iklan
(Sebuah Prosa) KATAMU...
Judul: Katamu...
Katamu kita harus sabar menunggu waktu, lalu sabar yang seperti apa yang kau harapkan?
Masih ingatkah kamu, saat di tiga simpang jalan dulu? Awal aku dan kamu saling mengenal satu sama lain, sebab kamu terlihat gusar memilih jalan mana yang akan kau tuju?
Itu sudah tiga tahun lebih dua setengah bulan, kekasih! Seperti baru kemarin saja cerita itu kita mulai kan? Namun ternyata sudah banyak waktu yang kita lipat bersama, menumpahkan cerita demi cerita kita.
Sekarang Katamu aku harus menunggu kembali, seperti waktu yang sudah-sudah, kamu selalu beralasan yang sama, jika kamu masih butuh waktu untuk berpikir ulang, tentang rasa yang seharusnya sudah terbentuk sedemikian rupa, oleh pahatan-pahatan kisah manis kita.
Aku ingin sekali datang ke rumah kamu, menunjukkan seperti apa aku di mata kedua orangtuamu, meskipun akan ada pertanyaan - pertanyaan yang membuatku lelah, namun aku sudah begitu siap menerima segala konsekuensi yang akan saya terima. Yakinlah akan hal itu, kekasih!
Tapi percuma saja jika mulutmu masih terkunci, menyebabkan aku seperti di antara dua dimensi, antara nyata atau tidak? Menjadikan aku seperti berjalan di atas angin, yang sesekali harus menyeimbangkan diri agar tidak terjatuh, apa harus seperti ini mencintaimu?
Katamu aku harus terus bersabar, hingga waktu yang kamu sendiri bilang entah! Lalu apa aku harus terus begini? Menyandang gelisah lantaran usia terus saja memakan jatahku hidup di bumi ini, apakah kamu tidak ada rasa iba? Dengan membuatku terus - terusan mengharap sesuatu yang tidak bisa aku duga, aku harus bagaimana, Kekasih?
Kemarin akhirnya aku selesaikan semua, di antara riuh ramai para tetanggamu yang datang untuk berhalal bi halal, aku sudah duduk di sofa ruang tamu keluargamu, aku terdiam merenungkan, tentang segala kemungkinan yang akan aku hadapi. Kau terlihat gelisah, menatapku dengan rasa cemas.
"Hei! Ada apa dengan kamu, Kekasih?"
Aku bisikan pertanyaan itu, kamu tertunduk lemas, aku semakin yakin, jika aku tidak akan pernah menjadi bagian dari keluargamu. Lihatlah sorot matamu, begitu kosong tidak seperti biasanya, kau menjadi pendiam dan tak ada canda-canda yang seperti biasanya kau lakukan terhadap aku!
Kini aku mengerti semua alasan yang aku anggap tidak masuk akal, dengan menahan segala keinginanku untuk menemui kedua orangtuamu. Betul! Mereka menolak aku menjadi bagian dari mereka, mereka terlalu naif memandangku, iya! Memang betul aku bukan apa-apa, namun aku tidak mau dipersalahkan atas rasa cinta yang begitu kuat tumbuh di dalam hatiku!
Aku pulang dihantar desah tangismu, rasanya begitu menyayat hati aku sakit! Aku terluka! Dan aku tidak mendapatkan apapun selain cibiran tentang aku. Aku melangkah dengan begitu berat meninggalkan rumahmu yang bercat putih, berpagar besi dan penuh dengan keangkuhan yang tercipta dari bahasa kedua orangtuamu, dan aku benar-benar menganggap ini tak adil!
"Aku pulang, Kekasih."
Langkahku tak sama lagi, sebab ada beban baru yang mesti aku tanggung, sebuah rasa sakit yang teramat, hingga langkah ini terasa gontai, seluruh yang kulihat di depanku seakan menertawakan ketololanku saat itu, hingga aku ingin berteriak memaki diriku sendiri.
Cerita kita masih berlanjut, Kekasih! Sebab kita sudah saling mencintai, tanpa ada syarat - syarat seperti apa yang telah kedua orangtuamu katakan kepadaku malam itu, kita hanya tinggal menunggu waktu, hingga Tuhan yang akan membuka seluruh jalan untuk aku mendapatkan kau, Kekasih!
13/12/18
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Tamu Prosa Blog Dbanik
Judul : Masih Sanggupkah Kau Bertahan? Karya : Dian Ahmad Tatap mata yang kian meredup, menampakan duka yang sepertinya menoreh telalu dala...
-
Resep Tahini Brownies Halo sobat blogger semua, kita jumpa lagi di kesempatan ini ya, dan kali ini saya akan memberikan resep tahini ...
-
Resep Membuat Glotak Makanan Khas Tegal Kali ini saya akan membagi resep glotak, makanan khas Tegal yang tentunya sangat lezat dan ni...
-
Kumpulan Flash Fiction Contoh. Di Ruang Tunggu. Aku terdiam meskipun duduk bersebelahan dengan Ayah. Bukan karena aku tak sayang,...
No comments:
Post a Comment