rujakangkung

iklan

Kumpulan Belajar Menulis Prosais

Kumpulan Belajar Menulis Prosais


Hujan Kembali Turun



Hujan kembali turun sore ini, menghapus jejak-jejak di tanah kering, membwanya larut bersama curahan air yang jatuh di tempias teras rumah ini.

Itu jejakmu...
Jejak yang pernah kau pijakan sehari yang lalu, saat aku tengah dilanda kemarau, sebab jamahmu telah semakin langka.

Kau terakhir kali datang, lalu meninggalkan bekas jejak kakimu, sedangkan tanah tak menghapusnya, mungkin saja ia ingin aku untuk mengingatmu untuk yang terakhir kalinya.

Sore ini hujan kembali turun, setelah kurun waktu yang entah, aku di sini di teras rumah ini, melihat pelan jejakmu menghilang secara perlahan, teriring sakit yang aku sendiri nyaris limbung.

Secangkir kopi pun tak mampu memikatku, aku tak kepayang oleh aromanya seperti biasanya, hingga ia dingin disentuh waktu yang terus berjalan, aku diam tanpa mau peduli, hingga tempat aku bediri ternyata telah kuyup oleh kenangan yang dulu pernah kita pahat bersama.

Kini genangan air hujan telah menelan seluruh kenanganmu, nyaris tanpa bekas, semua sudah rata, yang ada bekas tapak - tapak kaki bocah kecil yang berlarian menikmati rinai, tepat di depan tempatku berdiri dan kuyup oleh kenangan itu.

Hujan kembali turun sore ini, aku tengah berduka memeluk kepedihan, hingga derasnya hujan telah melumat seluruh tubuhku, entahlah! Kenapa aku sudah berdiri di bekas jejak kakimu yang pernah kau tinggalkan.




Tegal 24 - 06 - 2018






Kumpulan Belajar Menulis Prosais




Hei ...! Siapa Kau?

Hei, siapa kau? Wanginya begitu santer menembus dinding - dinding jiwaku, menggetarkan rasa yang telah lama tertidur!

Kau kah rupawan bermata indah itu? Yang memiliki senyum termanis di antara ribuan kembang di taman asmara itu?

Aku terkesan bicara lembutmu, memgalir lirih laksan tetes embun di pagi hari, pecah namun memberi kesejukan.

Tatap aku dalam diammu, wahai engkau! Aku ingin bersemayam pada cerukmu, lalu menumbuhkan benih-benih cinta yang nyaris purba!

Maukah, kau?

Akan aku bawakan sepenggal cinta! Yang tidak akan pernah habis dari masa ke masa, hingga kita menjadi tua oleh waktu.

Kau bangunkan aku dari lenaku, sebab rasa ini hampir mati suri lantaran tidak pernah bisa aku temukan sejatinya cinta!

Cinta yang menumbuhkan berjuta asa! Lalu menyalakan gelap jiwa, laksana suluh-suluh yang dibawa oleh pijar mentari, mampu menerangi gelap jiwaku.

Teruslah bersinar, hingga aku menemukan kau, sebab aku akan membawamu kepada hidup yang tengah kupijak, hingga masa yang entah.



23/08 /2018


Baca juga: kumpulan flash fiction contoh.




Kumpulan Belajar Menulis Prosais

Risalah Hati


Aku ingin menuliskan lagi tentang bunga - bunga yang tumbuh pada musim yang tidak semestinya. Ia begitu saja merajai pada hamparan yang nyaris tandus.

Entah dari mana ia mendapat air untuk menguatkan akar - akarnya, yang kemarin menjalar menelusup masuk hingga kuat mencenkeram.

Semestinya ia mati dalam kering, sekarat dalam dahaga, tapi ia malah berkembang dan menjuntai pada ketidak nyanaanku.

Masih kupikirkan lagi bagaimana ia tumbuh, lalu merimbun meneduhkan dirinya sendiri, meski aku tidak pernah menyiapkan rindang untuknya.

Pernah aku hela ketika ia masih merupa tunas, kucampakan tanpa tetetsan embun pun agar ia jera, namun aku salah! Ia begitu kuat untuk hidup.

Sungguh aku di antara percaya dan tidak! Sebab hadirnya tidak pernah ada dalam benak yang kutenggelamkan, pada kedalaman rasa yang seharusnya tidak mampu tersentuh oleh siapapun.

Aku terlambat mengantisipasi tumbuhnya, hingga kian hari kian kuat saja seluruh akarnya mencenkeramku, lalu aku pun limbung padahal sebelumnya aku kuat.

Pergolakan menjadi begitu kuat, saling berbalas asumsi satu sama lain, antara harus melemahkan atau menumbuhkan lebih rimbun bunga - bunga kertas yang seharusnya musnah.

Hingga akhirnya aku harus dengan paksa membakar seluruhnya, agar ia tak terus menerus mendesakku, agar bunga - bunga itu tidak semakin membuat aku mabuk kepayang.

Kau kulumat hingga seluruhmu sirna, meski bekas kau tumbuh menjadi lubang yang teramat menyakitkan, saat tak sengaja aku memijaknya.

Aku ingin menuliskan lagi tentang kau, bukan untuk membuatmu kembali tumbuh, namun hanya sekadar napak tilas sebuah kisah yang begitu tidak pernah seharusnya ada dalam kisahku.




20/09 /2018





Kumpulan Belajar Menulis Prosais



Hujan



Sore ini hujan turun lagi, gemericik airnya terdengar lirih di balik tembok tempat aku merindukan kamu, Puan. Namun begitu nyata di singgasana hati yang telah suwung.

Seperti ada nyanyian rindu di sela-sela airnya yang jatuh, merdu sekali. Persis saat kita bersama menggetarkan hati dengan nada - nada yang kita ciptakan bersama.

Aku mengingat kau kembali, sebagai rindu yang usang. Rindu yang telah tertumpuk oleh kurun waktu, yang aku sendiri nyaris lupa sudah berapa kurun yang menimbunya.

Ada siluet wajah kau yang ikut terjatuh pada tempias air di pintu ingatanku, senyum yang dulu kerap aku puisikan masih tetap sama, ia begitu indah bersama teduh mata kau.

Hujan kembali jatuh sore ini, bukan tentang airnya yang membasahi bumi, tapi tentang kau yang menggenang di latar ingatan, lalu mengetuk pintunya, agar aku bisa menjengukmu.





Tegal 26/05/18

Cerita Pendek (Kenangan)

Cerita Pendek (Kenangan)


Judul: Kenangan.



Pada suatu hari, aku pergi menjenguk kenangan, saat itu hujan turun dengan lebatnya, terlanjur basah, aku pun terus berjalan menyusuri titian waktu.


Langkah ini terhenti, saat kudengar isak tangis pilu, kudekati asal suara itu, ah ..., rupanya kamu, Nay. Perempuan sunyi yang pernah membuat gaduh di relungku, dia masih sama, mencintaiku seperti dulu kala, padahal rentan waktu telah jauh memisahkan aku dan dia.


"Biarkan aku mengasuh rindu ini, Tuan." dia berkata lirih.


Ada debar iba yang tiba-tiba lahir di benak, bukan lantaran aku kembali jatuh cinta, namun ini sebuah rasa yang tak mampu kuucap.


"Nay, sudahlah. Biarkan rindu bermain, sapih ia, agar waktumu tak habis untuk mengurusnya!" kutatap wajah perempuan itu, ada gurat luka yang terpancar dari sorot matanya.

"Kenapa? Apa aku salah, Tuan?"

"Tidak, tidak ada yang salah! Tapi apa kau tidak mengasihani jiwamu? Dia kau biarkan meradang, kau biarkan terus menyimpan rasa yang telah mati, sadar itu, Nay!"


Sungguh, aku lelaki tegar, namun tidak untuk kali ini. Bulir-bulir bening mulai keluar dari sudut mataku. Ini menyakitkan, dan teramat mengharukan.


Baca juga: cerpen singkat judul: saksi.


"Maki aku, Nay! Ludahi aku! Ayo, lakukan!" bahu mungil itu kuguncang, aku ingin ia terbangun, lalu tersadar dari semuanya.

"Tidak, tidak, Tuan! Bunuh saja jika kau ingin aku melupakanmu!" Perempuan di hadapanku mulai menangis. Dan aku tak kuasa untuk membendungnya.

"Maafkan aku, jika aku harus melangkah pergi! Sungguh, itu bukan kehendakku.



Hujan masih turun, saat langkah ini beranjak pergi meninggalkan Nay dengan lukanya, luka yang kutorehkan lima tahun yang lalu, luka yang sebenarnya aku pun sama, masih menahan nyeri untuk melupakannya.





NB: ini hanya cerita fiktif belaka, dan jika ada kesamaan nama tokoh dan tempat, ini benar-benar tidak disengaja.




Tegal 22/10/2017

Tamu Prosa Blog Dbanik

Judul : Masih Sanggupkah Kau Bertahan? Karya : Dian Ahmad  Tatap mata yang kian meredup, menampakan duka yang sepertinya menoreh telalu dala...