus buat si mbah," ujar Bejo sambil garuk-garuk kepala, padahal gak gatal.

"Dasar .... "

Belum sempat si mbah meneruskan ucapannya, Bejo sudah duluan lari terbirit-birit meninggalkannya.



Tegal 11/12/2017

Kisah Si Mbah dan Bejo (07-08)

Kisah Si Mbah dan Bejo (07-08)

Judul : Bejo Nesu.

Iki Si Mbah ndukani Bejo, ingkang rewel mawon amargi dereng kagungan ugeman kangge Riyaya.

"Rumangsamu mung koe to, sing uripe nelongso? Mbanjur koe ngomongmu ora penak, Jo!"

"Lha, kan pancen aku sing lagi bingung, Mbah! Klambi rung due! Roti mbarang urung tuku! Opo meneh arep gawe opor ayam, coba!"

"Terus Si Mbah kon piye? Kon peduli ngunu karo koe?"

"Iya to ya! Kan aku putumu, Mbah!"

"Mbelgedes tenan koe, Jo! Rumangsamu duitku metu soko tuk banyu opo piye?"

"Tapi, Mbah ...,"

"Kono usaha! Ojo ming karepe njaluk pitulungan ngunu kui! Usaha sing temen, mbanjur berdoa men di ijabah!"

"Mbah ko pelit bingit?"

"Ora ngunu kui! Marai tuman koe!"

"Ojo ngono, Mbah. Paringi kene!"

"Lah kae opo koe ora weruh! Telone urung panen iks!"

Si Mbah nerangke marang Bejo sing isih ngeyel wae, tumben ini cucunya maksa banget, biasanya aja ndak gitu, ini lagi meh njaluk manja karo Si Mbah opo piye?

Eladalah, Bejo nangis karo mulih numpak pit ontele kae, Si Mbah malah ngguyu to.

Ekekekekek ....




DBaniK<<< 03/06/18


Baca juga: kisah-si-mbah-dan-bejo 05-06





Kisah Si Mbah dan Bejo (07-08)


Meh Mbojo Maneh



"Lingguh kene, Le!"
"Nggeh, Mbah!"

Aku lenggah cedake simbah sing yuswanipun sampun 75 tahun, nanging taksih bregas akas.

"Wonten menopo to, Mbah?"

"Listen-listen koe meh mbojo meneh, Le?"

"Sinten ingkang sanjang to, Mbah?"

"Alah, koe ora usah pura-pura ngono kui, mbelgedes!"

"Nganu mbah ... Ora ngono kui!"

"Semprul koe, Le! Gek penak sithik njur dadi mbabrah! Golek bojo maneh, opo ora mesakno Paiyem bojomu!" mbah menteleng ketoke nesu.

"Mbah, kan ora popo nek aku rabi meneh!"

"Kowe iso adil opo ora! Ojo dumeh koe sugih terus sak kepenake koyo ngono kui!"

"Tapi mbah ... "

"Hus! Meneng, simbah tak rampungke sik!"

"Nggeh, nggeh!"

"Jaman koe meh entuk Paiyem, koyo ngopo perjuanganmu, panas perih koe lakoni, sampe koe meh stres gara-gara Paiyem nolak cintamu. Tapi akhire deweke gelem karo koe mergo melas karo koe! Eling to, Le!"

"Iyo, Mbah."

"Jaman bar mbojo, uripmu susah. Paiyem melu susahe, di lawani melu njungkel-njungkel nggedekno anakmu kui, saiki koe wis sugih mbanjur koe meh lali, meh mbagi senengmu karo wedokan lio! Pikiranmu nang ndi, Le!"

"Iya, Mbah!"

"Paiyem kui setia, gelem kok jak sengsoro, di lawani mbiyen gelem muter dodol gorengan mbarang, opo koe ora melas nek mikir jaman semono, Le?!"

"Ojo gemagus, ojo dumeh! Nek mikir mbok yang jauh, ojo ngikuti napsumu, Le!"

"Iya, mbah!"

"Wes kono mulih, njaluk ngapuro karo Paiyem! Awas nek sampe mbah krungu koe mbojo meneh! Tak sunat pindo kapok, kowe!"

"Nggeh, nggeh mbah. Kulo pamit!"

Paijo gejlek mulih tanpo wani lingak-linguk memburi, si mbah ngawasi kanti Paijo ilang neng pengkolan. Karo ngecungi golok luandepe pol.




Tegal 16/09/2016

Cerita Humor


Cerita Humor


Di Tempat Tukang Sayur.

Ada sekitar tiga ibu-ibu tengah asik memilih-milih sayuran. Ada yang lagi megang terong, ada yang lagi mengamati kangkung, ada yang lagi menimang-nimang ayam potong dalam kemasan plastik kresek. Duh, padahal sih sama saja, Bu. Kan sudah ditimbang juga! Ih, lebay.

"Eh, Jeng! Aku ini yo kesel tenan sama bapaknya anak-anak!"

Tiba-tiba salah satu pembeli itu nyeletuk.

"Kesel gimana, Bu?"

Ibu yang sedang pegang terong menimpali ucapan Ibu yang ada di depannya.

"Jan, kebuwangeten pol wes pokoknya! Aku sampai malu, Jeng!" jawab si Ibu yang sedang curhat, sambil menutupi mukanya dengan kangkung.

"Duh, Ibu. Itu teh, kangkungnya jangan ditelen atuh!" seloroh tukang sayur.

"Yo ndak to, Kang! Wes tenang saja!" timpal Ibu yang sedang curhat.

"Memangnya ada apa, Bu? Kok sampean sampai malu?" rupanya, Ibu yang sedang menimang-nimang ayam potong dalam kresek itu mulai ikut nimbrung.

"Oalah, Jeng! Sebenarnya saya ini malu loh mau cerita! Tapi ya mau bagaimana lagi, ini gara-gara saking muangkelnya!"

"Ya sudah, Bu. Ceritain saja!"

Ibu yang dari tadi tetap masih memegang terong itu, coba untuk memberikan dukungan.

"Gini loh, Jeng! Tadi pagi kan Baim rewel. Terus diajaklah nonton DVD, film Superman itu loh, Jeng!"

"Iya, Bu. Paham. Terus?"

"Lah itu, Jeng. Yang jadi masalahnya!"

"Kan film Superman memang sudah biasa di tonton sama anak-anak, Bu." timpal Ibu yang di sebelahnya.

"Oalah, Jeng! Filmnya memang ndak masalah! Baimnya juga jadi diem ndak rewel lagi!"

"Terus, naon masalahnya, Ibu?" eh, tukang sayur ikut nimpalin juga.

"Lah iki, iki masalahnya! Setelah selesai nonton, suamiku mandi, sarapan, terus bersiap-siap mau berangkat ngantor, ee ladalah! Mosok dia memakai celana dalamnya diluar seperti Superman!"

"Aooow ...! Masa sih, Jeng!" tanya Ibu yang sudah memilih satu kantong ayam potong.

"Eta, suaminya latah?" sela tukang sayur.

"Hu'um. Untungnya dia pamitan, Jeng! Lah, kan biasanya dia lupa pamitan! Coba kalau pas lupa pamitan, terus nyampai kantor, apa yo ndak dikira somplak to, Jeng!"

Hening ...

Ibu-Ibu dan tukang sayur terdiam. Sepertinya mereka nahan pipis, soalnya mau tertawa tapi takut dosa.



DBaniK 12/02/2019.


Baca juga: cerita-humor.



Cerita Humor




"Ternyata orang jutek, sama orang baik, beda ya, Jo!"

"Beda apanya to, Mbah? Perasaan sama deh!"

"Beda, Jo! Beda!"

"Iyo, beda apanya, Mbah?!"

"Tuh, yang jutek karetnya dua! Yang nggak jutek, karetnya satu!"

"Au ah, Mbah! Bejo mumet ngobrol karo Si Mbah!"


DBaniK 16/02/2019 ☕ 👈 😄






Cerita Humor


Judul : Rejeki Dipatok Ayam.



Kemarin tetanggaku lari - lari ngejar ayam tetanggaku yang satunya lagi. His...! Ada apa to yaa...?

Terus tak hentikan saja larinya, saya pecahkan saja siang yang hening kemarin, biar ramai!

"Woi, kamu!"

"Sapa? Aku?"

"Iya to ya, kamu!"

"Ada apa kau hentikan lariku, Kisanak?!"

Aku sebenarnya mau embuh aja ngeliat dia lari ke sana ke mari ngejar ayam tetanggaku, tapi mau gimana lagi, lha wong ayamnya itu tulung-tulungan minta bantuan, ya aku harus bertindak to, yaa to?

"Kamu ini kenapa to? Ayamnya orang kok kamu kejar - kejar sampai kecapean gitu?!"

"Ya salah ayamnya to! Bukan salahku tau!"

 "Emang ayamnya pup di rumah kamu?"

"Lha ya ndak to yaa!"

"Terus salahnya apaan dia?!"

Aku balesnya rada kesal, sambil nunjuk ayam yang lagi megap-megap di bawah pohon kangkung, duh pohon kangkung? Jadi keinget rujak kangkungnya mbok Tumini kae lho!

"Wes to, kamu ndak tau permasalahannya ya diem - diem bae napa!"

"Weladalah, mbelgedes tenan kamu, Kisanak! Yo kasian ayamnya to yaa!"

"Begini, Im! Itu ayam udah matok rejeki saya! Jadi harus saya tangkap untuk balikin rejeki saya!"

"Ngahahahaha..., koe aneh! Lha mana rejekinya? Perasaan ayam itu gak bawa apa-apa!"

"Duh, Im. Capek deh! Tadi Emak bilang, kalau bangun kesiangan itu rejeki bakal dipatok ayam. Nah kebetulan tiga hari ini saya kesiangan, dan kebetulan juga saya gak dapat tarikan waktu ngojek! Kebetulan juga, tiga hari ini ya ayam itu yang mondar-mandir di rumah saya, brati dia dong yang matok!"

"Udah ya, Baim mau pulang. Baim mau bobok aja, pusing ini mah pala Baim!"

Tak beberapa lama kemudian terjadi kembali kejar - kejaran antara ayam dan temen Baim, semoga ayamnya tidak habis begadang, jadi bisa kuat lari - larian.



DBaniK 07/10/2018




Cerita Humor


Juminten dan Abang Ganteng



Saking kangennya, Juminten sudah main aja ke rumah Abang ganteng, sebenarnya sih gak ganteng-ganteng amat, namun kekasih hatinya memilih sebutan itu, sebagai panggilan sayangnya. Duh, bikin ngiri ya, bukan nganan. 😄

"Eh, ada Juminten rupanya, makin kece badai aja kamu. "

"Eh, abang ganteng, bisa aja ikh. Cubit nih pake tang."

Duh, Juminten aya-aya wae, eta teh tang mau buat nyubit aja, saking gemesnya, mungkin.

"Aw ... aww, atit au."

Padahal sih, gak beneran dicubit, ganteng udah ngeluarin gaya alaynya.

"Dih, kaga jadi cubit deh. Eh, abang ganteng puasa kagak nih?"

"Ya jelas dong, Jum. Abang ganteng gitu loh! "

"Kagak usah pake monyong, Bang. Tambah ganteng tau," hoek, cuih uhuk.

Jum membuang muka, entahlah. Mungkin cuma akting, biar terlihat cute, atau memang beneran membuang ludah. 😄

"Dih, abang gemes deh, liat kamu seperti itu." ujar ganteng sok imut.

"Tadi sahur kagak, Bang?"

"Iya, pake hatimu, Jum." tuing tuing tuing.

"Aih, ihihihi ..., terus udah pakpung belum si abang gantengku nih?"

"Masa sih, kamu gak bisa mencium wanginya sabun colek, eh sabun D**E di tubuh abang, "

"Udah lama mandinya? Apa baru tadi?"

"Sepuluh menit sebelum kamu datang, Ayank."

"Ayank? Kemarin panggilnya cinta." Juminten pukul-pukul pintu manja.

"Hhhhhhhh, iyaa deh cinta. Terus, hubungannya ama mandi apaan?"

"Tadi bilangnya puasa, bilangnya udah mandi juga. Nah, terus itu ada nasi nempel di kumis abang, kerjaan siapa yak?" Muehehehe

"Dih, cius? Abang kudu apa nih, malu apa gimana? "

"Au ah gelap, abang mbelgedes. Kita putus!"

Huaaaaaaaaaa ...!

Abang ganteng tumbang dan menangis guling-guling, cintanya kandas lagi.

Makanya jangan bohong, lagian sudah gede juga, gak puasa! Malu woi, malu!



DBaniK





Cerita Humor


"Anaknya usia berapa, Bu?"

"Tahun ini sih jalan 4 tahun, Jeng!"

"Duh, udah pinter apa aja, Bu?"

"Banyak, Jeng! Tapi yang paling membanggakan, dia pinter berhitung!"

"Oh, ya? Bisa dicoba, Bu?"

"Bisa dong, Jeng!"

Ibu itu mulai mengajak anaknya untuk mulai berhitung.

"Satu ditambah dua berapa, Nak?"

"Tiga!"

"Sembilan dikurangi enam berapa, Nak?"

"Tiga!"

"Sebelas dikurangi delapan berapa, Nak?"

"Tiga!"

"Stop, stop, Bu! Cukup, biar saya yang coba kasih soal sekarang!"

Tetangganya merasa ada yang aneh.

"Dua ditambah empat berapa, Dek?"

"Tiga!"



Tetangganya pun akhirnya kesal, tanpa berpamitan ia pulang sambil memegang keningnya sendiri.



😄 😄 😄




DBaniK 04/02/2019

Kisah Si Mbah Dan Bejo (05-06)

Kisah Si Mbah Dan Bejo (05-06)


Lebaran sudah di ambang pintu, Bejo sibuk menghitung hari dengan jarinya. Sesekali kepalanya mendongak ke atas seperti sedang berpikir.

"Sedang apa koe, Le? Dari tadi tak liat seperti orang sibuk. Lah opo sih yang kamu hitung?" tanya si mbah penasaran.

"Nganu, lagi menghitung kapan lebaran tiba, Mbah, " ujar Bejo sok sibuk.

"Gayamu, Le. Puasa kamu aja banyak yang bolong, dih malu tau sama Asep Sudrajat anaknya simbok Rumi," ujar simbah terkekeh.

"Simbah kenapa sih, aku cucumu. Malah dibandingkan sama si Asep. "Bejo nesu.

"Pulang sana, Sumi nanti nyari kamu, Le. Lah ini juga sudah jam 5 sore, meh waktune buka puasa," ucap si mbah serius.

"Simbah mau kemana to, tumben rapi? Jangan bilang mau ketemu Dewi Senja Sekali, co cuit ..., " ujar Bejo meledek.

Simbah tumben gak marah, mungkin karena sudah lelah sekali ngadepin cucu mbelgedesnya.

"Simbah mau buka puasa di rumah adikmu, pulangnya besok, Le. Bar salat subuh," ujar si mbah menerangkan.

"Nyoh kunci rumah simbah, koe jaga rumah si mbah, saiki kono balik disik, meh magrib loh. " simbah pun berlalu meninggalkan Bejo.


Baca juga: kisah-si-mbah-dan-bejo-03-04.


Jam lima pagi lebih si mbah pulang ke rumah, sesampainya di halaman, ia mendapati Bejo tertidur di bawah pohon asem, Bejo memang begitu, kalau sudah tidur, seperti orang mati suri, tak perduli badannya habis digigit nyamuk.

"Tangi woi ...!" Si mbah coba membangunkan Bejo.

Bejo kaget bukan main, ia coba menenangkan diri, lalu ia mengamati lelaki tua di depannya.

"Oalah, Mbah. Kenapa belum berangkat to ya? " tanya Bejo.

"Maksud kamu opo, Le?" Si mbah rada pusing.

"Katanya mau kerumah Martinah, kok masih di sini ki piye? " tutur Bejo.

"Mbelgedes! Berarti koe tidur dari kemarin sore, Le! Koplak tenan koe, Le!"

Bejo coba mengingat kembali, tak lama kemudian ia tersadar bahwa selepas si mbah berangkat, Bejo memang rebahan lagi di bale bawah pohon asem.

"Ya ampun, brarti aku belum buka puasa mbah, lah ini jam berapa to? " tanya Bejo bingung.

"Wis imsaaaak ...!" Teriak si mbah di telinga Bejo.

Bejo pulang tanpa kesan dan pesan, hatinya resah dan gelisah, karena ia harus tetap berpuasa.

"Hiks hiks hiks ..., " Bejo pulang dengan berlinang air mata.

"Muehehehe, rasakno. Mulane sing nurut karo si mbah!" Teriak si mbah.

Bejo terus berjalan tanpa menoleh, selera humornya hilang, jalan saja mungkin sudah tak bergairah.





Tegal 07 /06 /2017



Kisah Si Mbah Dan Bejo (05-06)


Kisah Si Mbah Dan Bejo 06

Selepas salat isa Bejo duduk-duduk nyantai di bawah pohon asem Jawa, yang letaknya tepat di depan rumah simbah, memang asik sih suasananya, hening dan syahdu ( ngomong opo koe Jo)

Dih, aroma parfum simbah begitu menyengat, padahal jarak tempat Bejo duduk ke rumah simbah itu bisa limapuluh langkah, hmmm ... Bejo mencium gelagat rancu nih.

"Mbah, mau kemana to ya?" Bejo bertanya ketika melihat simbah keluar rumah.

"Lah, ngopo tanya-tanya? Meneng ae koe, Le, " ujar simbah sambil nuntun sepeda onthel kesayangannya.

"Ditekani malah pergi, pie jal simbah kui?" Bejo merajuk.

"Meneng, Jo. Aku mau happy tau!" ealah, simbah mulai genit rupanya.

Bejo memutuskan untuk menunggu simbah, karena ia dipasrahin jaga rumah yang memang gak ada siapa-siapa lagi kalau simbah keluar, la wong simbah sudah lama jomblo iks.

Sejam menunggu akhirnya simbah pulang, raut wajahnya nampak aneh, kadang tegang kadang kendur, kadang tersipu, dih misteri apakah ini.

"Halo, Mbah. Yuhu ..., " ledek Bejo.

"Hust, jangan ganggu simbah dulu!" Mbah nesu alias marah.

"Cie ..., ada yang nesu nih muehehehe ..., " ujar Bejo ngeledek.

"Gini, Le. Simbah tak crita, tapi koe rahasiakan loh ya?" Ucap simbah sambil meletakkan bogemnya tepat ke muka Bejo.

"Iya, Mbah. Wes to ora usah ngecungi bogem, dih!" gerutunya.

"Gini nih, Le. Tadi simbah kopi darat sama Dewi Senja Sekali, waduh! Simbah isin luar biasa, Le!" Kata simbah dengan muka yang sulit digambarkan.

"Lah, malu kenapa to, Mbah? "

"Mrene, cedakno kupingmu! Aku emoh krungu wong liane." Bejo pun mendekatkan telinganya.

Tak lama kemudian mereka berdua tertawa terpingkal-pingkal. Kalau tak ingat usia, mungkin simbah sudah salto, dih jan nganeh-nganehi.

"Mbah, mbah. Seharusnya dari nama itu, simbah sudah tau siap itu Dewi Senja Sekali, " ujar Bejo dengan masih terkekeh, sesekali Bejo menengok celananya, siapa tahu ada yang rembes.

"Maksud kamu pie, Le?" muka simbah misteri sekali malam ini.

"Ngene, Mbah. Dengarkan loh ya, Dewi kui kan artinya perempuan, Senja kui iso diartikan tua, maaf loh mbah, " ujarnya sambil melirik muka lucu simbah.

"Iyo, wes lanjut maneh to!"

"Dewi Senja Sekali, nah Sekalinya itu brarti penegasan to mbah, waduh gak nyangka simbah habis ketemu sama cewek yang kenalan di kesbuk!" Bejo meledek.

"Lah itu, Le. Ketika simbah ketemuan, eh gak taunya kakak kelas mbah, jaman sekolah di SD dulu, mbelgedes tenan iks, lah wong nama aslinya itu Sumi, kok jadi Dewi Senja Sekali, mbelgedes! "

"Ya kan sama kalih simbah, namanya di ganti Lelaki Kesepian, mbelgedes!" 'ups' Bejo menutup mulutnya.

Simbah nesu, sepeda onthel kesayangannya hampir saja ia lempar ke arah Bejo, untung anak itu larinya kenceng banget, simbah duduk di bawah pohon asem, sambil sesekali tertawa terkekeh-kekeh.

"Awas mbah ngompol ...!" suara teriakan Bejo nyaring terdengar.

"Semproool ..., cucu durhaka koe, Le! "

Malam terus berjalan, meninggalkan kisah Bejo dan simbah, entahlah besok cerita apa lagi yang akan di suguhkan manusia kepada malam.

                 
                                                                   




 Tegal 04 /06 /2017

Prosais (Wigati)


Prosais (Wigati)


Wigati Tumbuh Dewasa


Masih terngiang derai tangismu memecah sunyi, membangunkan lelap tidur Ayah dan Ibumu, sebotol susu itu telah habis kau reguk ternyata.


Kau bidadari kecil di tengah gelisah Ayah dan Ibumu, di saat hidup sedang tidak berpihak kepada mereka.


Tahukah kau Wigati? Cucuran keringat mereka habis untuk susu yang kau minum setiap hari, membeli makanan pabrik biar kau seperti layaknya anak-anak yang lain.


Airmata Ayah dan Ibumu mungkin saja telah mengering, demi menumbuhkan kau menjadi bidadari yang cantik tanpa kekurangan gizi.


Tulang - tulang Ayah dan Ibumu terkoyak beban yang melebihi kapasitas, itu demi baju-baju yang melekat di tubuhmu, sebab mereka tak ingin kau terlihat lusuh di antara riuh tawa anak - anak yang lain.

Baca juga: cerita-pendek-mawar-ingin-sekolah.

Kau pun tumbuh menjelma bidadari cantik dengan lesung pipit yang terwarisj dari Ibumu, Ibumu yang semakin menua dimakan usia, Ibumu yang tak terurus karena semua demi kau. Tahukah kau, Wigati?


Kini kau menjelma gadis, layaknya kembang yang mekar, mengeluarkan aroma mewangi, memikat setiap kumbang yang melihat kau.


Kau ranum yang terbentuk dari kasih sayang Ayah dan Ibumu, kau menjelma perawan elok seelok bulan purnama, kau memiliki segala apa yang kau mau. Meski Ayah dan Ibumu perlahan lemah sebab telah habis seluruhnya tercurah untukmu.


Kau kini telah dipetik sebagai mempelai wanita, duduk bersanding bagai ratu, bertahta kebahagiaan yang telah terbingkai dalam kepalamu.


Tahukah kau Wigati, pelupuk kedua orangtuamu telah basah oleh airmata, meski mereka tak rela melepas kau, namun semua itu memang harus terjadi.


Ingatlah kau Wigati, sayangi Ayah dan Ibumu. Walau rasa yang kau miliki telah terbagi, namun Ayah dan Ibumu adalah cinta sejati yang kau miliki, mereka kekal sepanjang waktu.





23/04/2018

Cerita Pendek Kisah Cinta



Cerita Pendek Kisah Cinta


Apa Ini Yang Dinamakan Cinta



Pernah suatu hari kita berbincang, saat kita tengah bersua di satu malam yang tidak terlalu bersahabat, sebab ada mendung yang bergelayut resah di kelam langit kota tempat kita bertemu, sesekali ada sambaran kilat yang pecah menyebar, membuat angkasa sejenak bercahaya.

Kau duduk di depanku saat itu, menghadap tepat ke wajahku yang terpapar cahaya temaram lampu kota, aku sendiri tidak pernah bisa mengartikan apa itu senyum yang kau berikan padaku malam itu, aku selalu berharap itu bukan senyum bermuatan cinta, aku sudah cukup memiliki May, sebagai cinta terakhirku.

Baca juga: kumpulan-cerita-flash-fiction.


Kita memang seringkali bertemu, namun aku hanya sebagai tempat kau bercerita tentang semua kelu kesah yang kau hadapi, selepas suamimu pergi meninggalkanmu, kau marah! Kau lampiaskan kekesalan demi kekesalan pada waktu temu yang kita sepakati. Bukan untuk sebuah kencan, namun murni sebagai sarana kamu melampiaskan semuanya tentang Dion mantanmu.

Istriku tidak pernah tahu akan hal ini, bukan karena aku mau menghianatinya, bukan aku ingin menyakitinya, tapi aku lebih menjaga perasaannya, aku tidak akan memberi tahu sebab aku ingin hubunganku baik - baik saja, dan aku juga menganggap perempuan itu benar-benar hanya butuh teman curhat, itu saja tidak lebih. Hingga tak sadar semua berlangsung begitu cukup lama, dan semua masih dalam kondisi yang terkendali.

Tahun kedua adalah masa - masa sulit yang kuhadapi, di mana hati ini muncul gejolak yang begitu hebatnya, rasa yang terlahir dari temu - temu yang sering kami lakukan, dan akhirnya pada suatu hari, perempuan itu mencintaiku, dengan terang-terangan tanpa tedeng aling-aling.

"Mas, aku mencintaimu!"

Aku terdiam, mulutku mulai kelu, ini yang aku takutkan dan akhirnya terjadi, di taman itu awal kita berjumpa sudah kukatakan, agar ia tak menyimpan bara asmara untukku, dan aku berulangkali mengatakan itu kepadanya, namun apa? Malam itu kau dengan wajah memelas mengatakan seluruh isi hatimu.

"Aku sudah beristri, dan kau tahu itu!"

Ia menggeleng tanda tidak peduli dengan apa yang aku katakan, aku kelimpungan mendapati situasi seperti itu, kuhempaskan asap rokok setinggi mungkin, kuhirup lagi asap rokok yang ada di sela-sela jemariku. Aku benar-benar tidak tahu harus bagaimana, ingin rasanya aku berlari sejauh mungkin saat itu, namun ia pun tengah berada dalam kondisi jiwa yang rapuh.

"Kita jalani saja seperti ini, Mas. Aku tidak akan menuntut lebih, aku tahu kau sayang sekali sama istrimu."

Apa aku harus berteriak menyalahkan ketololanku ini, jika pertemuan demi pertemuan, kenyamanan demi kenyamanan yang aku berikan kepadanya, pastilah akan melahirkan perasaan seperti apa yang sebenarnya tidak aku inginkan.

"Baiklah, aku terima. Dengan catatan, kau tetap mencari pengganti Dion mantan suamimu."

"Aku setuju, Mas."

"Ingat, jangan pernah berharap lebih dari aku, sebab aku tidak mungkin pergi meninggalkan orang yang aku cintai demi kamu."

Kau mengangguk, lalu menatapku dengan senyuman yang akhirnya aku tahu maknanya, jika kau sebenarnya sudah lama menyimpan perasaan itu terhadapku, hanya saja kau masih mampu menahan untuk tidak mengatakannya kepadaku. Namun sekarang semuanya sudah sangat jelas, dan aku pun akhirnya mengerti.

Kita akhirnya mengikrarkan diri menjadi sepasang kekasih, pada malam yang begitu larut, lewat pecahan tawa-tawa kecil yang keluar dari ponsel, hingga waktu ke waktu dan akhirnya kita pun menggila. Sebab aku semakin larut masuk ke dalam hubungan yang tak seharusnya terjadi, meski tidak berbuat yang tak senonoh karena kita sepakat untuk saling menjaga itu, namun perhatianku kepadanya mengalahkan perhatianku terhadap istri yang setiap hari berada di dekatku, suami macam apa aku ini!

Aku tersentak saat kau menginginkan untuk hidup bersama, menginginkan adanya pernikahan, sebab katamu aku begitu berarti untukmu.

"Tidak! Aku katakan tidak!"

Percakapan yang cukup memanas via ponsel seperti biasanya, pada malam - malam yang sepi dan lengang tanpa ada siapa pun, hanya ada percakapan antara aku dan dia, hingga tak jarang telinga terasa panas akibat terlalu lama menempelkan ponsel di telinga.

"Aku tidak bisa lepas darimu, Mas!"

"Ini diluar kuasaku! Aku tidak tahu harus ngapain?!"

"Kita menikah, Mas!"

"Tidak, aku tidak mau, meski aku mencintaimu, namun rasanya tidak mungkin aku meninggalkan istriku!"

Perdebatan demi perdebatan pun akhirnya menjadi warna yang kelam pada setiap malam - malamku, aku menjadi dihantui ketakutan demi ketakutan jika tiba-tiba istriku tahu, ah aku benar-benar stres dibuatnya!

"Kita selesaikan saja, aku memutuskan untuk melupakanmu!"

Dia menangis sesenggukan, suaranya sangat begitu jelas terdengar melalui ponsel yang tengah kubiarkan tergeletak di atas meja dengan posisi masih menyala, hingga tangismu usai dan ponsel itu mati dengan sendirinya.

Sekian lama aku masih merawat luka yang telah kau sebabkan, meski berat namun ini harus terjadi, aku tidak ingin membiarkan cintamu terus tumbuh dan rimbun di hatiku, aku tak mau kau menutup seluruh rasa cintaku kepada istri yang sudah kumiliki, aku ingin tetap mencintaimu, namun bukan untuk memiliki, dan aku selalu berharap agar kau cepat menemukan seseorang yang begitu menyangimu, dan tentunya itu bukan aku.


NB: ini hanya cerita fiktif belaka, dan jika ada kesamaan nama tokoh dan tempat, ini benar-benar tidak disengaja.



Tegal 29/05/18

Kumpulan Prosais



Kumpulan Prosais

Katamu


Katamu, kita harus sabar menunggu waktu, lalu sabar yang seperti apa yang kau harapkan?

Masih ingatkah kamu, saat di tiga simpang jalan dulu? Awal aku dan kamu saling mengenal satu sama lain, sebab kamu terlihat gusar memilih jalan mana yang akan kau tuju?

Itu sudah tiga tahun lebih dua setengah bulan, kekasih! Seperti baru kemarin saja cerita itu kita mulai kan? Namun ternyata sudah banyak waktu yang kita lipat bersama, menumpahkan cerita demi cerita kita.

Sekarang Katamu aku harus menunggu kembali, seperti waktu yang sudah-sudah, kamu selalu beralasan yang sama, jika kamu masih butuh waktu untuk berpikir ulang, tentang rasa yang seharusnya sudah terbentuk sedemikian rupa, oleh pahatan-pahatan kisah manis kita.

Aku ingin sekali datang ke rumah kamu, menunjukkan seperti apa aku di mata kedua orangtuamu, meskipun akan ada pertanyaan - pertanyaan yang membuatku lelah, namun aku sudah begitu siap menerima segala konsekuensi yang akan saya terima. Yakinlah akan hal itu, kekasih!

Tapi percuma saja jika mulutmu masih terkunci, menyebabkan aku seperti di antara dua dimensi, antara nyata atau tidak? Menjadikan aku seperti berjalan di atas angin, yang sesekali harus menyeimbangkan diri agar tidak terjatuh, apa harus seperti ini mencintaimu?

Katamu aku harus terus bersabar, hingga waktu yang kamu sendiri bilang entah! Lalu apa aku harus terus begini? Menyandang gelisah lantaran usia terus saja memakan jatahku hidup di bumi ini, apakah kamu tidak ada rasa iba? Dengan membuatku terus - terusan mengharap sesuatu yang tidak bisa aku duga, aku harus bagaimana, Kekasih?

Kemarin akhirnya aku selesaikan semua, di antara riuh ramai para tetanggamu yang datang untuk berhalal bi halal, aku sudah duduk di sofa ruang tamu keluargamu, aku terdiam merenungkan, tentang segala kemungkinan yang akan aku hadapi. Kau terlihat gelisah, menatapku dengan rasa cemas.

"Hei! Ada apa dengan kamu, Kekasih?"

Aku bisikan pertanyaan itu, kamu tertunduk lemas, aku semakin yakin, jika aku tidak akan pernah menjadi bagian dari keluargamu. Lihatlah sorot matamu, begitu kosong tidak seperti biasanya, kau menjadi pendiam dan tak ada canda-canda yang seperti biasanya kau lakukan terhadap aku!

Kini aku mengerti semua alasan yang aku anggap tidak masuk akal, dengan menahah segala keinginanku untuk menemui kedu orangtuamu. Betul! Mereka menolak aku menjadi bagian dari mereka, mereka terlalu naif memandangku, iya! Memang betul aku bukan apa-apa, namun aku tidak mau dipersalahkan atas rasa cinta yang begitu kuat tumbuh di dalam hatiku!

Aku pulang dihantar desah tangismu, rasanya begitu menyayat hati aku sakit! Aku terluka! Dan aku tidak mendapatkan apapun selain cibiran tentang aku. Aku melangkah dengan begitu berat meninggalkan rumahmu yang bercat putih, berpagar besi dan penuh dengan keangkuhan yang tercipta dari bahasa kedua orangtuamu, dan aku benar-benar menganggap ini tak adil!

"Aku pulang, Kekasih."

Langkahku tak sama lagi, sebab ada beban baru yang mesti aku tanggung, sebuah rasa sakit yang teramat, hingga langkah ini terasa gontai, seluruh yang kulihat di depanku seakan menertawakan ketololanku saat itu, hingga aku ingin berteriak memaki diriku sendiri.

Cerita kita masih berlanjut, Kekasih! Sebab kita sudah saling mencintai, tanpa ada syarat - syarat seperti apa yang telah kedu orangtuamu katakan kepadaku malam itu, kita hanya tinggal menunggu waktu, hingga Tuhan yang akan membuka seluruh jalan untuk aku mendapatkan kau, Kekasih!

19/06/18


Baca juga: prosais-nisanak.


Kumpulan Prosais

Malam Yang Entah



Entah kenapa malam ini aku ingin sekali berpuisi, memuisikan apa saja tentang kamu, kamu yang pernah singgah di hati, sebagai kekasih.

Semua memang sudah tidak seindah dulu, karena jalan kita pun sudah tak sama lagi, namun kerinduan akan kamu seringkali mengganggu di saat aku tengah sendiri memeluk sepi, seperti malam ini.

Aku pernah memanggil kamu "kekasih" dan itu teramat dalam dari hati yang paling dalam, sebab aku tidak pernah main - main kalau soal rasa, karena aku tahu rasanya patah hati, yang telah berkali-kali pernah menghantamku.

Kita memang akhirnya memilih untuk saling melupakan, karena sesuatu hal, bukan lantaran aku atau kamu saling menyakiti, namun hanya soal waktu saja yang tidak tepat atas pertemuan kita.

Jujur, hingga saat ini aku masih tidak mengerti, atas takdir yang membuat kita sampai begini? Kita bagai melukis cinta di atas air, namun sejenak hilang terbawa riak yang disebabkan gerak angin.

Aku entah, dan kamu juga entah soal rasa, kita sama-sama tidak tahu kenapa semuanya terjadi begitu saja, tanpa kita sadari semua sudah terlalu larut dan menyebar di segala penjuru hati, hingga seakan kita lupa akan apa yang ada di belakang kita.

Malam ini aku teramat rindu sapa di antara kita, di saat hening mulai hadir menyergap, lalu kita bercengkerama di kisi - kisi waktu yang ada, meski tanpa sentuh, namun kita seakan berada pada satu dimensi ruang dan waktu.

Kekasih, yang dulu pernah singgah, malam ini aku merindumu, aku tidak tahu mesti senang atau sedih, sebab itu sudah tidak penting lagi, sebab rindu ini hanya akan berlalu begitu saja, dan tak akan pernah ada jamah dari kamu.

Aku sudah melarung semua kisah yang pernah aku dan kamu ciptakan bersama, dan aku pun sebenarnya ingin sekali melupakan apa saja yang pernah terjadi, hingga rasa ini sama persis ketika aku belum mengenalmu.

Semoga kelak tidak akan pernah ada cerita seperti ini lagi, aku sudah begitu lelah. Aku telah jatuh ke dalam lautan fantasti yang cuma menghasilkan euporia sesaat saja, dan itu sungguh membuatku semakin sadar, jika aku tidak akan pernah lagi untuk mengulangi kisah yang sama.

Cukup denganmu saja aku begini, tidak dengan siapa pun juga kelak, itu yang selalu aku pinta, sebab apa - apa yang pernah kita ciptakan bersama, kini menjadi luka yang begitu membekas dalam hidupku, hingga butuh waktu lama untuk mengembalikannya seperti sedia kala.

Selamat malam buat kamu yang pernah aku panggil kekasih, aku hanya ingin kamu tidak terluka seperti aku, sebab kau butuh lelaki selain aku, dan jalanmu masih terlampau panjang, teruskan melangkah dan jangan berhenti di aku. Pergilah...

Tegal 19/06/18


Kumpulan Prosais

AKU

Seminggu sudah aku menelan getir, rasanya begitu pahit menghujam Qalbu, jangankan nyenyak, makanpun terasa hambar, bagai di paksa mengunyah pil pahit saja! Aku mengerang, namun batin masih sama, kosong!

Semilir angin, hanya mendinginkan ragaku, tapi tidak dengan hatiku, aku terpuruk saja bagai kain tak berpola, teronggok di cucian baju kotor! Ah! Aku kepayahan!

Hari ini, aku coba tafakur menunduk di hadapan Illahi, memohonkan diri sendiri, atas ketololanku! Yang sudah jauh dari kasih- Nya, aku menggila di rundung duka, padahal itu tak boleh terjadi! Ya Rabb ampuni aku.

Sudah! Aku sudah lelah, lelah dengan semua ini, telaga air mata sudah mengering, aku menunggu guyuran hujan, agar telagaku kembali teduh, tak lagi kerontang! Ku hempas saja perih ini, ku telan saja pil pahit hidupku, sekali telan saja, biar pahitnya cepat lenyap!

Aku, mau menjemput pagi, laksana katak menanti hujan, aku akan terbahak menyanyikan lagu kehidupan! Tak akan ada lagi perih, semua rasa coba ku netralkan, penawar segala racun kehidupan, adalah tetap bersyukur, bersyukur atas ketetapan- Nya.


Dwi Bani Khalman 15052016

Kisah Si Mbah Dan Bejo (03-04)


Kisah Si Mbah Dan Bejo (03-04)


Bejo Dan Si Mbah Nonton Bola.




Pertandingan antara Korea melawan Meksiko tengah berlangsung dengan seru, Bejo dari tadi teriak-teriak sambil memberikan komentar - komentar yang malah membuat Si Mbah menjadi gagal fokus menyaksikan pertandingan bola tersebut.

Entahlah, sebenarnya Bejo itu dukung yang mana, pasalnya setiap Korea diserang, Bejo kegirangan, dan begitu sebaliknya ketika Meksiko diserang balik eh Bejo kegirangan juga, lah kan Si Mbah jadi bingung sama cucunya yang satu ini, sudah gitu suaranya kuenceng banget.

Sudah beberapa cangkir saja kopi habis, padahal baru babak pertama saja belum selesai, terus itu singkong goreng juga sudah habis tak tersisa di piring, Si Mbah kesel bukan main sama Bejo, lah wong kok ya keterlaluan gitu. Si Mbah diam tapi sambil ngedumel, mungkin karena suara Bejo lebih kenceng, jadi Bejo tidak mendengarnya.

Babak pertama pun berakhir, waktunya istirahat buat para pemain, Bejo kaget, Si Mbah sudah tidak ada di sebelahnya, berarti dari tadi Bejo teriak-teriak sendirian dong! Kamu sih Jo, Si Mbah marah tuh, Si Mbah memilih masuk ke rumah dan tidur, sedangkan Bejo di luar, karena televisi memang sengaja dibawa ke luar buat nonton bareng.

"Lah piye ini? Aku harus sampe pagi jagain tv dong!"

Bejo ngedumel sendirian, sudah gitu tidak ada jatah kopi lagi, kan pintu rumah Si Mbah di kunci dari dalam, saking keselnya beliau mungkin. Gorengan singkong pun sudah ludes masuk ke perut Bejo, sedangkan Bejo paling tidak betah menahah lapar, ya sudah terima saja Jo, kan koe sendiri yang bikin Mbah kesel.

"Duh, Mbaah! Bangun!"

Bejo mencoba membangunkan Si Mbah, ya jelas ndak mau, kan kamu bising kalau nonton bola, lah Si Mbah itu sudah sepuh, mendengar koe teriak - teriak gitu ya jelas bisa copot jantungnya lama - lama, maka dari itu Si Mbah memilih pergi saja lalu tidur, mungkin saja telinga beliau di tutup dengan kapas, lah wong dari dalam rumah saja suara Bejo terdengar begitu kencang sekali.

Akhirnya Bejo melanjutkan menonton sepak bola babak kedua, namun kali ini tidak ada suara teriak - teriak Bejo, mungkin saja dia takut lapar dan haus kan sudah tidak ada amunisi lagi yang bisa buat ngeganjel perutnya, rasakan kamu Jo, makanya jangan teriak - teriak kalau lagi nonton bola sama Si Mbah, kan beliau sudah sepuh.

Bejo memang begitu kalo nonton sepak bola, teriak - teriak gak inget waktu, makanya di rumah sendiri dilarang keras nonton bola, lah wong tetangga kanan, kiri, depan dan belakang pada ngamuk, makanya dia nonton di rumah Si Mbah yang memang agak jauh dari tetangga, namun tetap saja jadi masalah buat Si Mbah. Hahahaha...




Baca juga: kisah-si-mbah-dan-bejo-02.



24/6/18


Kisah Si Mbah Dan Bejo (03-04)





Bejo Punya Ponsel Baru





Bejo terlihat senyum - senyum sendiri dengan bolak-balik mengusap layar ponselnya, ada apa to? Lah wong Bejo kan sudah lama tidak mainan kesbuk, tapi apa ya dia lagi hobi mainan game kaya anak-anak muda jaman now gitu? Halah ya gak mungkin juga, wong Bejo itu gak bisa main game juga.


Ya mbuh juga sih, sedari tadi kok ya mesam-mesem sendiri di bawah pohon asem Jawa yang suejuk sekali, karena semilir anginnya itu loh, yang bikin suasana semakin suejuk sekali, itu Bejo keasikan mainan ponsel sambil leyeh-leyeh, Si Mbah malah belum keluar dari rumah, mungkin saja beliau sedang istirahat, kan lagi puasa.


Sudah berjam-jam itu Bejo di situ, betah pol Bejo di bawah pohon asem, tapi tumben gak ndlosor terus ngorok seperti biasanya, ini tumben sekali kan? Wong Bejo kan sudah terkenal tukang molor gitu, makanya hari tumben sekali dia tetep bugar, apa dia lagi seneng karena sudah beli baju lebaran?


We ladalah, saiki malah wes mapan tidur si Bejo, itu perutnya mbok ya ditutupi, pakai keliatan segala, sudah perutnya besar di buka lagi, tar kalau nyamuk pada datang, senang tuh mendarat di perutnya hahahaha... Tutup Jo, tutup! Tar kena angin masuk angin loh! Hahahaha...


Widih, ternyata ponsel Bejo baru! Pantesan dari tadi di elus-elus terus, wah jangan - jangan Bejo dapat banyak THR nih, jadi bisa beli ponsel keluaran terbaru, yang lagi ngetrend pula! Amazing nih Bejo, seleranya tinggi juga ternyata, milih ponsel aja yang terlihat gaul hahahaha..., mantap koe Jo!


Iki Si Mbah tumben ndak keluar to ya? Kalau ada Si Mbah kan jadi seru tuh, apalagi Bejo cucunya punya ponsel baru, pasti mau pamer sama Si Mbahnya, mau ngkedek beliau, biar nesu seperti biasanya, uh Bejo, kasian kan Si Mbah! Jangan gitu ya Jo! Gitu-gitu itu Si Mbahmu, sayang banget juga sama koe Jo!


Lah, gak seru ah gak ada Si Mbah! Bangun dong Mbah! Lihat cucunya lagi tidur di balai bambu depan rumahmu, Mbah! Tar kebablas sampai maghrib seperti biasanya gimana coba? Bejo kan kalau sudah tidur suka gitu, sering bablas gak ketulungan, gak tau juga niru siapa? Lah wong Si Mbah dan orangtua Bejo juga ndak begitu.


Tapi ya sudahlah, itu kan urusan Bejo, orang lain mah tinggal sawang sinawang saja, kan hidup itu ya masing-masing, yang penting tidak mengganggu satu sama lain, hidup tentram, tepo sliro, tenggang rasa, hingga menciptakan suasana lingkungan yang aman sentosa, aman terkendali.


Waduh, itu Bejo tidurnya pulas sekali, lah ini waktunya sudah sangat sore, matahari saja sudah bergerak terus ke ufuk barat, semburat jingganya juga sudah terlihat merona di langit, lah itu Bejo masih asik tidur, ini bagaimana kalau kebablas lagi sampai malam, eladalah...!


Si Mbah juga sepertinya tidak ada di rumah ini, soalnya beliau itu paling rajin pergi ke Surau kalau salat, lah ini ndak ada keliatan batang hidungnya, jangan - jangan beliau lagi nginep di rumah adiknya Bejo seperti biasanya, wah Bejo ini bagaimana to ya? Apakah tidak gatel di gigitin nyamuk, sampai pules banget tidurnya.


Tak lama kemudian terdengar suara dari ponsel baru Bejo, sebuah nyanyain dangdut kesukaan Bejo, udah gitu kenceng lagi suaranya, dan Bejo pun terkejut lalu terbangun dari tidurnya.



"Oalah, sudah sore ternyata! Ini alarmnya bekerja dengan baik ternyata!"



Ucap Bejo sambil mengusap layar ponselnya untuk mematikan alarm yang ada di aplikasi bawaan ponselnya, dia senyum-senyum sendiri, lalu pergi meninggalkan rumah Si Mbah, yang memang dalam keadaan sepi, sepertinya Bejo sudah tahu kalau Si Mbah tidak berada di rumah.





13/06/18

Kisah Si Mbah Dan Bejo (02)


Kisah Si Mbah Dan Bejo (02)


Malam Minggunya Bejo Waktu Masih Jomlo!




"Eh, tar malem minggu ya?"

"Emang tak pikirin?"

"Dih, ora ngunu kui Jo! Kita kongkow aja piye?"

"Ogah, mending aku maen game mpe pageee keles!"

"Yah kok gitu? Trus kapan mo dapat jodoh woi?"

"Kan jodoh udah ada yang atur, tar juga datang sendiri!"

"Ya gak gitu juga kali, kita jangan nunggu pasrah gitu dong, cuma nunggu aja, gak ada usaha!"

"Suka - suka aku to ya, mo ngapain juga!"

"Nah, ini nih yang patut dipertanyakan? Apa koe beneran mo nunggu jodoh, apa emang malas cari pasangan hidup karena asik dengan dunia ding dongmu kui?"

"Wes to, Min. Mending sana kamu pergi sendiri, aku mah nyantai wae. Min!"

Baca juga: kisah-si-mbah-dan-bejo-01

Ini adalah percakapan jaman - jamannya Bejo masih jomblo akut, setiap malam minggu ia habiskan untuk main gim ding dong di salah satu super market yang ada di Kota, padahal untuk ke sana harus ditempuh dengan naik sepeda yang jaraknya cukup lumayan jauh, namun karena sudah kecanduan, Bejo gak peduli.


Si Mbah suka kesel sama Bejo, dari tahun ke tahun ya cuma begitu, malah kondangan terus ke teman - temannya yang semakin habis karena angkatan Bejo sudah hampir menikah semua, lah Bejo malah belum mikir apa-apa tu bagaimana, Si Mbah sudah tidak kurang - kurang menasihati cucunya, jika menikah itu wajib bagi umatnya Kanjeng Nabi, lah ini kok malah embuh tu si Bejo.


"Koe arep sampai kapan seperti itu, Jo?"

"Apane to, Mbah?"

"Lah kui, dolanan terus ora mikir mbojo, ngko kadung tua umurmu, malah sang soyo malas cari istri."

"Aku ndak punya uang buat nikah, Mbah!"

"Bagaimana mau punya uang, lah kamunya saja tidak mau nabung! Duit malah koe habiskan untuk permainan ding dong kui!"

"Aku lagi seneng, Mbah! Jadi yo wajar to ya!"

"Tapi umurmu semakin tua, Jo. Wes mulai saiki koe harus mikir, kumpulin duitnya, biar kamu menikah, kalau masih kurang nanti biar aku bantu, piye?"

"Wah kalau begitu sih Bejo mau, Mbah!"

"Tapi duitmu tak cekel aku, ndak boleh kamu pegang sendiri, kumpulkan sama Si Mbah!"

"Iyo, Bejo setuju tenan kalau begini!"

"Ya wes, mulai minggu ngarep koe cari pacar, tapi jangan macam - macam kalau belum resmi! Ndak boleh sembrono ya!"

"Sip, Mbah! Mengko kalau dapat yang cantik meh langsung tak lamar saja! Aku sebenarnya juga sudah ngebet mau nikah je!"

"Dasar mbelgedes, wes ngerti ngebet kawin kok malah nyantai!"

"Gimana to, Mbah. Kan karena ndak punya uang, makanya Bejo bingung!"

"Ya wes, pokoknya mulai minggu ngarep koe cari jodoh kamu, Jo. Jangan tidak loh ya!"


Ternyata alasan Bejo bertahan menjadi jomblo karena tidak ada biaya, padahal kalau hal itu di bicarakan sama Si Mbah, pasti beliau tidak akan tinggal diam kan Bejo cucu paling disayang, dasar Bejo saja yang memang lagi demen sama game ding dong yang lagi ngetrend di jamannya itu.



NB : ini hanya cerita fiktif belaka dan jika ada kesamaan nama tokoh dan tempat, itu bener-bener tidak disengaja.



15/07/18

Cerita Humor


Cerita Humor

Di Tempat Tukang Sayur.


Ada sekitar tiga Ibu-Ibu tengah asik memilih-milih sayuran. Ada yang lagi megang terong, ada yang lagi mengamati kangkung, ada yang lagi menimang-nimang ayam potong dalam kemasan plastik kresek. Duh, padahal sih sama saja, Bu. Kan sudah ditimbang juga! Ih, lebay.


"Eh, Jeng! Aku ini yo kesel tenan sama bapaknya anak-anak!"

Tiba-tiba salah satu pembeli itu nyeletuk.

"Kesel gimana, Bu?"

Baca juga: kumpulan-cerita-fiksi.

Ibu yang sedang pegang terong menimpali ucapan Ibu yang ada di depannya.


"Jan, kebuwangeten pol wes pokoknya! Aku sampai malu, Jeng!" jawab si Ibu yang sedang curhat, sambil menutupi mukanya dengan kangkung.

"Duh, Ibu. Itu teh, kangkungnya jangan ditelen atuh!" seloroh tukang sayur.

"Yo ndak to, Kang! Wes tenang saja!" timpal Ibu yang sedang curhat.

"Memangnya ada apa, Bu? Kok sampean sampai malu?" rupanya, Ibu yang sedang menimang-nimang ayam potong dalam kresek itu mulai ikut nimbrung.

"Oalah, Jeng! Sebenarnya saya ini malu loh mau cerita! Tapi ya mau bagaimana lagi, ini gara-gara saking muangkelnya!"

"Ya sudah, Bu. Ceritain saja!"


Ibu yang dari tadi tetap masih memegang terong itu, coba untuk memberikan dukungan.


"Gini loh, Jeng! Tadi pagi kan Baim rewel. Terus diajaklah nonton dvd, film Superman itu loh, Jeng!"

"Iya, Bu. Paham. Terus?"

"Lah itu, Jeng. Yang jadi masalahnya!"

"Kan film Superman memang sudah biasa di tonton sama anak-anak, Bu." timpal Ibu yang di sebelahnya.

"Oalah, Jeng! Filmnya memang ndak masalah! Baimnya juga jadi diem ndak rewel lagi!"

"Terus, naon masalahnya, Ibu?" eh, tukange sayur ikut nimpalin juga.

"Lah iki, iki masalahnya! Setelah selesai nonton, suamiku mandi, sarapan, terus bersiap-siap mau berangkat ngantor, ee ladalah! Mosok dia memakai celana dalamnya diuar seperti Superman!"

"Aooow ...! Masa sih, Jeng!" tanya Ibu yang sudah memilih satu kantong ayam potong.

"Eta, suami Ibu latah?" sela tukang sayur.

"Hu'um. Untungnya dia pamitan, Jeng! Lah, kan biasanya dia lupa pamitan! Coba kalau pas lupa pamitan, terus nyampai kantor, apa yo ndak dikira somplak to, Jeng!"


Hening ...


Ibu-Ibu dan tukang sayur geming. Sepertinya mereka nahan pipis, soalnya mau tertawa tapi takut dosa.





DBaniK 12/02/2019

Cerita Pendek (Pendekar Kelana)

Cerita Pendek (Pendekar Kelana)


Di tepi senja.




Dua cangkir kopi masih terlihat mengepulkan uap panasnya. Kelana tengah duduk berhadapan dengan Ayahnya, sesekali mereka menyantap singkong goreng, hasil panen dari kebun belakang milik sendiri.


"Kelana!"

"Iya, Pap!"

"Kamu kan tahu, kalau ayahmu ini telah uzur!"

"Pasti, Pap. Bukankah memang begitu kenyataannya?!"

"Hu um, Nak," Ayah menggaruk punggung, mungkin saja ada nyamuk yang berhasil mencuri sedikit darahnya.

Baca juga: cerita-pendek-kenangan.

"Ih, sial! Malam belumlah tiba, nyamuk sudah pada nyari mangsa saja!" gerutu Ayah, sambil semakin keras mengggaruk punggungnya.

"Itu gatal bukan karena panu kan, Pap?"

"Yo ndak to, Nak. Sembarangan koe!"

Kelana tersenyum kecut.

"Oh ya, Pap. Tadi sepertinya ada hal yang ingin dibicarakan?"

"Tentu, tentu, Nak. Baiklah, tak lanjutken ya!"

"Monggo, Pap!"

Ayah dengan lahap menyikat habis kopinya, ini doyan apa haus? Ah, sudahlah! Ayah memang begitu orangnya. Hih!

"Begini, Nak. Kamu harus turun gunung!"

"Untuk menyebarkan ilmu kanuragan yang sudah Pap, turunkan ya?"

"Ndak, Nak. Ilmumu belumlah cukup, mana mungkin aku berani menyuruhmu! Yang ada, koe nanti pulang dalam keadaan babak belur!"

Hening ...

Singkong goreng di piring tinggal satu, terlihat kedua orang yang tengah duduk di teras rumah itu saling mengamati singkong goreng tersebut. Ah, singkong jadi semakin keki dibuatnya.

"Ya sudah, singkongnya buat kamu saja, Nak. Ndak usah gitu melihatnya!"

Hap ...!

Singkong goreng pun telah berpindah ke mulut Kelana. Hih! Ternyata keduanya sama-sama doyan makan.


"Oh ya, Pap! Jadi, untuk apa ananda disuruh turun gunung, kalaulah bukan untuk menurunkan ilmu hebat ini?!

"Nganu ...," Ayah menggaruk punggungnya lagi, namun kali ini ia berdiri, dan menggaruk punggungnya dengan tiang penyangga rumah. Dih, gitu amat, yak!?

"Ayolah, Pap! Katakan saja! Ini bukan soal belanja bulanan, kan? Soalnya, kulkas kita sepertinya masih penuh!"

"Bukan, bukan itu!"

"Lantas?"

"Carikan istri buat, Ayah!"

"What? Pap pengen nikah lagi?!"

"Sekarang lagi musim penghujan, Nak! Dan ayah kedinginan kalau malam!"

"Tapi, Pap! Aku ndak mau punya Ibu baru! Lagian tadi Pap bilang sendiri, kalau Pap sudah uzur!"

"Mengertilah aku, Nak! Meskipun sehebat apapun ilmu silatku, meskipun aku telah uzur! Namun, aku tetap kalah sama dingin pada malam hari! Aku tetap butuh pelukan, dari seorang perempuan, setelah kepergian Gayatri, Ibumu."

"Hadeh, Pap! Oke, oke! Besok siap turun gunung, untuk segera mencari Mom baru!"

Halimun turun senja itu, dan udara pun menjadi sangat dingin, mereka berdua memutuskan untuk pindah berbincang di dalam rumah.




Selesai ...



NB: ini hanya cerita fiktif belaka, dan jika ada kesamaan nama tokoh dan tempat, ini benar-benar tidak disengaja.




11/02/2019

Belajar Menulis Prosais Tentang Cinta

Belajar Menulis Prosais Tentang Cinta
Pic: Marzena7/pixabay

Aku



Seminggu sudah aku menelan getir, rasanya begitu pahit menghujam Qalbu, jangankan nyenyak, makanpun terasa hambar, bagai di paksa mengunyah pil pahit saja! Aku mengerang, namun batin masih sama, kosong!



Semilir angin, hanya mendinginkan ragaku, tapi tidak dengan hatiku, aku terpuruk saja bagai kain tak berpola, teronggok di cucian baju kotor! Ah! Aku kepayahan!



Hari ini, aku coba tafakur menunduk di hadapan Illahi, memohonkan diri sendiri, atas ketololanku! Yang sudah jauh dari kasih- Nya, aku menggila di rundung duka, padahal itu tak boleh terjadi! Ya Rabb ampuni aku.



Sudah! Aku sudah lelah, lelah dengan semua ini, telaga air mata sudah mengering, aku menunggu guyuran hujan, agar telagaku kembali teduh, tak lagi kerontang! Ku hempas saja perih ini, ku telan saja pil pahit hidupku, sekali telan saja, biar pahitnya cepat lenyap!



Aku, mau menjemput pagi, laksana katak menanti hujan, aku akan terbahak menyanyikan lagu kehidupan! Tak akan ada lagi perih, semua rasa coba ku netralkan, penawar segala racun kehidupan, adalah tetap bersyukur, bersyukur atas ketetapan- Nya.



Baca juga: kumpulan-prosais.

DBaniK 15052016






Belajar Menulis Prosais Tentang Cinta

Perempuanku




Kesiur angin senja tadi, perempuanku. Ada gaduh kerinduan. Aku putuskan saja mencumbu kopi, pada heningnya hati, di depan jendela kamar kita.


Lalu ...


Berceritalah aku tentangmu kepada; rasa, meskipun tanpa singkong goreng, seperti lima hari yang lalu, saat amai menghantarkan rindu kepada bumi, supaya ia bisa menyusui arana. Agar tempatnya berdiam, tetap memberikan keteduhan.


Aku juga berkata kepada hati ...


Jika engkau perempuan terhebat, dalam sejarah aku mengenal kaummu, setelah; Ibu. Hingga pada dindingnya ada pahatan kasih sayang; Ibu, dan juga kasih sayangmu; perempuanku.


Engkau azura pengisi jiwaku, meski jauh jarak kerap mengebiri waktu yang termiliki. Kita tetap bisa mengasuh sepi, menina bobokan sahwa sangka. Sebab, kesetiaan telah terpasung satu sama lain, di hadapan ikrar suci.


Benar kata takdir ...


Sepasang debar yang dipertemukan waktu. Pada tepian senja, sepuluh tahun silam, kini telah menjelma sepasang kita; kau dan aku. Dalam genggam takdir, yang tengah kita jalani, saat ini, nanti, dan selamanya.





DBaniK 11:02/2019

Kisah Si Mbah Dan Bejo 01


Kisah Si Mbah Dan Bejo 01



Yang Lagi Viral.


Baca juga: kisah-flash-fiction.


"Minum air rebusan pembalut tengah ramai. Ini fenomena apa coba?"

Bejo geleng-geleng kepala sambil memantengin layar ponselnya.

"Di sisi lain, anak - anak muda tengah menciptakan kreatifitas, mempersembahkan karya - karya terbaik untuk negeri tercinta dan tentunya bisa menjadi kebanggaan orangtua, namun ada sebagian yang justru tengah tenggelam dengan kebiasaan yang tidak lazim, yaitu dengan mabuk memakai air rebusan pembalut wanita. Ini sungguh miris sekali, Mbah!"


Bejo kembali melanjutkan ucapannya. Si Mbah masih menyimak dengan tenang, sambil sesekali menyeruput kopi hitam yang masih panas.


"Jamane jaman apa to ya? Lha wong kopi panas saja sudah wuenak, kok ya malah minum rebusan pembalut! Nganeh-anehi tenan!"

"Lha maka dari itu, Mbah. Bejo kadang suka bingung dengan hal-hal yang demikian."

"Makanya koe jaga anak-anakmu, Le. Jangan sampai salah gaul!"

"Iya, Mbah. Bejo selalu ngawasi tole, kalau pulang main suka tak interogasi, aku ya takut kalau anakku salah gaul, Mbah."

"Kemarin dulu itu ramai diberitakan, banyak orang mabuk pakai lem, ada yang pakai obat batuk saset itu lho, Mbah!"



Bejo kembali meneruskan ceritanya, wajah Bejo tampak tergurat kecemasan, maklum saja, karena Bejo juga punya anak yang mulai menginjak remaja, masa - masa usia yang sudah membutuhkan perhatian.



"Iya, aku ya sudah dengar itu, Le. Miris tenan memang."



Bejo garuk - garuk kepala yang sebenarnya tidak gatal, mungkin Bejo sedang coba untuk berpikir keras, bagaimana caranya mendidik anaknya yang tengah menginjak remaja tersebut.



"Aku semakin ngeri kalau anakku main, Mbah. Apa ya mesti dimata - matai terus?"

"Ya ndak gitu juga, Le. Yang terpenting koe memberikan pengertian, mana yang baik dan mana yang tidak. Dan koe juga harus tetap waspada jika koe menemukan hal aneh sama anakmu. Ngunu kui, Le."

"Iya, Mbah. Insya Allah aku akan lebih perhatian lagi sama anakku."

"Wes, sekarang sana ambil singkong goreng yang di meja, kita lanjut ngobrol nanti."

"Siap, Mbah. Bejo ambil dulu."



Wajar jika Bejo cemas setelah membaca berita yang baru saja dilihat di ponselnya, tentang adanya alat pembalut yang dijadikan media untuk mabuk, Bejo cemas karena anaknya baru menginjak usia remaja, Bejo tidak ingin anaknya salah gaul.




09/11/2018

Kumpulan Cerita Flash Fiction


Kumpulan Cerita Flash Fiction
Pic: ThomasWolter/pixabay

#Flash_Fiction


Mawar Bukan Nama Sebenarnya


Perempuan itu bernama Mawar, ia sesenggukkan ketika banyak media seperti, koran dan majalah menyoroti tubuhnya, bahkan berbagai media televisi juga.

Kembali ia teringat sepuluh jam yang lalu, saat kekasih yang paling dicintai datang bersua ke rumah, untuk mengajak jalan-jalan menikmati indahnya kota kami.

Berbekal restu orangtua, Mawar pun pergi bersama, Paimin. Lelaki yang bakal jadi suaminya. Itu memang sudah janji paten, yang pernah Paimin ucapkan kepadanya.

Entah kenapa, saat di suatu tempat yang paling romantis dalam sejarah berpacarannya, kekasih hatinya malah memutuskan hubungan, dengan alasan, bahwa Paimin bukan lelaki yang baik buat dirinya.

Jelas, Mawar kalap. Ia maki Paimin sepuasnya, perempuan itu kesal bukan kepalang, madu yang ia punya sudah berkali-kali di hisap, sekarang dirinya mau dicampakkan begitu saja.

Mawar yang bukan nama sebenarnya itu ngamuk bagai kerasukan setan. Entahlah, kejadian selanjutnya tak mampu diingatnya lagi.

Di depan televisi, Mawar hanya bisa menangis, melihat jasadnya begitu ramai dibicarakan orang, dengan luka-luka yang begitu mengenaskan.

"Kamu kah yang mendorongku ke jurang, Mas?" ujarnya terisak.




DBaniK 30/06 /2017


Baca juga: kumpulan-puisi.



Kumpulan Cerita Flash Fiction

#Flash_Fiction

PINTU PUN TERBUKA

Pintu pun kubuka perlahan, aku tak ingin membuat seisi rumah terbangun.

Aku lanjut masuk ke dalam kamar, semua masih sama, hanya ada sedikit yang berubah saja, yaitu letak tempat tidur yang berpindah posisi.

Ada apa ini, kenapa rumahku sepi, apa seluruh penghuninya lagi pada keluar?

Kurebahkan tubuhku, rasa capek tak mampu kubendung, iya, aku lelah. Perjalanan dengan seseorang yang baru kukenal itu benar-benar membuatku lelah.

Kutatap langit-langit kamarku, entah kenapa mataku susah terpejam, padahal lelah sekali hari ini.

Deg!

Tiba-tiba aku teringat sesuatu, iya, aku teringat sesuatu yang membuatku terperangah.

"Apa aku masih hidup? Bukankah rumah ini beserta seisinya telah musnah terbakar!"

Just fiction



Tegal 08/03 /2018



Kumpulan Cerita Flash Fiction


#Flash_Fiction

Di Pinggiran Kota

Di sebuah restoran mewah, seorang anak kecil berbadan kurus, berbaju dekil, tengah asik mengamati orang-orang yang dibilang berduit, sedang bersantap ria.

Matanya tak pernah lepas menatap, di salah satu meja paling dekat dengan tempat ia duduk, di sebuah pot bunga besar, yang terbuat dari semen dan pasir. Dan kebetulan berada di antara pintu masuk.

Sesekali ia menelan ludah, lalu kembali melanjutkan untuk memperhatikan keluarga yang terlihat kaya itu. Mereka memesan begitu banyak makanan, hingga meja terlihat penuh, padahal di meja itu cuma ada empat orang, namun porsi yang dipesan sepertinya cukup untuk enam orang.

Anak kecil itu begitu tabah, tak sedikit pun beranjak. Ia tak menengadahkan tangan, padahal banyak orang berlalu lalang di depan tempatnya duduk, ada karung plastik juga gancu kecil, mungkin saja anak itu hanya seorang pemulung.

Tak lama kemudian, keluarga itu selesai menyantap makanan yang ada di meja, namun masih terlihat jelas, jika masih banyak sisa-sisa lauk yang ada, tidak mungkin juga habis, kan memang sudah terlihat sekali, porsi yang dipesan itu melebihi jumlah keluarganya.

Anak kecil berbaju lusuh itu pun beranjak dari duduknya, lalu ia pergi meninggalkan restoran mewah tersebut, sesekali ia usap perut tipisnya, mungkin dia menahan lapar, karena seharian berjalan mencari barang yang bisa ia jual kembali di pengepul barang bekas.

"Nak, berhenti!"

Dia menoleh, panggilan itu datang dari seorang pedagang kaki lima, yang kebetulan mangkal dekat dengan restoran itu.

"Kamu lapar, Nak?" tanya lelaki setengah baya itu. Mungkin saja beliau memperhatikan tingkah bocah itu.

"Tidak, Pak." jawabnya lirih.

"Tadi kulihat kau mengelus perutmu, ayo makan bersamaku, biar aku yang bayar," ujarnya.

"Terima kasih, Pak. Biar saya makan bersama keluarga di rumah, biar kami sama-sama makan nasi dan lauk yang sama dengan adikku," jawabnya tanpa ekspresi.

"Tapi, Nak. Kau tampak ingin sekali makan di tempat itu, tadi bapak memperhatikanmu." timpal pedagang kaki lima itu lagi.

"Iya, tapi dengan menelan ludah, saya sudah cukup kenyang, Pak." kata anak kecil itu.

Bapak penjual kaki lima itu melongo, jawaban yang tak pernah ia duga, keluar dari anak sekecil itu, yang sudah jelas-jelas ia tak mampu untuk masuk ke restoran itu, Bapak itu cuma bisa terdiam. Begitu hebatnya didikan orangtua anak tersebut, meski dalam keterbatasan hidup, namun tangannya tetap tak mau menengadah demi mencari belas kasihan.

"Maaf, kok bapak bisa melihatku?" ujar anak itu, sesaat kemudian tubuhnya lenyap. Betapa semakin terperanjatnya lelaki pedagang kaki lima tersebut.



Tegal 10/01/2018

NB: ini hanya cerita fiktif belaka, dan jika ada kesamaan nama tokoh dan tempat, ini benar-benar tidak disengaja.


DBaniK

Tamu Prosa Blog Dbanik

Judul : Masih Sanggupkah Kau Bertahan? Karya : Dian Ahmad  Tatap mata yang kian meredup, menampakan duka yang sepertinya menoreh telalu dala...