Cerita Singkat Dengan Judul: Perempuan Itu Aku.

iklan

Cerita Singkat Dengan Judul: Perempuan Itu Aku.

Cerita Singkat Dengan Judul: Perempuan Itu Aku.

Cerita Singkat Dengan Judul: Perempuan Itu Aku.  

Di mana saya berpijak di situ banyak sekali orang membicarakan aku, sungguh itu teramat menyedihkan, dengan seenaknya mereka mengarang cerita yang sebenarnya tidak pernah aku lakukan. Tadi pagi di tempat orang jualan sayuran juga begitu, mereka deng sadis membicarakanku, apa sebabnya yang mereka harapkan dari aku?


Ingin rasanya membalas omongan mereka, ingin rasanya memaki-maki mereka, bahwa aku tidak begitu! Namun aku tahan, sebab aku tidak ingin malah memperparah keadaan, nanti dikira apa yang mereka tuduhkan adalah benar. Sungguh menyebalkan!

Kenapa mereka tidak fokus saja dengan belanjaan yang sedang di hadapi, belanja terus pulang ke rumah masing-masing untuk segera memasak untuk suami dan anak-anak mereka, ini malah asik membicarakan aku, bukankah itu tidak menambah dosa? Aku rasa mereka tahu benar hukumnya menggosip? Apa resikonya buat kehidupan mereka kelak di akhirat, namun kenapa mereka seolah - olah tidak tahu.

Aku kesal, namun aku bertahan untuk tidak membalas, sebab membalas malah menjadikan aku seperti mereka, maka mending diam saja, membiarkan mereka terus menggunjingku.

"Dasar perempuan perebut suami orang!"

Hatiku sakit sekali mendengar itu semua, mereka tidak mau tahu kenapa saya bisa jatuh cinta kepada lelaki yang ternyata sudah punya istri dan dua orang anak! Mereka tidak mau tahu alasannya, yang mereka tahu aku adalah pelakor! Ini tidak adil untukku, sungguh!


Semua berawal dari pertemuanku dengan Mas Helmi, dia begitu baik sekali. Lelaki yang mengaku sebagai duda beranak dua itu sering mampir ke warung kecil yang aku bangun dengan airmata, sebab untuk mempunyai warung tersebut harus kutebus dengan kerja keras dan tidak semudah membalikkan telapak tangan.

Dengan uang hasil jerih payahku sebagai seorang juru masak di warung milik orang, aku kumpulkan sedikit demi sedikit gajiku yang sudah kupotong untuk membiayai Si Mbok yang memang sudah sakit-sakitan, belum juga untuk membayar sewa rumah. Aku cuma hidup bersama Si Mbok, karena Bapak sudah lama meninggal sejak aku masih kecil.

Di kota ini kami memang tidak punya saudara, kami memang pergi merantau karena untuk mencari penghidupan yang layak, sebab di kampung susah untuk cari kerja, sedangkan kami tetap harus makan.


Mas Helmi memang mengaku punya anak, namun dia bilang istrinya sudah ia ceraikan, katanya karena istrinya selingkuh. Awalnya aku tidak menanggapi, sebab aku memang belum ada rencana untuk menikah, aku masih ingin merawat Si Mbok demi baktiku sama beliau.

Mas Helmi menjadi sering mampir ke warungku untuk makan kadang juga hanya sekadar untuk minum kopi, Mas Helmi begitu perhatian sama kesehatan Si Mbok hingga sering membelikan obat - obatan herbal, hal-hal kecil itulah yang menyebabkan lama-lama tumbuh cinta di hatiku kepada Mas Helmi.

Hingga kami pun sepakat untuk menikah, aku menerima karena Mas Helmi mengaku duda, dan ia pun begitu meyakinkan aku sampai ia pernah membawa salah satu dari anaknya yang berumur empat tahunan, ya, akhirnya aku meyakini itu, bahwa dia memang seorang duda.

Seluruh warga kampung tempatku tinggal pun tahu dan saat mereka kuceritakan bahwa Mas Helmi itu duda mereka pun tahu dan percaya, hingga waktu pernikahanku dengan lelaki itu pun warga juga sudah aku kasih tahu.

Namun beberapa hari yang lalu ternyata ada seorang perempuan yang mengaku jika ia istrinya Mas Helmi, perempuan itu melabrak ke kontrakan kecilku, perempuan itu memaki-maki aku dengan perkataan yang tidak pantas untuk di dengar, sungguh aku tidak mengerti dengan apa yang sebenarnya tengah aku alami, Si Mbok syok, penyakit darah tingginya kambuh lalu terjatuh hingga tak sadarkan diri.

Di rumah sakit Si Mbok meninggal dunia, hatiku terasa sakit sekali. Aku merasa jika ini semua karena aku, dunia yang aku pijak seolah goyah dan aku pun terjatuh, namun kepalaku membentur keras dingin rumah sakit. Aku pun dinyatakan meninggal dunia, karena benturan itu menyebabkan pendarahan pada otak.


"Andainya kalian tahu, mungkin kalian tidak akan menyebutku pelakor."


NB : ini hanya cerita fiktif belaka dan jika ada kesamaan nama tokoh dan tempat ini benar-benar tidak disengaja. 




14/07/18

No comments:

Post a Comment

Tamu Prosa Blog Dbanik

Judul : Masih Sanggupkah Kau Bertahan? Karya : Dian Ahmad  Tatap mata yang kian meredup, menampakan duka yang sepertinya menoreh telalu dala...