iklan
(Cerpen-Singkat) Martabak Di Atas Meja.
(Cerpen-Singkat) Martabak Di Atas Meja.
"Jangan buang - buang makanan, Nak! Jika memang sudah kenyang, kamu bisa menyimpannya di lemari pendingin. Bukan kamu acak - acak seperti itu!"
"Kan kita bisa beli lagi, Ma!"
Anak itu memang begitu, ia kerap membuang makanan yang tidak habis disantapnya, meski sebenarnya masih bisa disimpan untuk nanti, atau diberikan kepada orang lain yang mungkin mau. Seperti kali ini, masih ada empat sisa martabak yang sebetulnya masih bisa disimpan, namun ia malah meremas - remasnya bersama kardus pembungkus martabak tersebut dan membuang di tempat sampah. Sungguh terlalu!
"Kamu tidak mengerti betapa susahnya cari uang, Nak! Sehingga dengan gampang melakukan itu!"
Mama tak kurangnya menasihati anaknya tersebut, namun entah kenapa tidak ada perubahan seperti yang diharapkan. Tidak mungkin juga kalau Mama harus memukul, karena baginya dengan memukul anak untuk mengganjar kesalahan itu tidaklah benar.
***
"Ampun, Mbok! Ampun...!"
Gadis kecil meraung kesakitan sambil menahan tangan Mbok - nya yang masih mencengkeram kuat telinganya. Sudah ada beberapa pukulan mendarat di pantat anak kecil itu, dengan sendal milik Si Mbok.
"Koe pancen susah dibilangi, Nduk!"
"Ampun, Mbok! Ampun...!"
Si Mbok menguatkan lagi cengkeraman di telinga gadis kecil yang masih menangis itu.
***
"Ya Tuhan..., ampuni hamba."
Airmata Mama muda itu mengalir, bayangan masa kecilnya tiba-tiba saja melintas di ingatan, masa kecil yang ia lalui dengan penuh kepahitan.
"Tahukah kamu, Nak? Mama pernah menangis soal makanan waktu kecil dulu. Mama dihajar sama Eyang Putri, gara-gara mengambil martabak manis sisa Tuan besar tempat Eyangmu bekerja."
"Kenapa Mama tidak minta saja!"
"Mama tidak berani untuk mengucapkan itu, awalnya Mama juga tidak ingin mengambil sepotong martabak manis di atas meja makan tersebut, namun karena Mama tidak pernah makan makanan semahal itu pada waktu Mama kecil dulu. Maka pada akhirnya Mama mengambil dan memakannya"
"Kenapa Eyang tidak membiarkan saja, Ma?"
"Tidak, Nak! Eyangmu benar! Sebab jika hal seperti itu dibiarkan, mungkin Mama akan menganggap jika milik orang lain boleh kita ambil tanpa permisi."
"Oh begitu ya, Ma?"
"Iya, memang seharusnya begitu. Kamu juga harus tahu, Nak. Jika apa yang Mama nasihatkan kepadamu, itu semua demi kebaikanmu, bukan demi apapun."
"Iya, Ma. Aku mengerti. Mulai sekarang kalau ada sisa makanan yang masih bisa dimakan, akan aku sisihkan saja untuk Didi teman mainku, Ma."
"Kalau bisa, memberi sesuatu itu yang bagus, Nak. Bukan sisa makanan yang telah kamu acak - acak seperti itu."
Ujar Mama sambil menunjuk sisa martabak manis yang sudah teremas - remas bersama kardus tempat martabaknya.
"Iya, Ma. Aku sudah tahu kok, dan aku mau mendengar apa kata Mama."
Hidup memang harus begitu, memberikan pelajaran tentang apa itu kebaikan, tentang mana yang hak dan mana yang bukan sedari anak - anak mulai tumbuh, sebab dengan begitu akan terbawa hingga kelak anak - anak itu tumbuh menjadi dewasa, dan menjalani kehidupan yang sesungguhnya.
16/12 /2018
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Tamu Prosa Blog Dbanik
Judul : Masih Sanggupkah Kau Bertahan? Karya : Dian Ahmad Tatap mata yang kian meredup, menampakan duka yang sepertinya menoreh telalu dala...
-
Resep Tahini Brownies Halo sobat blogger semua, kita jumpa lagi di kesempatan ini ya, dan kali ini saya akan memberikan resep tahini ...
-
Resep Membuat Glotak Makanan Khas Tegal Kali ini saya akan membagi resep glotak, makanan khas Tegal yang tentunya sangat lezat dan ni...
-
Kumpulan Flash Fiction Contoh. Di Ruang Tunggu. Aku terdiam meskipun duduk bersebelahan dengan Ayah. Bukan karena aku tak sayang,...
No comments:
Post a Comment