iklan
Kumpulan Cerita Flash Fiction
Pic: ThomasWolter/pixabay
#Flash_Fiction
Mawar Bukan Nama Sebenarnya
Perempuan itu bernama Mawar, ia sesenggukkan ketika banyak media seperti, koran dan majalah menyoroti tubuhnya, bahkan berbagai media televisi juga.
Kembali ia teringat sepuluh jam yang lalu, saat kekasih yang paling dicintai datang bersua ke rumah, untuk mengajak jalan-jalan menikmati indahnya kota kami.
Berbekal restu orangtua, Mawar pun pergi bersama, Paimin. Lelaki yang bakal jadi suaminya. Itu memang sudah janji paten, yang pernah Paimin ucapkan kepadanya.
Entah kenapa, saat di suatu tempat yang paling romantis dalam sejarah berpacarannya, kekasih hatinya malah memutuskan hubungan, dengan alasan, bahwa Paimin bukan lelaki yang baik buat dirinya.
Jelas, Mawar kalap. Ia maki Paimin sepuasnya, perempuan itu kesal bukan kepalang, madu yang ia punya sudah berkali-kali di hisap, sekarang dirinya mau dicampakkan begitu saja.
Mawar yang bukan nama sebenarnya itu ngamuk bagai kerasukan setan. Entahlah, kejadian selanjutnya tak mampu diingatnya lagi.
Di depan televisi, Mawar hanya bisa menangis, melihat jasadnya begitu ramai dibicarakan orang, dengan luka-luka yang begitu mengenaskan.
"Kamu kah yang mendorongku ke jurang, Mas?" ujarnya terisak.
DBaniK 30/06 /2017
Baca juga: kumpulan-puisi.
#Flash_Fiction
PINTU PUN TERBUKA
Pintu pun kubuka perlahan, aku tak ingin membuat seisi rumah terbangun.
Aku lanjut masuk ke dalam kamar, semua masih sama, hanya ada sedikit yang berubah saja, yaitu letak tempat tidur yang berpindah posisi.
Ada apa ini, kenapa rumahku sepi, apa seluruh penghuninya lagi pada keluar?
Kurebahkan tubuhku, rasa capek tak mampu kubendung, iya, aku lelah. Perjalanan dengan seseorang yang baru kukenal itu benar-benar membuatku lelah.
Kutatap langit-langit kamarku, entah kenapa mataku susah terpejam, padahal lelah sekali hari ini.
Deg!
Tiba-tiba aku teringat sesuatu, iya, aku teringat sesuatu yang membuatku terperangah.
"Apa aku masih hidup? Bukankah rumah ini beserta seisinya telah musnah terbakar!"
Just fiction
Tegal 08/03 /2018
#Flash_Fiction
Di Pinggiran Kota
Di sebuah restoran mewah, seorang anak kecil berbadan kurus, berbaju dekil, tengah asik mengamati orang-orang yang dibilang berduit, sedang bersantap ria.
Matanya tak pernah lepas menatap, di salah satu meja paling dekat dengan tempat ia duduk, di sebuah pot bunga besar, yang terbuat dari semen dan pasir. Dan kebetulan berada di antara pintu masuk.
Sesekali ia menelan ludah, lalu kembali melanjutkan untuk memperhatikan keluarga yang terlihat kaya itu. Mereka memesan begitu banyak makanan, hingga meja terlihat penuh, padahal di meja itu cuma ada empat orang, namun porsi yang dipesan sepertinya cukup untuk enam orang.
Anak kecil itu begitu tabah, tak sedikit pun beranjak. Ia tak menengadahkan tangan, padahal banyak orang berlalu lalang di depan tempatnya duduk, ada karung plastik juga gancu kecil, mungkin saja anak itu hanya seorang pemulung.
Tak lama kemudian, keluarga itu selesai menyantap makanan yang ada di meja, namun masih terlihat jelas, jika masih banyak sisa-sisa lauk yang ada, tidak mungkin juga habis, kan memang sudah terlihat sekali, porsi yang dipesan itu melebihi jumlah keluarganya.
Anak kecil berbaju lusuh itu pun beranjak dari duduknya, lalu ia pergi meninggalkan restoran mewah tersebut, sesekali ia usap perut tipisnya, mungkin dia menahan lapar, karena seharian berjalan mencari barang yang bisa ia jual kembali di pengepul barang bekas.
"Nak, berhenti!"
Dia menoleh, panggilan itu datang dari seorang pedagang kaki lima, yang kebetulan mangkal dekat dengan restoran itu.
"Kamu lapar, Nak?" tanya lelaki setengah baya itu. Mungkin saja beliau memperhatikan tingkah bocah itu.
"Tidak, Pak." jawabnya lirih.
"Tadi kulihat kau mengelus perutmu, ayo makan bersamaku, biar aku yang bayar," ujarnya.
"Terima kasih, Pak. Biar saya makan bersama keluarga di rumah, biar kami sama-sama makan nasi dan lauk yang sama dengan adikku," jawabnya tanpa ekspresi.
"Tapi, Nak. Kau tampak ingin sekali makan di tempat itu, tadi bapak memperhatikanmu." timpal pedagang kaki lima itu lagi.
"Iya, tapi dengan menelan ludah, saya sudah cukup kenyang, Pak." kata anak kecil itu.
Bapak penjual kaki lima itu melongo, jawaban yang tak pernah ia duga, keluar dari anak sekecil itu, yang sudah jelas-jelas ia tak mampu untuk masuk ke restoran itu, Bapak itu cuma bisa terdiam. Begitu hebatnya didikan orangtua anak tersebut, meski dalam keterbatasan hidup, namun tangannya tetap tak mau menengadah demi mencari belas kasihan.
"Maaf, kok bapak bisa melihatku?" ujar anak itu, sesaat kemudian tubuhnya lenyap. Betapa semakin terperanjatnya lelaki pedagang kaki lima tersebut.
Tegal 10/01/2018
NB: ini hanya cerita fiktif belaka, dan jika ada kesamaan nama tokoh dan tempat, ini benar-benar tidak disengaja.
DBaniK
Belajar Menulis Prosais
Pic: rawpixel/pixabay
Peretas Hati
Perempuan peretas hati, apa kabarmu?
Sudah kau bunuhkah rasa itu, kini? Apa malah kau biarkan ia tumbuh dan beranak pinak?
Jika saja waktu bisa kembali, saat gaduh rasa terselip ke tidak wajaran. Tentu saja semua tidak akan mengalir sederas induk sungai, lalu memecah dan melahirkan anak-anak rindu tanpa, Ayah.
Bukankah sungguh malang nasibnya?
Tiap hari kerjaannya hanya menguntit ke mana arah mata angin. Ia ingin menemukanmu, memohon pelukan yang tak kunjung terpenuhi; menyakitkan!
Si tegar telah goyah dimakan egonya. Dalam diamnya ada, engkau. Meskipun tersimpan rapi, namun tetap saja getar-getarnya mampu terbaca. Katanya, cinta yang dirasa adalah kenisbian saja, padahal tidak! Nyatanya ia terluka kini.
Mendengar gemerisik angin saja, ia sangka adalah desahmu. Sudah segila itukah?
Perempuan peretas hati, yang terlahir dari rahim malam. Padamkan saja suluh-suluh itu.
DBaniK 07/02/201
Baca juga: kumpulan-puisi-cinta.
Puisi Aku
Aku pernah berujar, jika malam ini gemintang enggan menyembul, untuk mempertontonkan pijarnya, maka engkau akan kuterangi. Meski tak segemerlap aslinya.
Dan engkau tersipu, menyembunyikan semu merah pipimu.
Lihatlah...
Wahai arak - arakan mega kelam, ia tersenyum! Barisan gigi putih itu terlihat begitu indah di balik lengkung bibirnya.
Tahukah engkau malam?
Aku bahagia atas semua ini...!
Bagaimana jika tak kulepas genggam tangan ini, hingga waktu terus bergulir menuju pagi?
Menikmati detak demi detak yang tersajikan, bersama secawan rindu yang senantiasa menemukan ruangnya.
Duhai langit... Aku kepayang...!
Aku menuju rumah kepulangan ialah kau, yang selalu bertahta dan merajai seluruhku, hingga malam demi malam yang senantiasa kita lewati bersama.
Kepadamu aku selalu merasakan berulang kali jatuh cinta, meski bahtera yang membawa kerap oleng dihantam badai. Namun kita tetaplah kita, yang selalu berkata 'aku sayang kamu' dalam seluruh situasi yang terlewati.
07/09/2018
Langit Malam Itu...
Oh iya, langit. Izinkan aku rebah di kolongmu, melepas gundah raga yang tertumpu beban hidup, hingga lelap menina bobokan, meski tak begitu lelap.
Ajari terlebih dahulu aku menata gemintang, yang terserak di hamparmu, namun begitu indah saat terlihat dari tempatku terpaku.
Aku ingin seperti itu, walau perih ini terserak di langit jiwa, namun tetap indah saat dipandang orang dari jarak yang entah sekali pun.
Apa kau bilang, Langit? Mataku enggan menumpahkan airmata? Meski kata orang bijak, lelaki pun boleh menangis.
Mungkin saja itu yang dinamai naif? Atau bisa jadi aku memang tidak bisa menangis?
Oh, tidak...! Tidak seperti itu langit...! Airmata kadang juga tumpah, di lipat waktu yang kusembunyikan, dari jamah telinga - telinga orang, yang bisa saja menertawai kelemahanku.
Huff..., menyedihkan!!!
Kata orang aku ini tegar, berjiwa kuat, dan tidak mudah menyerah!
Apa kau tahu langit?
Jika punggung malam kerap basah oleh airmataku...
Jika ujung pagi sering kuyup oleh isakku.
Sttt... Ini hanya aku dan kau...
Ah kau langit...!
Jangan tertawakan aku seperti itu! Ayolah...! Hibur hingga aku terkekeh.
Maki pun aku biarkan...! Karena aku memang sepantasnya kau cemooh.
Bagaimana? Masih mau mendengar kisahku yang lain?
Lelapkan aku terlebih dahulu malam ini.
26/08 /2018
Subscribe to:
Posts (Atom)
Tamu Prosa Blog Dbanik
Judul : Masih Sanggupkah Kau Bertahan? Karya : Dian Ahmad Tatap mata yang kian meredup, menampakan duka yang sepertinya menoreh telalu dala...
-
Resep Tahini Brownies Halo sobat blogger semua, kita jumpa lagi di kesempatan ini ya, dan kali ini saya akan memberikan resep tahini ...
-
Resep Membuat Glotak Makanan Khas Tegal Kali ini saya akan membagi resep glotak, makanan khas Tegal yang tentunya sangat lezat dan ni...
-
Kumpulan Flash Fiction Contoh. Di Ruang Tunggu. Aku terdiam meskipun duduk bersebelahan dengan Ayah. Bukan karena aku tak sayang,...