iklan
Kisah Si Mbah Dan Bejo (11-12)
Bejo Bertemu Hantu
Pada suatu malam yang entah, Bejo berjalan sendirian, tak ada penerang pun di jalan yang dilalui.
Kebayang gak sih, jika tiba-tiba ada yang nyapa.
"Hai ganteng, godain kita dong!"
Bejo clingak- clinguk mirip kera, tapi gak sakti sih. Sungguh, tiada manusia sebiji pun dilihatnya.
"Hai ganteng, nyariin aku ya? "
Ebujuk, suara itu nyapa dia lagi, nyari soal nih cewek, menurut hati kecil Bejo loh ya.
Lelaki yang dibilang orang si pemberantasan dan rajin menabung itu menghentikan langkah kakinya.
"Main petak umpet ya, Neng?" Widih Bejo sok berani gitu.
Aslinya ntu orang rada ngeri juga, bayangin aja, di samping ada pohon gede gitu.
"Ganteng, aku di atas! "
Suara itu ngajak bicara lagi, Bejo rada kikuk buat nengok ke atas.
"Yuhu cowo!"
Merasa tertantang, akhirnya ia menengok juga ke atas.
"Jabang bayi! Emaknya tuyul!" pekiknya.
Jelas lah ya, tanpa pikir panjang ia lari sekuat tenaga, rasa kaget, takut, laper, eh, bercampur aduk jadi satu.
"Woy, badan kamu ketinggalan!" teriak si anu ( takut nyebut merk )
"Buat elu aja!" balas Bejo sambil berlari meninggalkan tubuhnya.
NB: ini jelas fiktif banget
Tegal 24/09/2017
Baca juga: kisah-si-mbah-dan-bejo-07-08.
Bejo Bahagia
Bejo sumringah, mulutnya tak henti - hentinya bersiul, entahlah lagu apa yang dia nyanyikan, judulnya Bejo bersiul, udah gitu aja.
Si mbah tengah santai di bawah pohon asem jawa, yang kebetulan tumbuh dengan tidak sengaja, beruntung juga si mbah, sudah tanamannya subur, buahnya juga lumayan banyak.
"Mbah, anak mbarepku meh mbojo!"
"Tenane? Opo wes mantep?"
"Ya sudah lah, la wong wis gari mbojo mosok ya ndak mantep khi piye, " ujar Bejo sumringah.
"Lah yo syukurlah nek ngunu kui, mbanjur karo wong ndi, Jo?" tanya si mbah.
"Wong sebrang, Mbah. Mantep kan, ya kan, " Bejo nampak bahagia lahir dan batin.
"Weidhan tenan, mantep kui, Jo!" timpal si mbah.
"Iya dong, anakku! " Bejo membalas dengan cepat.
"Terus ngko awakke dewe bareng - bareng numpak kapal mabur neng sebrang, Jo?" lanjut si mbah.
"Ngapain, Mbah. Lah wong tinggal nyebrang kok, " ujar Bejo dengan muka polosnya.
"Maksude kui piye jajal?" si mbah bingung.
"Duh mbah, bakal mantuku kui cah sebrang kali kae loh. " Bejo menerangkan.
"Mbeldedes tenan koe, Jo! Tinggal ngomong sebrang kali wae susah!" mbah marah, diambilnya sendal butut miliknya.
Melihat gelagat si mbah, Bejo melayu sekuat tenaga, takut kena jitak si mbah.
"Ojo lali datang ya, Mbah! Hari minggu wae! " teriak Bejo sambil berlari.
"Mboh! Urak urusan!" jawab si mbah kesal.
~Selesai ~
Tegal 17/08/2017
Kumpulan Belajar Prosais
Semalam
Semalam ada yang datang dalam benak, menggelayut serupa embun di pucuk daun. Berayun dimainkan kantuk.
Kutepis ia enggan, katanya menunggu untuk kujamah. Padahal sudah berulang kali tak kuhiraukan, kepada hati kusampaikan agar sejenak mengajaknya bermain, sementara aku mencumbu secangkir kopi pekat tanpa susu.
Ia tetap merengek tak mau berlalu, bahkan hati menyerah jika harus terus menerus merayunya untuk tak menggangguku, aku bisa apa jika sudah demikian adanya.
Kupersilahkan saja ia duduk, di serambi rasa. Ada canggung ketika aku harus memulainya, karena kami memang sudah lama tak saling tegur sapa.
Pada sesap terakhir kopi di cangkirku, baru aku mau berujar kepadanya.
"Perempuan masa silamku. Ada apa singgah di ingatanku? Bukankah kau sudah memilih, dan itu bukan aku. Lantas untuk apa hadirmu malam ini?"
~ D.Bani Khalman ~
03/07/2017
Baca juga: kumpulan-cerita-flash-fiction.
Lain Waktu
Mungkin lain waktu saya akan kembali, senja. Membawa setumpuk kisah, akan ada yang tak biasa, karena ketiadaan resah yang sudah karam dihantam karang
Cerita yang kubawa pasti akan lebih baik, tidak seperti kemarin lalu, maaf aku sudah sembuh dari luka, waktu dengan sabar telah merawatku, hingga sedemikian adanya
Tak perlu ada lagi risau yang berlebih, karena mungkin hadirnya aku cuma sejenak saja, sekedar numpang menghabiskan sisa kopi yang belum tersentuh sejak getir mengoyak rasa
~D.Bani Khalman ~
14/07/2017
Kau Menjelma Bara
Sadarkah kau, Puan. Rintik-rintik embun yang kau jatuhkan telah mengering. Bahkan pucuk-pucuk daun tempatmu bergelayut pun nyaris mati.
Teduh mata yang pernah aku jadikan tempat berteduh pun telah kehilangan auranya. Kemana perginya apa yang dulu ada pada kau?
Kau menjelma bara, Puan. Menghanguskan teduh matamu, mengeringkan pucuk-pucuk daun tempat kau berpijak. Sadar kah kau?
Cinta memang tak selamanya harus memiliki, namun setidaknya kita bisa meninggalkan kesan yang tak akan pernah lekang oleh jaman.
@DBanik 16/04/18
Subscribe to:
Posts (Atom)
Tamu Prosa Blog Dbanik
Judul : Masih Sanggupkah Kau Bertahan? Karya : Dian Ahmad Tatap mata yang kian meredup, menampakan duka yang sepertinya menoreh telalu dala...
-
Resep Tahini Brownies Halo sobat blogger semua, kita jumpa lagi di kesempatan ini ya, dan kali ini saya akan memberikan resep tahini ...
-
Resep Membuat Glotak Makanan Khas Tegal Kali ini saya akan membagi resep glotak, makanan khas Tegal yang tentunya sangat lezat dan ni...
-
Kumpulan Flash Fiction Contoh. Di Ruang Tunggu. Aku terdiam meskipun duduk bersebelahan dengan Ayah. Bukan karena aku tak sayang,...