rujakangkung

iklan

Rezeki Mutlak Urusan Allah.

Rezeki Mutlak Urusan Allah.
Pic: Nattana23/pixabay


Rezeki Mutlak Urusan Allah.


Menjalani hidup memang gampang-gampang susah, bisa dibilang seperti sebuah puzzle yang terlihat mudah untuk dilihat, namun ternyata sulit saat kita coba untuk menerapkannya. Butuh kerja keras, butuh ketelitian dan tentunya butuh kesabaran.


Ada apa sih dengan hidup kita?


Baca juga: menyiasati keuangan yang pas-pasan.

Banyak, banyak hal yang ada pada hidup dan kehidupan kita, yang tentunya akan melibatkan pihak - pihak yang secara disengaja maupun yang tidak disengaja. Seperti contohnya seorang pedang, seorang pedagang tentunya hanya berpikir, jika dia menggelar dagangan dan kemudian akan banyak pembeli yang datang. Ini sebuah sudut yang mengatasnamakan kesengajaan orang atau pembeli yang memang butuh untuk datang lalu membeli barang dagangannya.


Tentu saja ini benar adanya, namun terkadang kita juga tidak sadar, jika orang yang tidak kita harapkan juga akan datang ke lapak penjual, karena sebenarnya ada sesuatu hal, atau boleh dibilang adanya unsur ketidak sengajaan. Misalnya seperti ini, ada orang yang pergi ke pasar, sedangkan niatnya hanya akan membeli sesuatu yang dia butuhkan, namun karena lain hal, tiba-tiba dia ingin membeli barang yang ada dilapak lain dan justru bukan barang yang sebenarnya menjadi tujuannya.


Apakah hal itu merupakan suatu unsur kesengajaan?


Tentu tidak!


Lalu apa yang menggerakan orang tersebut tiba-tiba menjadi merubah keputusannya, padahal niat dari rumah adalah bukan untuk membeli barang yang tadi dibeli. Ini yang patut kita cermati, jika kita kadang sering mengesampingkan hal-hal seperti itu, karena kita memang tidak tahu atau bisa jadi tidak mau tahu.


Lantas siapa yang menggerakan hati orang tersebut, jika secara otomatis merubah apa yang sudah menjadi niatnya sejak dari rumah?


Tentunya kita harus lebih mendasar ketika berpikir perihal rezeki. Sebab kita sadar betul, jika rezeki memang sudah diatur sama Allah dengan sedemikian hebatnya, maka Allah bisa merubah apapun kehendak kita, jika memang itu sudah menjadi ketentuan-Nya. Begitu hebatnya Allah mengaturnya, sehingga tidaklah pantas jika apa yang kita dapatkan tidak dibarengi dengan rasa syukur kepada-Nya.


Kita sebagai ciptaan-Nya, tidak sepatutnya sombong akan apa yang kita dapatkan, sebab Allah lah yang telah memberikan rezeki kepada seluruh makhluk ciptaan-Nya. Yang harus kita lakukan adalah, mensyukuri atas rezeki yang sudah diberikan kepada kita, agar terjauh dari sifat kufur.



Aamiin...



28/01/2019

Cerita Pendek (Tumini)

Cerita Pendek (Tumini)


Judul: Tumini



Namanya Tumini, gadis polos dengan rambut bergelombang laksana buih di lautan. Berpenampilan biasa saja, karena ia tidak terlahir cantik seperti sepupunya, Marpuah.



Tumini namanya, bukan tumhiho. Seperti orang-orang sekampung meledeknya, sejak lagu India tersebut sempat booming di tanah air. Namun gadis itu tidak merasa risih, sebab ia memang bukan tipe orang yang gampang marah saat menjadi bahan bullyan.

Baca juga: cerita pendek misteri

Akhir-akhir ini gadis itu tengah rajin menabung, bukan lantaran sedang demam pepatah jika menabung sedikit demi sedikit lama-lama menjadi bukit, namun Tumini sedang memiliki misi lain. Tak ada yang tahu apa misinya, sebab itu sudah menjadi rahasia yang sangat rapi tersimpan dalam benaknya.



"Hari ini kamu pulang sore lagi, Nduk?"

"Iya, Mbok."



Tumini harus pulang sore, karena sengaja menambah barang bawaannya, yaitu dagangan yang diambil dari orang lain, kemudian ia menjual kembali di pasar yang jaraknya lumayan jauh dari rumahnya.



"Kowe akhir-akhir ini seperti sedang mengumpulkan uang, Nduk?"

"Iya, Mbok. Tum memang sedang giat menabung."

"Memangnya ada apa? Kok ndak seperti biasanya?"

"Tum ingin banyak uang, Mbok."



Hari berganti, bulan pun berganti. Tidak terasa uang yang dikumpulkan Tumini sudah terlihat banyak. Gadis itu bahagia, ternyata selama ini ia mampu mengumpulkan uang sejumlah 4 juta rupiah, dari hasil kerja kerasnya selama ini.



"Ini sudah lebih dari cukup!"



Tumini menggumam pelan, sambil menggenggam erat uang yang baru saja dihitungnya. Wajahnya tampak semringah, senyumannya pun masih mengembang dan belum jua kuncup.



"Mbok, besok Tumini mau ke kota."

"Mau apa kamu ke kota, Nduk?"

"Tum ingin membeli kebahagiaan, Mbok."

"Maksudnya apa, Nduk?"

"Nanti Mbok juga tahu kok."



Dua jam pun berlalu, akhirnya Tumini sampai juga di rumah. Wajahnya semakin tampak semringah, kotak kecil dalam tas plastik dengan logo toko berada dalam genggamannya.



"Ini, Mbok! Kebahagiaan yang Tum maksud."



Tumini menyodorkan tas plastik yang sedari tadi dipegangnya. Si Mbok pun segera mengambil dan membukanya, karena ia juga penasaran sekali dengan apa yang dimaksud kebahagiaan buat anaknya.



"Oalah...! Ini kan ponsel, Nduk?! Terus apa istimewanya, sehingga benda ini menjadi sebanding dengan kebahagiaan yang kamu impikan?"

"Iya, Mbok. Karena dengan ponsel mahal ini, Tum bisa tampil lebih cantik saat kirim gambar di medsos."

"Maksudnya?"

"Mbok, ponsel mahal itu memiliki banyak fitur untuk edit fotonya, jadi wajah Tum bisa terlihat lebih cantik saat mejeng di medsos."

"Oalah, Nduk! Itu namanya maksa! Dan Mbok juga ndak setuju sama jalan pikiranmu."

"Tapi, Mbok! Tum juga kepengen kelihatan cantik di mata kang Paidi, seorang yang lagi deket sama Tum."

"Nduk, apa itu ndak menyakitkan buat Paidi kelak? Saat kalian bertemu di dunia yang sesungguhnya?"



Tumini terdiam.



"Si Mbok benar."



Gadis itu terlihat tertegun, matanya menatap dalam ponsel mahal yang baru saja dibelinya dan masih utuh dalam dusnya.



"Tum kembalikan saja, Mbok. Kebahagiaan Tum adalah memiliki Ibu yang sangat menyayangi Tum."



Tumini memeluk Si Mbok, orangtua yang hanya tinggal satu-satunya, Ayah Tumini sudah lama meninggal, saat Tumini masih berumur lima tahun.




NB: ini hanya cerita fiktif belaka, dan jika ada kesamaan nama tokoh dan tempat, ini benar-benar tidak disengaja.




28/01/2019 DBaniK

Tamu Prosa Blog Dbanik

Judul : Masih Sanggupkah Kau Bertahan? Karya : Dian Ahmad  Tatap mata yang kian meredup, menampakan duka yang sepertinya menoreh telalu dala...