iklan
Cerita Pendek (Pendekar Kelana)
Di tepi senja.
Dua cangkir kopi masih terlihat mengepulkan uap panasnya. Kelana tengah duduk berhadapan dengan Ayahnya, sesekali mereka menyantap singkong goreng, hasil panen dari kebun belakang milik sendiri.
"Kelana!"
"Iya, Pap!"
"Kamu kan tahu, kalau ayahmu ini telah uzur!"
"Pasti, Pap. Bukankah memang begitu kenyataannya?!"
"Hu um, Nak," Ayah menggaruk punggung, mungkin saja ada nyamuk yang berhasil mencuri sedikit darahnya.
Baca juga: cerita-pendek-kenangan.
"Ih, sial! Malam belumlah tiba, nyamuk sudah pada nyari mangsa saja!" gerutu Ayah, sambil semakin keras mengggaruk punggungnya.
"Itu gatal bukan karena panu kan, Pap?"
"Yo ndak to, Nak. Sembarangan koe!"
Kelana tersenyum kecut.
"Oh ya, Pap. Tadi sepertinya ada hal yang ingin dibicarakan?"
"Tentu, tentu, Nak. Baiklah, tak lanjutken ya!"
"Monggo, Pap!"
Ayah dengan lahap menyikat habis kopinya, ini doyan apa haus? Ah, sudahlah! Ayah memang begitu orangnya. Hih!
"Begini, Nak. Kamu harus turun gunung!"
"Untuk menyebarkan ilmu kanuragan yang sudah Pap, turunkan ya?"
"Ndak, Nak. Ilmumu belumlah cukup, mana mungkin aku berani menyuruhmu! Yang ada, koe nanti pulang dalam keadaan babak belur!"
Hening ...
Singkong goreng di piring tinggal satu, terlihat kedua orang yang tengah duduk di teras rumah itu saling mengamati singkong goreng tersebut. Ah, singkong jadi semakin keki dibuatnya.
"Ya sudah, singkongnya buat kamu saja, Nak. Ndak usah gitu melihatnya!"
Hap ...!
Singkong goreng pun telah berpindah ke mulut Kelana. Hih! Ternyata keduanya sama-sama doyan makan.
"Oh ya, Pap! Jadi, untuk apa ananda disuruh turun gunung, kalaulah bukan untuk menurunkan ilmu hebat ini?!
"Nganu ...," Ayah menggaruk punggungnya lagi, namun kali ini ia berdiri, dan menggaruk punggungnya dengan tiang penyangga rumah. Dih, gitu amat, yak!?
"Ayolah, Pap! Katakan saja! Ini bukan soal belanja bulanan, kan? Soalnya, kulkas kita sepertinya masih penuh!"
"Bukan, bukan itu!"
"Lantas?"
"Carikan istri buat, Ayah!"
"What? Pap pengen nikah lagi?!"
"Sekarang lagi musim penghujan, Nak! Dan ayah kedinginan kalau malam!"
"Tapi, Pap! Aku ndak mau punya Ibu baru! Lagian tadi Pap bilang sendiri, kalau Pap sudah uzur!"
"Mengertilah aku, Nak! Meskipun sehebat apapun ilmu silatku, meskipun aku telah uzur! Namun, aku tetap kalah sama dingin pada malam hari! Aku tetap butuh pelukan, dari seorang perempuan, setelah kepergian Gayatri, Ibumu."
"Hadeh, Pap! Oke, oke! Besok siap turun gunung, untuk segera mencari Mom baru!"
Halimun turun senja itu, dan udara pun menjadi sangat dingin, mereka berdua memutuskan untuk pindah berbincang di dalam rumah.
Selesai ...
NB: ini hanya cerita fiktif belaka, dan jika ada kesamaan nama tokoh dan tempat, ini benar-benar tidak disengaja.
11/02/2019
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Tamu Prosa Blog Dbanik
Judul : Masih Sanggupkah Kau Bertahan? Karya : Dian Ahmad Tatap mata yang kian meredup, menampakan duka yang sepertinya menoreh telalu dala...
-
Resep Tahini Brownies Halo sobat blogger semua, kita jumpa lagi di kesempatan ini ya, dan kali ini saya akan memberikan resep tahini ...
-
Resep Membuat Glotak Makanan Khas Tegal Kali ini saya akan membagi resep glotak, makanan khas Tegal yang tentunya sangat lezat dan ni...
-
Kumpulan Flash Fiction Contoh. Di Ruang Tunggu. Aku terdiam meskipun duduk bersebelahan dengan Ayah. Bukan karena aku tak sayang,...
No comments:
Post a Comment