(Cerpen Singkat) Dengan Judul: Ilalang

iklan

(Cerpen Singkat) Dengan Judul: Ilalang


(Cerpen Singkat) Dengan Judul:  Ilalang

(Cerpen Singkat) Dengan Judul:  Ilalang.


Aku Serumput Ilalang Yang Mati Di Jejakmu.


Kita sudah seperti sepasang kenari di dahan-dahan rimbun, romantis bersama menikmati waktu yang berlalu. Tiada hari tanpa canda merupa kicau.


Aku begitu dalam mencintai kau, hingga tidak ada siapa pun yang mampu singgah di hati aku, walau dalam hitungan menit. Aku cinta kau dengan sebenarnya!


Hari-hariku ialah kau, kuhabiskan seluruhku hanya untuk memikirkan kau. Melipat waktu demi waktu hanya untuk bersama kau. Apa hal itu juga sama terpikir oleh kau?


Namun aku sungguh sangat tidak peduli, biar saja kau begini. Karena wajah manis itu masih saja bisa aku nikmati pada sepanjang senja yang melintas.


"Malam ini kita jalan ya."


"Kemana, Mas?"


"Kamu saja yang memilih tempat terbaik untuk malam ini."


Kau selalu saja enggan untuk sekadar memberi usulan kemana kita akan pergi, selalu aku yang menjadi penentu, tahukah kau jika aku selalu berharap kau yang memilihnya, bukan pasrah begitu saja.


Aku selalu memilih taman kota, selain ramai taman kota banyak berjajar pedagang kaki lima, jadi lebih gampang jika perut tiba-tiba lapar. Banyak sekali pilihan menu, tinggal memilih saja sesuai selera.


"Kamu sudah lapar?"


"Nanti saja, Mas. Kita habiskan saja sisa cerita semalam."


"Baiklah, tapi jika sudah lapar kamu bilang ya."



Kami pun menghabiskan sisa cerita semalam, suasana begitu hangat, apalagi kebetulan malam ini taman kota tidak begitu banyak orang yang datang seperti biasanya.


"Mas, boleh aku minta dipesankan bakso?"


"Kita kesana aja gimana?"


Aku coba mengajak kau ke tempat penjual bakso tersebut, namun kau menggeleng, memang sih tempat ini lebih enak buat ngobrol ketimbang duduk di lapak penjual bakso tersebut. Aku pun bergegas mendatangi penjual bakso tersebut untuk memesan dua mangkok bakso dan dua botol air mineral.


Kami menikmati malam ini dengan bahagia, segala cerita pun sudah menguap laksana bensin dalam botol yang tutupnya lupa ditutup. Banyak tawa kita pecahkan malam itu, aku pun senang melihat raut bahagia yang begitu nyata terpancar dari wajahmu.


Sudah seminggu kepergian yang kau bilang karena ada urusan keluarga, aku gelisah kau jarang mengirimkan pesan, kalau pun aku telpon, kau tidak pernah mengangkat dengan alasan sedang sibuk di sana, aku coba untuk mengerti dan berusaha untuk tidak menumbuhkan kecurigaan - kecurigaan yang tanpa alasan. 


Tiga minggu kemudian kau pulang, itu juga aku tahu dari teman yang kebetulan rumahnya tidak jauh dengan kau. Aku mulai menaruh curiga, kenapa kau berubah secepat ini, bahkan pulang pun tidak memberikan kabar. Apa aku ada salah dengan kau? 


Jujur, hati ini bergetar hebat saat akan mengetuk pintu rumahmu yang bercat kuning muda, perasaan ini persis ketika aku baru pertama kali apel ke rumah kau. Ada apa ini? 



"Oh, Nak Bram! Ee ... cari Non Airin?" 


Aku tertegun, asisten rumah tangga Airin yang biasa aku panggil Bibi ini kenapa canggung saat berhadapan denganku, ini sungguh tidak biasa. Kami biasa bercanda sebelumnya! 



"Maaf, Bi. Kenapa dengan Bibi?" 


"Nak, sini ikut Bibi!" 


Bibi menarik tanganku hingga menjauh dari rumah Airin. Aku semakin tidak mengerti dengan apa yang sedang aku hadapi saat ini. 



"Kamu belum tahukah, Nak?" 


"Tentang apa, Bi?" 


"Non Airin sudah menikah! Non Airin dijodohkan Tuan dan Nyonya, Nak."



Aku seperti mati sesaat. Tubuhku lunglai, mulut pun seakan diam terkunci. Aku tidak pernah memikirkan yang sejauh ini, jika aku memang tidak pantas untuk dijadikan menantu, aku hanyalah rumput liar yang mencoba tumbuh di antara pepohonan anggur. Aku terlalu tinggi berharap. 


"Terima kasih, Bi. Sampaikan kepada Airin, aku turut bahagia."





NB : ini adalah sebuah cerita fiktif belaka, jika ada kesamaan nama tokoh dan tempat, ini benar-benar tidak disengaja. 


25/07/18

No comments:

Post a Comment

Tamu Prosa Blog Dbanik

Judul : Masih Sanggupkah Kau Bertahan? Karya : Dian Ahmad  Tatap mata yang kian meredup, menampakan duka yang sepertinya menoreh telalu dala...