iklan
(Flash Fiction Contoh) Judul: Bulan Purnama.
(Flash Fiction Example) Judul: Bulan Purnama.
Bulan bulat menggantung di langit, itu tandanya purnama telah tiba. Ario kembali cemas, seperti purnama - purnama sebelumnya.
"Ayah! Ini bulan purnama!"
Ario tersentak dari lamunannya, Amel begitu bersemangat mengabarkan perihal purnama, yang sebenarnya ia pun sudah tahu.
"Kenapa kamu tidak tidur saja, Nak. Bukankah ini sudah terlalu larut."
"Tidak, Amel tidak mau tidur, ayo kita jemput, Ibu!"
Ario terdiam, ia tak mampu menatap wajah anak perempuannya, ia tidak tahu harus bagaimana.
"Amel, kita tidur saja ya, purnama pasti akan datang lagi kok."
Lelaki itu mencoba membujuk anaknya, ia berharap itu akan berhasil, namun ternyata tidak.
"Amel mau menjemput, Ibu!"
Anak itu memang keras kepala, ia pun berlari ke luar, untuk menjemput Ibu di tempat yang pernah diceritakan oleh Ayahnya.
Ario pun segera mengejar, lelaki itu tidak punya pilihan lain selain mengikuti langkah anaknya.
"Berhenti, Nak. Tolong dengarkan Ayah!"
Amel sudah tidak mau mendengarkan lagi apa yang diucapkan Ayahnya, ia terus saja berjalan menuju sebuah tempat yang pernah diceritakan Ayahnya.
"Ayah, Amel sudah rindu, Ibu! Amel ingin mendengarkan kembali nyanyiannya!"
"Bagaimana kalau Ayah yang menyanyikannya, Nak!"
"Tidak! Amel ingin Ibu yang menyanyikan untukku!"
Anak itu mulai terisak, Ario mendekap erat putri kecilnya. Airmata Ario pun ikut luruh dari sudut - sudut matanya.
"Amel rindu, Ibu."
Tangisnya semakin menjadi, Ario terdiam. Sesekali ia mengusap airmata anaknya yang sudah tak terbendung itu.
"Boleh Ayah berbicara sesuatu, Nak."
Suara lelaki itu tampak berat sekali, sesaat ia pun ragu, namun semuanya harus di akhiri.
"Nak, dengarkan Ayah. Kamu harus tahu sekarang juga, karena Ayah sudah lelah menyimpan kebohongan ini kepadamu."
Ario memeluk putrinya, ia benamkan wajah anak itu di dadanya, ia ingin menjadi samudera yang mampu menenggelamkan kesedihan anaknya.
Perlahan Ario pun menyanyikan lagu 'Ambilkan Bulan, Bu' dan airmatanya pun kembali berlinang dari sudut - sudut matanya, namun ini lebih deras dari yang tadi.
"Tidak mau! Amel ingin Ibu yang menyanyikannya!"
Putri kecilnya semakin histeris, malam lengang pun seolah ikut haru menyaksikan mereka.
"Nak, Ibu tidak pernah pergi ke bulan seperti apa yang telah Ayah ceritakan kepadamu."
Ario menenggelamkan wajahnya, ia takut menatap mata anaknya yang seakan menghakiminya.
"Ayah bohong! Ayah bohong!"
Amel histeris, ia pukul lengan Ayahnya berulangkali, sambil terus mengucapkan kata 'Ayah bohong!'
Ario mendekap erat Amel, lelaki itu pun bingung, namun semua harus berakhir malam ini juga, sebab ia tak ingin kebohongan ini terus berlanjut.
"Kita sudah meninggal, Nak. Dunia kita dan Ibumu pun sudah berbeda."
NB: Ini hanya kisah fiktif belaka, jika ada kesamaan nama tokoh dn tempat, ini benar-benar tidak disengaja.
13/12/18.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Tamu Prosa Blog Dbanik
Judul : Masih Sanggupkah Kau Bertahan? Karya : Dian Ahmad Tatap mata yang kian meredup, menampakan duka yang sepertinya menoreh telalu dala...
-
Resep Tahini Brownies Halo sobat blogger semua, kita jumpa lagi di kesempatan ini ya, dan kali ini saya akan memberikan resep tahini ...
-
Resep Membuat Glotak Makanan Khas Tegal Kali ini saya akan membagi resep glotak, makanan khas Tegal yang tentunya sangat lezat dan ni...
-
Kumpulan Flash Fiction Contoh. Di Ruang Tunggu. Aku terdiam meskipun duduk bersebelahan dengan Ayah. Bukan karena aku tak sayang,...
No comments:
Post a Comment