(Sebuah Prosa) Lintang Kemukus.

iklan

(Sebuah Prosa) Lintang Kemukus.


(Sebuah Prosa) Lintang Kemukus.

(Sebuah Prosa) Lintang Kemukus.

Lintang Kemukus di langit jiwa aku ialah kau. Jatuh tiada mengenal waktu, pendar cahayanya menyaru kunang-kunang. Indah sekali!

Berkali sudah, hingga tidak lagi bisa aku hitung jatuhnya kau. Sebagai rahmat yang telah Tuhan berikan kepada aku.

Aku selalu menunggu malam datang, menanti lintang kemukus yang terjatuh elok di langit jiwa. Hingga kadang aku lupa, sudah berapa malam aku lipat!

Lintang kemukus di langit jiwaku. Cahaya kau semoga abadi, hingga aku yang kelak jatuh ke pangkuan bumi, untuk lebur kembali sebagai asal.

Lintang Kemukus.

DBaniK<<<120418

--------------------------------------------------------

Puan Bermata Teduh.

Di matamu aku lelap, menidurkan kegelisahan yang sudah memasuki level tertinggi.

Sebening embun yang enggan jatuh di pucuk-pucuk daun itulah mata kau, memancarkan kilau cahaya yang mampu menyibak gulita jiwa aku.

Puan, tatap aku lebih dalam lagi biar aku semakin tenggelam, menyesatkan diri pada cerukmu, lalu menumbuhkan benih-benih cinta aku yang mulai langka.

Bersama kau kita melahirkan anak-anak riuh, lalu gaduhnya mampu memecah dinding sunyi yang nyaris terbunuh asa.

Puan bermata teduh aku telah jatuh, jatuh kepada kerling mata kau.

DBaniK<<<120418



--------------------------------------------------------
(Sebuah Prosa) Lintang Kemukus.

Seribu Tanya.


Kau pun tahu jika aku enggan memaksa apa arti senyum yang pernah kau jatuhkan pada temu sore itu.

Hari-hari aku menjadi entah menyimpan seribu tanya yang ada. Apa puasnya untuk kau, jika aku terus memendam di palung paling dalam, lalu membiarkan ia sekarat dimakan waktu?

Mungkin kau bisa berlalu meninggalkan aku tanpa kesan, tapi tanya ini tak pernah urung untuk aku tahu apa sebenar jawab yang keluar dari lengkung bibir tipis kau.

Di sini di sore yang telah pasi, aku tetap akan menanti kedatangan kau. Sekali pun tibanya kau sudah berbadan dua, aku tetap akan menunggu arti kerling dan senyum serupa candu yang telah kau lempar kepada aku.

Aku tidak meminta lebih, aku tahu betul jika cinta tidak harus memiliki, namun jawab dulu seribu tanya ini, biar lelap rasa aku tanpa menimang gundah.



DBaniK<<<120418



--------------------------------------------------------


Hati Nurani


Seperti getarnya nurani, saat kebenaran itu terlukai, walau seribu cara untuk menimang, ia tetap tak mau diam. Ia gelisah!

Terkadang akal saja yang selalu menenggelamkannya, mematikan naluri ke dasar palung, hingga menimbun dengan keangkuhan. Sungguh menyakitkan!

Begitu miris, tentang getar yang coba menuntun jiwa, namun tak sadar ia terbunuh secara perlahan. Nurani menjerit!

Palung laksana pusara, tanpa nyala penerang, berprasasti kesombongan dan keangkuhan, lalu, nurani menjerit dalam lengang. Miris!

Lalu mau kemana nurani mengadu? Mengharap seberkas pelita untuk berjalan, menuju cahaya yang sangat terang.



DBaniK<<<290817


--------------------------------------------------------



Seruni



Panggil aku Seruni, sekuntum sekar yang wanginya kau hirup.

Aku masih menunggu engkau datang untuk memetik aku.

Tahukah kau, puluhan kumbang telah mati merana, lantaran sariku tak sanggup mereka curi dari putik-putiknya.

Aku bertahan demi kau, si kumbang jantan yang pernah sekali aku lihat di ranum sore.

Hati ini telah jatuh pada tatap pertamaku.

Datanglah temui aku, di taman yang dulu kau sambangi. Aku seruni, akan memanggilmu jika kepak sayapmu telah aku dengar.


--------------------------------------------------------


Aku Yang Pernah Terluka

Malam pernah tertawa lantaran punggunnya kerap basah oleh airmataku.

Malam membisu saat isakku terus saja membuat gaduh, mungkin juga ia telah bosan melihat aku yang selalu mengulang tangis yang sama.

Aku terlalu larut sedang waktu telah jauh melangkah, ia sudah bosan mengajak aku untuk berlalu meninggalkan kesedihan. Hingga keterpurukan kian dalam mengujam nadi. Aku nyaris gila!

Kepergian itu teramat membuat aku terpukul hingga dada yang paling dalam, mengubur serta semangat yang aku miliki. Menyaru apa aku waktu itu, karena diriku saja sudah tak kukenal lagi.

Beruntung saja Tuhan menarik aku, lewat kau sahabatku. Memberi pertolongan lewat petuah-petuah bijak yang tidak aku dengar sebelumnya. Teduh, aku teduh. Lalu perlahan aku tertatih, mencoba untuk kembali bangkit dan berjalan, mengejar waktu yang sudah jauh di depanku.




19/12/2018

No comments:

Post a Comment

Tamu Prosa Blog Dbanik

Judul : Masih Sanggupkah Kau Bertahan? Karya : Dian Ahmad  Tatap mata yang kian meredup, menampakan duka yang sepertinya menoreh telalu dala...