Hanya Fiksi Semata.
(Cerpen Singkat) Perjalanan Penuh Misteri.
Malam sudah larut, perjalanan yang mereka tempuh sepertinya masih cukup panjang. Dari Jakarta mereka berangkat pukul tiga sore, sekarang sudah tengah malam, namun mereka belum juga sampai ke tempat yang akan di tuju, sebuah desa di mana mereka akan menghadiri pesta pernikahan teman satu kantor yang kebetulan menikah besok pagi.
"Kita tidak kesasar kan, Ben?"
"Sepertinya nggak deh! Kan rumahnya memang jauh, jadi wajar jika kita belum sampai!"
Beno menjawab sambil terus fokus menyetir, sedangkan keempat teman lainnya sudah tertidur pulas di belakang.
"Kamu jangan tidur ya, Yan. Temani aku!"
"Wes tenang to, Ben. Aku temenin sampai tempat tujuan! Kalau aku tidur takutnya kamu juga ngantuk terus nyusrug nih mobil!"
Mereka kemudian ngobrol, sesekali diselingi candaan dan mereka pun sesekali tertawa.
Malam itu juga gerimis turun, kondisi jalan yang kurangnya lampu penerang membuat keadaan sekitar tampak gelap, jalan yang mereka lalui juga sangat lengang, bahkan mereka hampir tidak berpapasan dengan mobi atau pengendara motor.
"Gila, ini jalan sepi banget ya? Apa memang seperti ini jalan di pedesaan, jam 12 malam sudah sepi sekali!"
"Eh, Yan! Kamu lihat tidak, itu di depan ada keramaian?"
"Eh, iya! Ada apa ya?"
Beno coba melambatkan mobilnya, karena ia penasaran sekali dengan apa yang sedang terjadi. Tiba-tiba...
"Ahhhh...!"
Iyan menjerit histeris. Sesosok perempuan dengan muka penuh darah tiba-tiba berada tepat di samping kaca mobil tempat ia duduk.
"Tancap gas, Ben!"
Panik sekali Beno dan Iyan, ternyata setelah tancap gas, di belakang mereka benar-benar tidak ada apa-apa, jalanan masih lengang dan keramaian seperti ada kecelakaan mobil tadi pun raib begitu saja.
"Itu tadi apaan ya?"
"Entahlah, Yan! Sumpah yang tadi itu aku rasa bukan manusia! Tetapi mereka itu makhluk halus!"
"Ya ampun, Ben. Perempuan tadi yang tiba-tiba nongol di samping kaca jendela benar-benar seram, wajahnya berantakan sekali!"
"Ada apa?"
Suara Intan mengejutkan Beno dan Iyan.
"Yaelah! Bikin kaget aja kamu, In!"
Beno tampak kesal, mungkin karena habis menemukan hal ganjil yang baru dialaminya.
"Begitu saja kalian takut!"
Intan menyanggah pernyataan Beno sahabatnya.
"Bangunin yang lainnya dong, In. Biar ramai!"
Iyan menyuruh Intan untuk segera membangunkan teman lainnya yang masih tertidur.
"Saya sudah bangun kok!" celetuk Nia.
"Aku juga sudah!" Angela angkat bicara.
"Demikian juga saya, saya sudah terjaga sejak kamu menjerit, Yan!" itu suara Fani yang terdengar.
"Syukurlah, kalian jangan tidur lagi. Mungkin perjalanan sekitar dua jam lagi, temenin kami ngobrol ya!"
Beno berharap agar semua ngobrol, setidaknya rasa takut yang tadi dialami bisa hilang.
Gerimis masih turun di sepanjang jalan, semakin malam suasana semakin terlihat sepi.
"Aku tidak menyangka jika ternyata jalan menuju ke kampung Helenna begitu sepi sekali. Pantas Helenna jarang pulang kampung kalau lagi liburan!"
Iyan coba membuka percakapan agar suasana tegang yang tadi dialami bisa hilang.
"Ceritakan saja kepada kami, tentang kejadian yang tadi kalian alami!"
Suara Fani tampak datar tanpa ekspresi.
"Betul, cerita saja. Kami ingin mendengarkan!" Angela menimpal.
"Sudah ya, kita cerita saja. Apa yang kalian takutkan?!" Ani berbicara dengan nada seperti orang yang sedang tidak sabar.
"Kalian ini kenapa sih? Ooh.. Jadi kalian mau tahu betapa mengerikannya perempuan yang tadi tiba-tiba nongol di sampingku?!"
"Hihihihihi... Nyali kalian benar-benar kecil!" suara tawa Intan terdengar menakutkan sekali.
"His! Jangan tertawa seperti itu, In!"
Beno yang sedang konsentrasi pegang kemudi jadi sedikit oleng karena terkejut mendengar tawa Intan yang begitu menyeramkan.
Ciiiit...!!!
Mobil pun terhenti. Beno segera menyalakan lampu bagian dalam, setelah sedari tadi ada bau - bauan aneh di dalam mobilnya.
Lampu pun menyala, nampak keempat teman wanita yang duduk di bagian belakang semuanya menunduk.
"Kenapa, Ben!"
"Sini turun!" Beno melambaikan tangan agar Iyan turun dan menghampirinya.
"Ada apa?" tanya Iyan setelah sampai di sebelah Beno.
"Kamu ngerasa aneh tidak?!" bisik Beno pelan.
"Iya, aku mencium aroma persis seperti di tempat kejadian aneh yang tadi kita lihat!" ujar Iyan.
"Betul sekali! Dan apakah kamu tidak merasa, jika keempat teman kita yang duduk di belakang semuanya aneh!"
"Betul, Ben! Kita sama-sama tahu, jika mereka semua takut sama hal - hal yang berbau horor, tapi kenapa mereka justru sebaliknya?!"
Beno dan Iyan mengamati keempat temannya yang masih terlihat duduk dengan menundukan kepala.
"Tadi bukankah mereka sudah bangun? Tapi kenapa sekarang mereka tiba-tiba tertidur dengan begitu cepatnya?!"
"Sttt.. Sepertinya tadi yang berbicara dengan kita itu bukan teman - teman kita!" Beno mendekatkan mulut ke telinga Iyan.
Beno dan Iyan saling bertatapan, mereka memiliki rasa takut yang sama. Dan bau anyir itu malah semakin santer tercium.
"Bau ini berasal dari dalam mobilmu, Ben!"
Wajah Iyan tampak pucat. Rasa takut yang tadi saja belum hilang ini malah di tambah lagi rasa takut berikutnya.
Fani, Ani, Intan dan Angela tiba-tiba sama - sama turun dari mobil. Namun anehnya, wajah mereka semua persis seperti wajah perempuan yang menakutkan, yang tadi dijumpai di perjalanan.
"Ini rumah kami!"
Suara perempuan yang paling depan begitu menakutkan. Ia berbicara sambil menunjuk ke jembatan tepat Beno menghentikan mobilnya.
"Ja... ja... di..." Beno pingsan.
"Ben, bangun!"
Iyan tampak panik, rasa takut juga semakin menyerangnya, tubuhnya menggigil hebat, namun Iyan masih bisa bertahan dan tidak pingsan.
"Ja... jangan ganggu kami!"
Hihihihihi...,"
Suara tawa itu terdengar begitu menakutkan, tubuh Iyan semakin menggigil ketakutan, Iyan hanya mampu berdiri memaku.
Suara tawa itu akhirnya hilang, Iyan terkulai lemah di samping Beno, namun ia tidak pingsan.
"Hei...! Kalian sedang apa?!"
Teriakan Nia mengejutkan Iyan.
"Benarkah kamu itu, Nia?"
"Ya iyalah! Kamu mabuk ya?!"
Iyan menghela napas lega, ini benar-benar Nia sahabatnya.
"Syukurlah, bangunkan yang lainnya, kita gotong Beno ke dalam mobil! Biar aku yang gantiin nyupir!" ujar Iyan.
Iyan dan keempat sahabatnya segera memindahkan tubuh Beno ke dalam mobil. Mobil pun kembali melaju.
"Sebenarnya apa yang terjadi, Yan?"
Angela coba untuk tahu apa yang telah dialami oleh Beno dan Iyan.
"Iya, kalian berdua sudah bikin kami takut!" sela Intan.
"Sudah - sudah! Aku ceritakan semuanya nanti, setelah kita sampai di rumah Helenna ya!"
Iyan tidak mau bercerita saat itu, mungkin karena trauma. Mobil pun terus melaju menembus gelap malam. Meninggalkan jembatan tempat Beno tadi pingsan.
Di jembatan yang sudah mereka tinggalkan, keempat perempuan misterius itu menatap tajam mobil yang sedang melaju kencang, mereka pun tiba-tiba lenyap begitu saja.
Gerimis telah menjadi hujan yang lebat, membasahi bumi, menjawab kerinduan tanah yang hampir mengering, membangkitkan riuh ramai suara katak yang menyambut kedatangan hujan.
Selesai
NB : cerita ini hanya fiktif belaka, jika ada kesamaan nama tokoh dan tempat, ini benar-benar tidak disengaja.
14/11:2018.