Cerita Pendek Remaja

iklan

Cerita Pendek Remaja


Cerita Pendek Remaja

Judul : Andre Tumbuh Dewasa


Ini sudah memasuki minggu kedua, Andre putus dengan pacarnya. Tidak dipungkiri, ada rasa yang berbeda, awalnya sih begitu berat, kebiasaan berbagi kabar lewat pesan singkat, chat, atau sejenisnya, begitu sangat membuat anak semata wayang itu kelimpungan. Hari-hari yang dilalui seakan hampa, dan menjadikan semangatnya menurun.

Ponsel Andre pun tak seriuh dulu, mungkin bisa setiap saat ada pesan, atau telpon dari Nia, kekasihnya. Sekarang hening. Walaupun masih ada, sesekali pesan masuk dari teman sekolahnya, tetapi, tetap saja membuat hati lelaki yang mulai tumbuh dewasa itu menjadi gundah gulana, dan tentunya merasa kesepian.

Gelagat Andre rupanya terbaca oleh Mamanya, wanita berumur sekitar empat puluh tahunan dan mengenakan hijab. Perempuan yang begitu menyangi Andre, memerhatikan anak satu-satunya itu, sehingga ia teramat peka dengan kondisi yang tengah menimpa Andre.

"Akhir-akhir ini, mama lihat kamu betah di rumah, Nak?" tegur Mamanya di suatu hari.

"Mama perhatian banget sama, Andre! Sampai-sampai bisa tahu, apa saja yang menjadi kebiasaan, Andre." Ujarnya, sambil sedikit memonyongkan bibir. Dasar, anak itu memang manja sekali.

"Ya iyalah, Nak. Kan anak mama cuma kamu, masa iya, sampai melewatkan apa yang terjadi sama kamu." Jawab Mama, sambil mengusap kepala Andre, dengan sangat penuh kasih sayang.

"Ma, dulu waktu masih muda, apa Mama pacaran juga?"

Mama terhenyak, pertanyaan Andre membuat ia berhenti mengelus kepala anaknya sejenak. Ada kerut aneh di dahinya, mungkin karena Mama terkejut, mendengar pertanyaan yang baru saja ke luar dari mulut Andre.

"Emm ... iya, Nak. Tapi, pacarannya mama, tidak seperti pacaran anak-anak zaman sekarang, yang bebas ke mana saja cuma berduaan. Dulu, kalau Papamu ngapel, Eyang kamu pasti ikutan nimbrung. Jadi, kami ngobrol bertiga, tidak cuma berdua." Ucap Mamanya sambil tersenyum.

"Gak seru dong, Ma? Masa pacaran ditungguin, Eyang?"

"Duh. Sebentar deh! Kok anak mama tiba-tiba tanya soal pacaran, ya?!"

Mama terlihat menyelidik. Sedangkan Andre terlihat malu-malu, namun semuanya sudah terlanjur dibicarakan. Jadi, apa boleh buat. Tidak mungkin juga kalau Andre mengelak, memang seperti itulah anak itu, tak bisa berbohong sama Mamanya tercinta.

"Nggak apa-apa, Ma. Kan ini sekadar bertanya." Ujar Andre, sambil mengangkat kedua jari tanda piss.

Mama tersenyum geli, melihat tingkah anaknya, yang mencoba mengalihkan perhatian. Tetapi, dari mimik dan gelagat Andre, Mama bisa dengan jelas menangkap, jika ada sesuatu yang coba Andre sembunyikan. Dia paham betul gelagat anaknya, meskipun ditutupi serapat mungkin.

"Ah, Mama! Kok jadi ngeliatin Andre seperti itu?!"

Andre salah tingkah, saat tatapan mata Mamanya, terlihat sedang berusaha menyelidik. Wajah anak manja itu terlihat bersemu merah, sesekali digaruk kepalanya, meskipun rambut Andre itu bebas dari kutu maupun ketombe.

"Lanjutin yang tadi dong, Ma. Yang pacaran tapi ada, Eyang!" ujarnya segera. Ia tak ingin berlama-lama, berada di situasi seperti seorang pesakitan, yang tengah diinterogasi.

"Duh, kamu penasaran, ya?"

Mama coba bercanda, kebiasaannya memang begitu. Meskipun memberikan edukasi, namun, ia tak ingin terlihat seperti sedang memarahi, malah justru sebaliknya. Sebab, dengan cara seperti itulah, Andre menjadi tidak takut, untuk mengakui kesalahan, jika memang dia mempunyai kesalahan.

"Ayo, Ma. Ceritakan dong. Apa enaknya coba, pacaran tapi ada, Eyang?!"

Dasar Andre, ia begitu penasaran sekali, dengan kisah cinta kedua orangtuanya. Entahlah, apa yang ada di benak anak yang sudah menginjak kelas tiga, di salah satu SMA di kota tempat ia dilahirkan.

"Malah bagus dong, Nak. Mama sama Papa jadi terhindar dari zina. Tapi, tunggu! Kamu sudah punya pacar?"

Tanya Mama tiba-tiba. Kali ini perempuan itu coba mencari tahu, lewat mata anaknya, sebab, mata Andre terlihat sekali kalau sedang berbohong, dan Mamanya tahu persis akan hal itu.

Andre terperangah. Sepertinya ia jadi memberikan peluang bagi Mamanya, untuk mengetahui apa yang sedang dialami. Kini ia kembali kena interogasi lagi, dan kali ini tatapan mata Mamanya lebih tajam.

"Sudah putus, Ma. Suer!" jawab Andre, sambil menunjukkan dua jari di hadapan Mamanya.

Mama geleng-geleng kepala, kemudian perempuan itu tersenyum. Ia tak mau membuat anaknya takut, sebab, wajar juga jika anak seusia Andre, sudah memiliki rasa yang berbeda, terhadap lawan jenisya, bukankah itu manusiawi?

"Duh, kok mama sampai gak tahu, untuk soal yang satu ini? Hayo! Kamu sudah ngapain saja?!"

Mama melontarkan pertanyaan, dengan penuh kesabaran. Beruntunglah, anak semata wayang itu, ia memiliki seorang Mama yang bisa diajak bicara, layaknya seorang sahabat. Meskipun sebenarnya mereka adalah Ibu dan anak. Akan tetapi, jika anak merasa nyaman, saat berbicara dari hati ke hati, maka, anak pun akan dengan mudah terbuka, dan orangtua pun semakin enak, untuk mengontrol kelakuan si anak, saat di luar jangkauannya.

"Andre gak ngapa-ngapain kok, Ma. Andre, gak macem-macem, suer lagi!" ujarnya meyakinkan hati Mamanya.

"Ingat ya, Nak. Dulu Papa kamu itu jomlo, hingga usianya duapuluh lima, menikah sama mama itu, di usia duapuluh delapan tahun. Tapi, Papa kamu itu keren, karena lebih memilih menyelesaikan kuliah, lalu mencari pekkerjaan, yang sesuai dengan pendidikannya, baru setelah itu berani melamar mama!" ucap Mamanya. Andre terlihat manggut-manggut, tanda ia benar-benar memahami ucapan Mama.

"Apa, Papa tidak kesepian karena jomlo, Ma?" timpal Andre penasaran.

"Ya tidak lah, karena Papamu itu selalu memanfaatkan waktu luangnya, untuk hal-hal yang positif, bukan untuk hal-hal yang tidak penting, seperti halnya pacaran, dan juga nongkrong-nongkrong yang tidak jelas."

Untuk kedua kalinya Andre manggut-manggut, sepertinya petuah itu bener-bener masuk ke hati anak itu.

"Iya deh, Ma. Semoga Andre bisa seperti Papa. Pertama kali putus sama Nia, jujur, perasaan ini sakit banget, Ma. Tapi, sekarang sudah nggak kok, Andre sudah nyaman seperti ini." Lelaki yang mulai tumbuh dewasa itu, rupanya mulai sadar.

Mata Mama terlihat sembab. Ia tidak menyangka, jika Andre bisa cepat menyadari, kalau berpacaran pada masa-masa sekolah, itu bisa menjadi bumerang bagi cita-citanya. Apalagi dengan maraknya berita tentang pergaulan bebas, tentu sebagai orangtua, hatinya menjadi sangat miris.

"Syukurlah, dan perlu kamu ingat, Nak. Jomlo itu bukan berarti kamu tidak memiliki cinta. Tetapi, kamu lagi menunda perasaan itu, demi masa depanmu. Jika semua sudah kamu raih, maka cinta itu akan hadir mengikutimu."

Suatu wejangan yang baru pertama kali di dengar oleh Andre, dari Mama yang ia sayangi, Mama yang tidak pernah marah, Mama yang selalu sabar menghadapinya. Sehingga, Andre dengan senang hati untuk mengadu, jika ada masalah-masalah yang tengah singgah dalam kehidupannya.

Kini langkahnya semakin mantap, demi masa depan, demi cita-citanya, demi Mama, Papa dan tentu demi cinta yang kelak akan Andre temui. Ia tidak ingin mengecewakan kedua orangtuanya, yang sudah memberikan pendidikan terbaik, memberikan nasihat-nasihat, serta merawatnya dengan penuh kesabaran dan tentunya juga dengan penuh kasih dan sayang.

Andre ingin seperti Papanya, kelak. Menjadi lelaki yang lebih mengedepankan cita-cita, demi orang-orang yang dicintainya.

                     ~Selesai ~

Baca juga: cerita-pendek-humor.


10/03/2019

No comments:

Post a Comment

Tamu Prosa Blog Dbanik

Judul : Masih Sanggupkah Kau Bertahan? Karya : Dian Ahmad  Tatap mata yang kian meredup, menampakan duka yang sepertinya menoreh telalu dala...