rujakangkung

iklan

Kembali Belajar Menulis Prosais.


Kembali Belajar Menulis Prosais.


Nimas Pemanah Rasa.

Teruntuk Nimas pemanah rasa, yang senyumnya laksana rekah sekuntum mawar. Aku padamu, di sepanjang perjalanan hidup yang tengah kulalui.


Dadamu arnawa, mampu menampung hujan airmatamu, ketika karang-karang menyentuh, dan tegar adalah rumahmu.


Tak ada api arkara di dada, sebab semua luruh bersama tabahmu. Meskipun bulir bening tak ayal engkau jatuhkan. Demi memendam sakit yang kusebabkan.


Asuma itu kuat kau genggam, meskipun hati koyak. Menatap sepanjang kisah yang kuciptakan, menyelingkuhi waktu kebersamaan antara aku dan kau.


Badai telah berlalu, Nimas. Arkamayamu telah kembali. Menelusup lagi pada tempat yang semestinya, ia ingin tetap berpijar pada ke dalaman rasamu.


Tak salah astrawara ini dulu kulesatkan kepadamu, Nimas. Sebab, tak ada perempuan seteguh dan setegar engkau. Yang kutemui di sepanjang kisahku mencari rumah, bagi hatiku.



14/01/2019



Kembali Belajar Menulis Prosais.

Kau Ada Di Tubuh Puisiku.


Siapa bilang aku tidak mengenal kau; Puan. Wanita indah dengan lekuk hidung yang nyaris sempurna.

Kau memang tidak pernah mendengar sepatah kata pun perihal cinta, namun puisiku ilah kau.

Aku sembunyikan kau pada bait-bait diksi yang mengular, aku tempatkan di antara tawa dan bahagia yang tersamar.


Aku memang ingin memetik kau kelak, jika ranum sudah membungkusmu. Sekarang biar saja aku begini, mencintai kau tanpa perlu pernyataan.


Aku percaya takdir, sebab semua memang begitu adanya. Kau tetap akan aku miliki, jika takdir sudah berkata demikian.


Lalu untuk apa aku tergesa mengatakan? Baca saja puisi yang sudah aku kabarkan kepada angin, walau tanpa namamu, tapi seluruhnya ialah, kau.


Tunggulah saja aku, sebab kedatanganku itu pasti. Menjemput rasa yang telah aku titipkan kepada waktu, meski kau tidak pernah tahu.


23/04/18


Kembali Belajar Menulis Prosais.


Aku Menemukan Engkau

Kisahku dengan engkau pun terjadi, pada sisa rasa yang nyaris patah. Hampir kubenamkan cerita - cerita cinta yang telah aku anggap lelucon pengantar tidur belaka.

Sebab beberapa cinta yang pernah singgah ialah luka, bukan seperti kisah - kisah di sinetron yang berakhir dengan indah. Cinta begitu rumit aku artikan, bahkan cinta serupa tipu muslihat saja. Menyedihkan bukan?


Aku sungguh sangat merasa lucu, ketika engkau datang dengan polosnya, perlahan - lahan engkau menyirami aliran - aliran rasa yang tengah sekarat. Menaburinya dengan benih-benih rasa yang engkau bawa. Itu lucu dan masih aku ingat.


Engkau begitu meyakinkan aku, jika aku pantas untuk mendapatkan cinta, padahal aku sendiri telah lama mencoba membunuhnya. Engkau tertawa lirih.

Waktu pun membuktikan semua, jika ucapmu benar!


Perlahan aku merasa butuh engkau! Aku ingin engkau selalu ada pada saat gundah. Lalu engkau pun ada, dan itu membuat aku semakin mengerti engkau.


Hadirmu sungguh belum terlambat, di saat aku nyaris membenci cinta lalu segera menguburnya pada tumpukan waktu yang telah usang.


Engkau telah menumbuhkan segalaku, lebatnya pun sudah mampu menyejukan kering jiwaku. Terima kasih wahai engkau yang kusebut; Puan.


 Baca juga: kumpulan contoh fiksi mini




14/01/2019

Kumpulan Puisi Mini.

Kumpulan Puisi Mini.

Selamat malam kekasih, lelaplah engkau di pangkuan malam, petiklah mimpi untuk kau ceritakan kepada aku, yang engkau panggil, Tuan.

05/08/2018

                   ðŸ’•

Bukan Itu...

Dik, tahukah engkau? Jika aku hanya memainkan kata-kata, merangkainya sedemikian indah, lalu engkau membacanya sebagai nyata.

Aku hanya bermain kata, lalu kenapa engkau bermain rasa?

Salahku apa, jika sekarang kau terluka karenanya?

Uajrmu penaku bak belati, yang siap merobek setiap tarikan napasmu, saat diksinya mulai kaubaca, dari bait ke bait.

Dik, maafkan aku.

05/08/2018

            💕

Airmata...

Tidak bisa kau artikan kepedihan semata, sebab banyak juga airmata yang tertumpah oleh rasa haru pun bahagia, meskipun pecahnya sama, namun ia tak membuat ngilu saat menghantam dinding rasa.

10/08 /2018

              💕

Kepergian.

Kaupun beranjak pergi meski kutahu hatimu tertinggal, bahkan tak ada airmata yang tertumpah, karna kau menggenangkannya di pelupuk matamu.

Kau tak berharap aku menahanmu, meski sebenarnya tanganmu kosong tanpa jamahku.

             

12/08 /2018

                 ðŸ’•

Kita.

Kita pernah khidmat di hadapan cinta, berdiam bersama di antara riuh ramai. Tak pernah sekalipun rasa kita berpaling, meski yang lain menawarkan aroma yang lebih harum.

Airmata pun kita sakralkan, hingga tak tertumpah di sembarang keadaan, sebab kata perih nyaris punah, pada setiap situasi yang kita ciptakan.

13/08 /2018

                💕

Lelaki Penuh Luka.

Lelaki itu berkabung, hatinya dipenuhi rimbun luka. Musim yang dituai ialah kemarau, dan siap menggugurkan bahagia yang dulu pernah kuberikan.

Perempuan itu tidak mau tahu, ia memilih membutakan nurani. Menghapus jejak 🐟 hingga tiada satu jua yang tertinggal di sana.

Apakah yang kalian lakukan?

Pijar cahaya redup dan mengabu, lautan jiwa mengering.

Satu lagi kisah terpahat, meski kisah - kisah lalu sudah banyak kau baca pada masa yang pernah terpijak.

Apakah belum cukup?!



14/08 /2018





Kumpulan Puisi Mini.




Tunggu aku di bibir senja, Dik. Basuh peluhku dengan senyum tabahmu, meski yang aku berikan belum cukup untuk membeli bahagia kita.

13418 @DBanik

Puisi Mini.

Seulas senyummu, mampu meredakan badai di laut jiwaku; Ibu. Walau hanya dalam bingkai berdebu.

@DBanik

Puisi Mini.

Aku sudah melarung kenangan, di ambang sore tadi. Berharap ia mengikuti ke mana ombak membawanya, jauh hingga mata tak mampu melihatnya.

@DBanik

Puisi Mini.

Mungkin lain waktu kau akan mengerti, betapa kerdilnya rasa tanpa sentuh. Serupa rapuhnya daun kering di embus angin, hingga arah pun menjadi tak berarti.

@DBanik

Puisi Mini.

Secangkir kopi dingin di teras rumah, yang selalu menunggu sebuah kepulangan, ini sudah kesekian kalinya, sejak terakhir kali kulihat punggung kepergianmu.

 

Baca juga: Kumpulan puisi.



12/01/2019

Tamu Prosa Blog Dbanik

Judul : Masih Sanggupkah Kau Bertahan? Karya : Dian Ahmad  Tatap mata yang kian meredup, menampakan duka yang sepertinya menoreh telalu dala...