Kumpulan Cerita Fiksi.

iklan

Kumpulan Cerita Fiksi.

Kumpulan Cerita Fiksi.

Cerita Lucu


Sebut saja namanya Pak Be. Lelaki yang sudah berumur, cucunya saja sudah empat, eh lima ding! Ntu yang di perut anak bunsunya sepertinya akan segera lahir ke dunia ini.


Pak Be itu lelaki yang punya hobi main catur, tidak masalah kan? Malah bagus untuk kecerdasan otak. Terus salahnya di mana?


Salahnya Pak Be itu, kalau udah ketemu lawan main catur, beliau bisa sampai lupa waktu. Bisa seharian baru pulang ke rumah, kadang juga pulang hanya untuk mengisi perut saja, lalu balik ke arena catur bersama teman-temannya.

Baca juga: kumpulan-flash-fiction-contoh.

Arena catur? Sebenarnya bukan arena juga sih, lah wong kadang main di serambi rumah milik warga, kadang juga di pos kamling, gak menentu pokoknya.


Keadaan itu membuat sang istri tercinta menjadi geram, ya namanya juga suami istri, wajar dong jika istri menginginkan suaminya betah berduaan di rumah. Kan anak-anak mereka sudah hidup berumah tangga, terus mempunyai rumah sendiri - sendiri. Kesepian kan sang istri.


Suatu hari Pak Be pulang ke rumah dalam keadaan sangat lapar, mungkin saja kali ini bertemu lawan catur yang sangat tangguh, sehingga seluruh isi kepala dikeluarkan untuk bisa mengalahkan lawan, alhasil perutnya jadi lapar berat.


Sesampainya di rumah Pak Be mendapati istri tercinta tengah asik nonton sinetron kesukaannya.


"Istriku, hari ini kamu masak apa?"

"Lihat aja di meja makan, kayak gak biasanya aja!"

Istrinya menjawab dengan tidak menoleh, mungkin saja lagi kesal!

Tidak beberapa lama kemudian, terdengar suara Pak Be.

"Istriku! Kenapa di meja makan cuma ada sepiring pion?!"

Teriak Pa Be memecah keseriusan sang istri yang lagi haru-harunya nonton sinetron favorit itu.

"Ya udah itu pion di mamam aja!"



Sang istri mungkin sudah kesal dengan tingkah Pak Be yang selalu lupa waktu kalau sudah main catur bersama temannya.



Baca juga: kumpulan flash fiction





DBaniK<<<100418






Kumpulan Cerita Fiksi.



Lelaki Itu


Lelaki itu, terlahir dari rahim kenestapaan, masih tiga bulan di dalam kandungan saja, Ibu tercinta sudah mengalami banyak hal, penyiksaan, perselingkuhan, dan banyak lagi kisah pilu yang mengukir hari demi hari.

Lelaki itu, terlahir dalam kondisi memprihatinkan. Ibu tercinta terlunta-lunta menahan perih, untuk melahirkan lelaki itu, tanpa lelaki yang disebut suami di sampingnya. Bersalin di dukun beranak tetangga desa, demi memangkas biaya, karena kelangkaan uang di saat-saat seperti itu.

Lelaki itu, menyaksikan betapa perihnya Ibu tercinta. Kerja dari waktu ke waktu, menjadi buruh cuci, menjadi apa saja, asal bisa memberi sesuap nasi pada anak tercintanya. Pulang kadang hingga larut malam, menyisakan gurat lelah di rautnya yang mulai terlihat tua.

Lelaki itu, tumbuh dan berkembang seadanya. Jangankan sekolah, bisa jajan saja sudah sesuatu yang sangat istimewa buatnya. Dan lelaki itu pun tak pernah menuntut Ibu tercinta, untuk masuk sekolah bersama teman-teman sebayanya.

Lelaki itu, tempat segala keluh Ibu tercinta, keluh yang sudah tak mampu lagi untuk mengeluarkan airmata. Mungkin saja sudah mengering. Memang percuma saja jika hanya untuk menyesali nasib, karena hidup adalah gerak, maka Ibu tercinta lebih memilih pasrah dan terus bekerja, demi dapur agar tetap mengepul.

"Ma, aku sudah besar sekarang," ujar lelaki itu suatu pagi.

"Memangnya kenapa, Nak?" jawab Ibu tercinta dengan menyelidik.

"Aku ingin bertemu, Ayah. Bukankah aku belum pernah melihat wajahnya," ujarnya.

Lelaki itu pun menerima alamat yang diberikan Ibu tercinta. Ayahnya meninggalkan keluarga, demi menikahi perempuan penjaja seks, di salah satu tempat hiburan malam.

Lelaki itu, pagi ini. Namanya terpampang di media - media massa, wajah ganteng itu tersenyum puas, seperti ada sesuatu yang membuatnya bahagia yang tak pernah ia rasakan sebelumnya.

"Kenapa kau bunuh ayahmu, Nak?"

Hanya itu ucapan Ibu tercinta, saat membaca isi surat kabar yang memampang foto anaknya. Syok, Ibu tercinta terjatuh hingga Tuhan memanggilnya.




Tegal 11/01/2018






Kumpulan Cerita Fiksi.


Bahagia Itu Memang Soal Rasa. ~



Selepas memanjakan mata, kami pergi ke warung tenda yang kebetulan tidak jauh dari mall yang tadi kami sambangi. Biar sekalian gak ribet nitip motor lagi.

Kali ini aku yang mengalah soal menu, biasanya kami mesti berdebat terlebih dahulu hanya untuk sebuah makan malam, namun tidak untuk kali ini.

"Mau makan, Ma?"

Aku mencoba bertanya dengan nada yang sangat bijak.

"Tumben pasrah gitu?"

Sorot mata istriku begitu teduh, aku tersenyum menyambut.

"Tidak, kali ini kuserahkan sama Mama. Apa pun menu yang akan dipilih."

Aku coba berdamai dengan keadaan, karena saat ini adalah keadaan di mana aku ingin membuatnya bahagia.

"Beneran?"

Jawab istriku singkat, namun wajah cantiknya menjadi sangat terpancar malam ini, senyum khasnya pun semakin terlihat indah di mataku.

"Iya, terserah Mama."

Aku sudah tidak peduli lagi jika istriku memilih mie ayam sebagai menu pilihan malam ini, walau aku tidak pernah setuju sebelumnya.

"Kita makan ikan bakar, Mas."

Sungguh ini di luar dugaan, ternyata ia pun mampu menahan ego, demi kebahagiaan yang sedang berusaha kuberikan hari ini.

"Terima kasih, Ma."




Foto : DBaniK





Kumpulan Cerita Fiksi.


Menjelang Pagi



Riuh suara pejantan di kandang ayam milik tetangga sudah pecah bersautan. Malam pun telah beranjak, meninggalkan langit.

Sumiyatun duduk termenung, sesekali ia usap kedua matanya yang terasa masih lengket. Tak lama kemudian Sum bangkit.

"Sampean tahu tidak, hari ini hari wanita sedunia."

Seloroh itu datang dari sebelah hatinya, entah yang sebelah mana, ia pun tak hapal.

"Halah, macem-macem saja, memangnya ada yang istimewa apa?"

Timpal sebelah hatinya yang lain.

Sumiyatun pergi ke dapur. Kegiatan pagi ini sudah menjadi hal yang lumrah buatnya, karena ia tinggal sendirian.

Beras sudah berubah jadi nasi, air putih panas sudah berubah menjadi seteko teh pahit, tahu dan tempe sudah menjadi oseng dengan toping daun bawang, kacang panjang dan lainnya.

Sumiyatun duduk di kursi reot, menuang gelas dengan teh yang sudah dibuatnya, tanpa gula.

"Dandan sana, Sum!"

Sebelah hatinya mulai menggoda lagi.

"Memangnya mau apa? Adakah lelaki yang mau mengucapkan 'selamat hari wanita' kepadaku?"

Sisi hati sebelahnya menimpali.

Sumiyatun menghela napas panjang, ditatapnya gelas berisi teh pekat itu. Teh tanpa gula yang menjadi kesukaannya.

 "Sum! Kamu sudah bangun?"

Suara ketukan pintu dan teriakan Marto membuyarkan lamunannya.

"Sampean ini mengejutkan saja, Mas!" ujar Sum sambil membuka pintu.

"Aku ikut dandan di sini ya, Sum! Biar kita sama - sama berangkat ngamennya."

Marto pun berubah menjadi Martini setelah keluar dari rumah Sumiyatun, yang mempunyai nama asli Sumartono itu.

Ini fiksi



Tegal 08/03/2018




Kumpulan Cerita Fiksi.



Judul : Pertemuan



Bulan bulat menggantung di langit, berhias gemintang dengan kerlap-kerlipnya.

Aku ada di sebuah taman yang hening, tempat biasa melepaskan riuh rasa yang disebut rindu. Di bangku kayu yang sama.

"Aku, merindukanmu, Dion."

Lelaki dengan tangan kokoh, berdagu terbelah, berkumis tipis.

Aku telah jatuh ke dalam palung hatimu, lalu sengaja untuk tersesat, dan biarkan tetap seperti ini. Karena aku benar-benar tak ingin kehilanganmu.

Ini malam yang telah kusepakati untuk menemuimu. Setelah sekian lama kita terpisah.

"Apa sudah kau pikirkan masak-masak?" Ucap Dion.

Mata Dion sayu menatapku, ada perasaan yang teramat damai, dan ini tidak pernah kudapatkan dari siapa pun, selain dari lelaki bertubuh gempal di hadapanku.

"Iya, apapun akan kulakukan, demi kita, Dion."

Kuambil botol mineral yang memang sudah kupersiapkan sebelumnya.

"Minumlah, jika menurutmu ini yang terbaik buat kita." Tukas Dion.

Aku mengangguk dan menelan cairan yang ada dalam kemasan botol mineral itu.

Beberapa saat kemudian, semuanya terasa gelap. Aku takut, takut tak bisa melihat tampan wajah kekasihku, lalu aku coba meronta sekuat tenaga.

Selang beberapa menit aku terbangun, kupandang di sekitarku. Semua berwarna putih, hening dan nyaris tak ada yang bisa kukenali lagi.

"Selamat datang, sayang!" Suara kekasihku begitu nyata, segera kubalikan badan, benar! Lelaki tampan itu berdiri tepat di depanku.

"Peluk aku," ujarku lirih.

Ini pelukan pertamaku, setelah kematian Dion. Lalu setelah itu, semua berubah menjadi gelap, dan aku benar-benar tak tahu apa-apa lagi.




Tegal 14/01/2018






Kumpulan Cerita Fiksi.


Perempuan Suci



Seperti halnya pagi, yang disambut bias sang surya, pecah di hampar semesta, serta jatuhnya titik-titik embun di pucuk-pucuk daun. Serupa seremoni nan indah, dan kerap kali ini terjadi, tidak hanya satu atau dua kali, namun sudah tak terbilang.

Surti termangu. Ia coba beringsut dari posisi semula, kali ini kakinya disilangkan, kedua tangannya menahan pipi cabi-nya.

"Mas, apa sebenarnya sampean bener cinta sama aku?"

Pertanyaan itu sudah berulang kali ditanyakan, namun selalu tak ada jawaban, keinginannya sederhana sekali, ia ingin Birin suaminya itu seperti mentari, yang kedatangannya bisa dipastikan. Seperti embun, yang cintanya mampu menetesi gersang jiwanya.

Semenjak Surti menyandang gelar sebagai istri, tak pernah sekali pun Birin mengajak perempuan itu jalan bersama, seperti pasangan pengantin baru pada umumnya. Awalnya ia menganggap hal ini biasa saja, namun ini sudah jalan hampir satu tahun, dan Birin benar-benar tak melakukan hal itu, bahkan lebih parah lagi, sekarang Birin jarang pulang ke rumah.

Pagi ini, perempuan berkulit sawo matang itu masih duduk menikmati sepi. Rumah berukuran 6×10 pun tambah semakin sepi, karena perkawinan mereka belum dikaruniai momongan. Surti meradang, hatinya semakin sakit, jika mengingat apa yang telah terjadi sebelum ia memutuskan hal paling besar dalam hidup, demi lelaki yang ternyata tidak memiliki cinta sama sekali untuknya.

"Mas, kembalikan kedua mataku!"

Isak perempuan malang itu, perempuan yang rela mengorbankan kedua matanya, demi Birin, yang dulu sangat ia cintai. Birin yang pernah kehilangan penglihatan karena mengalami kecelakaan hebat. Birin yang pernah berjanji tidak akan meninggalkannya, walau apa pun yang terjadi.





Tegal 03/02/2018

No comments:

Post a Comment

Tamu Prosa Blog Dbanik

Judul : Masih Sanggupkah Kau Bertahan? Karya : Dian Ahmad  Tatap mata yang kian meredup, menampakan duka yang sepertinya menoreh telalu dala...