rujakangkung

iklan

Cerita Humor


Cerita Humor

Di Tempat Tukang Sayur.


Ada sekitar tiga Ibu-Ibu tengah asik memilih-milih sayuran. Ada yang lagi megang terong, ada yang lagi mengamati kangkung, ada yang lagi menimang-nimang ayam potong dalam kemasan plastik kresek. Duh, padahal sih sama saja, Bu. Kan sudah ditimbang juga! Ih, lebay.


"Eh, Jeng! Aku ini yo kesel tenan sama bapaknya anak-anak!"

Tiba-tiba salah satu pembeli itu nyeletuk.

"Kesel gimana, Bu?"

Baca juga: kumpulan-cerita-fiksi.

Ibu yang sedang pegang terong menimpali ucapan Ibu yang ada di depannya.


"Jan, kebuwangeten pol wes pokoknya! Aku sampai malu, Jeng!" jawab si Ibu yang sedang curhat, sambil menutupi mukanya dengan kangkung.

"Duh, Ibu. Itu teh, kangkungnya jangan ditelen atuh!" seloroh tukang sayur.

"Yo ndak to, Kang! Wes tenang saja!" timpal Ibu yang sedang curhat.

"Memangnya ada apa, Bu? Kok sampean sampai malu?" rupanya, Ibu yang sedang menimang-nimang ayam potong dalam kresek itu mulai ikut nimbrung.

"Oalah, Jeng! Sebenarnya saya ini malu loh mau cerita! Tapi ya mau bagaimana lagi, ini gara-gara saking muangkelnya!"

"Ya sudah, Bu. Ceritain saja!"


Ibu yang dari tadi tetap masih memegang terong itu, coba untuk memberikan dukungan.


"Gini loh, Jeng! Tadi pagi kan Baim rewel. Terus diajaklah nonton dvd, film Superman itu loh, Jeng!"

"Iya, Bu. Paham. Terus?"

"Lah itu, Jeng. Yang jadi masalahnya!"

"Kan film Superman memang sudah biasa di tonton sama anak-anak, Bu." timpal Ibu yang di sebelahnya.

"Oalah, Jeng! Filmnya memang ndak masalah! Baimnya juga jadi diem ndak rewel lagi!"

"Terus, naon masalahnya, Ibu?" eh, tukange sayur ikut nimpalin juga.

"Lah iki, iki masalahnya! Setelah selesai nonton, suamiku mandi, sarapan, terus bersiap-siap mau berangkat ngantor, ee ladalah! Mosok dia memakai celana dalamnya diuar seperti Superman!"

"Aooow ...! Masa sih, Jeng!" tanya Ibu yang sudah memilih satu kantong ayam potong.

"Eta, suami Ibu latah?" sela tukang sayur.

"Hu'um. Untungnya dia pamitan, Jeng! Lah, kan biasanya dia lupa pamitan! Coba kalau pas lupa pamitan, terus nyampai kantor, apa yo ndak dikira somplak to, Jeng!"


Hening ...


Ibu-Ibu dan tukang sayur geming. Sepertinya mereka nahan pipis, soalnya mau tertawa tapi takut dosa.





DBaniK 12/02/2019

Cerita Pendek (Pendekar Kelana)

Cerita Pendek (Pendekar Kelana)


Di tepi senja.




Dua cangkir kopi masih terlihat mengepulkan uap panasnya. Kelana tengah duduk berhadapan dengan Ayahnya, sesekali mereka menyantap singkong goreng, hasil panen dari kebun belakang milik sendiri.


"Kelana!"

"Iya, Pap!"

"Kamu kan tahu, kalau ayahmu ini telah uzur!"

"Pasti, Pap. Bukankah memang begitu kenyataannya?!"

"Hu um, Nak," Ayah menggaruk punggung, mungkin saja ada nyamuk yang berhasil mencuri sedikit darahnya.

Baca juga: cerita-pendek-kenangan.

"Ih, sial! Malam belumlah tiba, nyamuk sudah pada nyari mangsa saja!" gerutu Ayah, sambil semakin keras mengggaruk punggungnya.

"Itu gatal bukan karena panu kan, Pap?"

"Yo ndak to, Nak. Sembarangan koe!"

Kelana tersenyum kecut.

"Oh ya, Pap. Tadi sepertinya ada hal yang ingin dibicarakan?"

"Tentu, tentu, Nak. Baiklah, tak lanjutken ya!"

"Monggo, Pap!"

Ayah dengan lahap menyikat habis kopinya, ini doyan apa haus? Ah, sudahlah! Ayah memang begitu orangnya. Hih!

"Begini, Nak. Kamu harus turun gunung!"

"Untuk menyebarkan ilmu kanuragan yang sudah Pap, turunkan ya?"

"Ndak, Nak. Ilmumu belumlah cukup, mana mungkin aku berani menyuruhmu! Yang ada, koe nanti pulang dalam keadaan babak belur!"

Hening ...

Singkong goreng di piring tinggal satu, terlihat kedua orang yang tengah duduk di teras rumah itu saling mengamati singkong goreng tersebut. Ah, singkong jadi semakin keki dibuatnya.

"Ya sudah, singkongnya buat kamu saja, Nak. Ndak usah gitu melihatnya!"

Hap ...!

Singkong goreng pun telah berpindah ke mulut Kelana. Hih! Ternyata keduanya sama-sama doyan makan.


"Oh ya, Pap! Jadi, untuk apa ananda disuruh turun gunung, kalaulah bukan untuk menurunkan ilmu hebat ini?!

"Nganu ...," Ayah menggaruk punggungnya lagi, namun kali ini ia berdiri, dan menggaruk punggungnya dengan tiang penyangga rumah. Dih, gitu amat, yak!?

"Ayolah, Pap! Katakan saja! Ini bukan soal belanja bulanan, kan? Soalnya, kulkas kita sepertinya masih penuh!"

"Bukan, bukan itu!"

"Lantas?"

"Carikan istri buat, Ayah!"

"What? Pap pengen nikah lagi?!"

"Sekarang lagi musim penghujan, Nak! Dan ayah kedinginan kalau malam!"

"Tapi, Pap! Aku ndak mau punya Ibu baru! Lagian tadi Pap bilang sendiri, kalau Pap sudah uzur!"

"Mengertilah aku, Nak! Meskipun sehebat apapun ilmu silatku, meskipun aku telah uzur! Namun, aku tetap kalah sama dingin pada malam hari! Aku tetap butuh pelukan, dari seorang perempuan, setelah kepergian Gayatri, Ibumu."

"Hadeh, Pap! Oke, oke! Besok siap turun gunung, untuk segera mencari Mom baru!"

Halimun turun senja itu, dan udara pun menjadi sangat dingin, mereka berdua memutuskan untuk pindah berbincang di dalam rumah.




Selesai ...



NB: ini hanya cerita fiktif belaka, dan jika ada kesamaan nama tokoh dan tempat, ini benar-benar tidak disengaja.




11/02/2019

Tamu Prosa Blog Dbanik

Judul : Masih Sanggupkah Kau Bertahan? Karya : Dian Ahmad  Tatap mata yang kian meredup, menampakan duka yang sepertinya menoreh telalu dala...