rujakangkung

iklan

Kumpulan Flash Fiction.


Kumpulan Flash Fiction

#Flash_Fiction

Judul : Janji Bertemu

Lelaki itu sudah tampak gagah dengan baju kemeja putih bergaris hitam, celana jeans ketat melekat rapi, tak lupa juga ia bawa jaket untuk berjaga-jaga barangkali saja angin malam ini terasa dingin.

Di sebuah cafe yang sudah terkenal namanya di kota tempat ia tinggal, menjadi tujuannya. Suasana tampak romantis, dengan penerangan redup serta alunan musik jazz membuat suasana terkesan romantis.

Di meja nomor lima yang kebetulan berada di sudut telah ia pesan siang tadi. Wajahnya terlihat bahagia. Mungkin saja seseorang terspesialah yang akan datang menemuinya malam itu.

"Maaf, Bapak mau pesan apa?"

Dua gelas juice lemon dan dua porsi steak daging pun dipesannya. Lelaki itu sesekali melihat arloji yang melkngkar di pergelangan tangan kirinya.

Pesanan sudah siap di atas meja, lelaki tampak tenang. Tak lama kemudian ia beranjak untuk menyeret kursi di depannya.

"Maaf, Bapak. Ada yang bisa saya bantu?"

Suara pramusaji itu mengejutkannya. Lelaki itu tetap tenang.

"Oh, tidak. Terima kasih."

"Tapi, Pak. Bapak sudah tiga jam duduk di sini dan pesanan yang dipesan pun belum Bapak santap."

Pramusaji itu terlihat kebingungan, namun lelaki itu tetap saja menunjukkan wajah yang tenang.

"Sebentar, Mbak. Ada yang saya tunggu." ujar lelaki itu.

"Ini sudah hampir tutup, Pak. Pengunjung sudah pada pulang, tinggal Bapak saja di sini."

Pramusaji itu meyakinkan lelaki itu.

"Mbak, boleh saya makan sebentar. Kekasihku sudah berada di depanku."

Hening. Tiba-tiba saja lampu penerangan di cafe itu mati. Pemilik cafe dan abak buahnya panik.

Suara piring, sendok dan garpu itu terdengar nyaring, lelaki itu rupanya tetap menikmati makan malamnya bersama sang kekasih. Tak lama kemudian suara dentingan sendok dan garpu pun lenyap seiring lampu cafe yang menyala.

"Di mana lelaki itu?" pekik pramusaji yang sedari tadi tidak beranjak dari depan meja lelaki itu.


NB: ini hanya cerita fiktif belaka, dan jika ada kesamaan nama tokoh dan tempat, ini benar-benar tidak disengaja.


@DBanik02418




Kumpulan Flash Fiction

Judul : DIARY MOCA.

"Sudah, Moca! Hentikan anganmu!"

"Pussy, kamu gak akan pernah ngerti, dan tak akan ngerti sampai kapan pun." ucapnya lirih. Entahlah, Moca dan kucingnya seperti punya kedekatan batin, bahkan suara meong si Pussy dapat ia artikan.

"Hmm, aku ingin punya Pangeran, Pussy! Kau tahu kan, usiaku sudah tujuh belas tahun? Itu artinya, aku butuh pacar!" Moca mengerling manja.

Moca menuliskan keinginannya pada diary tua miliknya, yang ia temukan di gudang belakang, yah walau buku itu sudah tampak berjamur, tapi entah kenapa ia begitu menyayangi, bahkan merahasiakan keberadaan buku diary itu dari kedua orang tuanya.

"Kamu, lihat pussy! Pangeran yang aku tulis di sini!" Ujarnya girang.

"Dia, berkulit putih, bermata teduh, dan tampan tentunya." Moca mengerlingkan mata belo'nya.

"Terserah kamu, aku sudah tak perduli lagi!" Pussy tampak tidak suka dengan cerita sahabatnya itu.

"Nanti malam tinggal memohon sama peri hitam, beres!" Gumamnya bersemangat.

Malam pun tiba, Moca beranjak pergi ke gudang belakang tempat ia menemukan diary itu, diary yang sudah banyak memberinya keinginan-keinginannya, diary yang secara ajaib bisa merubah hidupnya secara drastis.

"Peri, apa kau ada di sini?" Ujarnya di dalam gudang tua.

"Yah, ada apa? Apa lagi yang kau inginkan, Nak?" Suara perempuan yang cukup mengerikan terdengar jelas dari balik lemari kuno, yang tak pernah Moca tahu apa isinya.

"Seperti biasa, Peri. Ada yang aku inginkan." ucapnya memastikan.

Singkat kata, Moca menceritakan apa yang ia inginkan, Peri itu mengiyakan.

Ritual pun dilakukan, tepat jam satu malam, tidak seperti biasanya, kali ini ia merasakan kantuk yang begitu hebat. Dan setelah itu Moca kehilangan seluruh ingatannya.

Dua tahun pun berlalu, rumah Moca tampak lengang, hanya ada seorang ibu yang tengah duduk di teras rumahnya. Aku sebagai tetangga merasa iba, melihat keadaannya. Maka aku hampiri saja dia

"Bu, sedang apa?" Tanyaku penuh hati-hati.

"Aku, menunggu anakku, Nak." jawabnya datar.

"Moca? Memang dia kemana?"

"Entahlah, sejak dia masuk ke gudang tua itu, dia tak pernah kembali! Ibu hanya menemukan boneka yang mirip sama wajah anakku, dan satu lagi boneka lelaki ini, Nak!" Ibu itu meneteskan air mata, boneka yang Ibu ceritakan pun nampak sudah lusuh, karena banyak terkena tetesan air matanya.

Setelah pamit pulang, aku sempatkan sejenak menatap kedua boneka itu. Aku terkejut bukan kepalang, kedua boneka itu sama-sama mengeluarkan air mata.

NB : Ini hanya cerita Fiktif belaka, jika ada kesamaan cerita, nama tokoh maupun tempat, ini benar-benar tidak disengaja.



20/02/2017





Kumpulan Flash Fiction

#Flash_Fiction

Singgasana

Aku bahagia, punya orangtua yang sangat penyayang, punya adik perempuan lucu dan menggemaskan.

Rumah yang kuhuni tak sebesar kepunyaan Andre, tak semegah milik Antony, namun kudapatkan semua di rumah kecil milik kedua orangtuaku. Hari-hari serasa menyenangkan, suara pecahan tawa adik, suara lembut Ibu, petuah-petuah Ayah, begitu asik mewarnai.

Aku pernah bertengkar sama adik, mungkin itu tak akan kuulang lagi, seisi rumah tahu, jika adik mempunyai kursi khusus, yang tidak boleh siapa pun duduk di situ, entahlah, Angeli begitu memfavoritkan kursi kayu tersebut, padahal tidak bagus-bagus amat, namun seakan kursi itu sudah menjadi singgasana tersendiri buat dia.

Dasar konyol kamu, Dik. Apa bagusnya coba? Di ruang tamu ada satu set kursi, lebih empuk, lebih nyaman jika untuk duduk. Ah, dasar bandel. Sebelah kaki kursi itu juga sudah ada paku yang kendur, kamu marah besar waktu Ayah akan membetulkannya, kamu rela menangis sekuat tenaga, agar kursi itu tetap demikian adanya. Dasar bandel, namun lucu juga, keunikanmu malah menjadi hiburan tersendiri buat kami, menjadi bahan candaan di saat aku suntuk.

Kini aku berdiri tepat di depan singgasana milik Angeli, kuamati kursi yang terbuat dari kayu jati itu. Aku penasaran saja, ada apanya sih? Lalu aku dudukki. Sekitar lima menit, coba kurasakan sensasi apa yang membuat adikku begitu mengistimewakannya.

"Kakak! Jangan duduk di kursi adik!"

Jantungku nyaris copot, Angeli menatapku tajam. Aku bergeming.

"Dik, kamu kan sudah meninggal?!" pekikku.

Tegal 22/01/2018.


Kumpulan Flash Fiction di atas hanyalah kisah fiktif semata, dan jika ada kesamaan nama tokoh dan tempat, ini benar-benar tidak disengaja.

Sekian dan terima kasih 🙏




Baca juga: kumpulan puisi.

01/01 /2019.

Kumpulan Contoh Flash Fiction


Kumpulan Contoh Flash Fiction

#Flash_Fiction

Judul: Cinta Badi

Seperti biasa, aku melirik gadis manis di sebelah bangku. Sudah menjadi kewajiban, tak melirik tak indah hariku.

Siapa coba yang tak terbius kecantikan Tuti, gadis berlesung pipi, rambut tergerai indah. Duh, gila!

Novian juga, dia tak mau kalah. Mata tajamnya sesekali melirik ke arah bangku itu, sial! Woi, kamu sudah punya Titi. Apa masih kurang?! Kesal sih, tapi begitulah Tuti, banyak mendapat perhatian cowok - cowok di SMA tempatku menimba ilmu.

"Tut, tadi sewaktu pelajaran matematika, kulihat kau terus-terusan melirik ke arah bangkunya Badi," tanya Pujo saat jam istirahat.

"Kamu memperhatikan aku, Jo?" balas Tuti dengan tatapan aneh.

"Oke, oke. Tadi aku tidak sengaja kok, pas lihat kamu, eh pasti kamu lagi nengok ke arah bangkunya Badi, kamu naksir Badi ya?" ledek Pujo.

"Udah, Jo. Kasihan Badi, jangan jadikan ia bahan untuk bercanda!" timpal Tuti ketus.

"Cie ... cie, beneran cinta nih sama Badi!"

Pujo semakin menjadi. Agung, teman sebangkunya segera menengahi.

"Jo. Badi sudah berpulang ke sisi-Nya. Tolong jangan jadikan ia bahan candaanmu."

Suasana hening, serempak mereka melihat ke arahku, namun hanya bangku kosong yang mereka lihat, bangku yang dulu menjadi tempat terindah, untuk mencuri pandang.

                                                        ~Selesai~



NB : ini hanya cerita fiktif belaka, dan jika ada kesamaan nama tokoh dan, ini benar-benar tidak disengaja.



 25/01/2018. 

__________________________________



Kumpulan Contoh Flash Fiction

Judul : Pinjam Tubuhmu Sebentar 



Gadis kecil berusia sekitar sepuluh tahunan itu duduk di trotoar, terlihat sesekali ia menengok ke arah seberang jalan. Wajahnya sayu, baju yang dikenakan tampak dekil.

Sepertinya ada yang ia tunggu, karena dari raut wajah gadis itu tampak gelisah. Keringat di sekujur badannya menandakan jika tubuhnya tengah tidak sehat.

"Siapa yang kamu tunggu, Nak?"

Suara lembut perempuan setengah baya di depannya cukup membuat gadis kecil itu kaget.

"Ibu saya," ujarnya lemah.

Perempuan itu menatap dalam gadis itu, tak sadar airmata keluar dari pipinya. 

"Kamu lapar, Nak?"

Perempuan setengah baya itu coba melanjutkan perbincangan, ia bisa merasakan apa yang gadis itu rasakan, sebab wajah gadis kecil itu tampak pucat.

"Saya menunggu Ibu yang sedang membeli nasi," ujarnya lagi.

"Ayo aku traktir kamu makan sepuasnya, Nak."

Perempuan itu meraih tangan gadis kecil itu, kebetulan tidak jauh dari tempat itu ada sebuah restoran mewah.

"Ibu tidak malu mengajak saya masuk?"

Gadis kecil itu menghentikan langkahnya, ia tak pernah sekali pun masuk ke dalam restoran semewah itu. Uang hasil ngamen di lampu merah hanya cukup untuk membeli nasi bungkus dengan Ibunya, sisanya mereka tabung untuk keperluan lain.

"Tidak, Nak. Ibu tidak malu, ayo kita masuk."

Perempuan setengah baya itu terus menatap gadis kecil di depannya, yang dengan lahap menyantap hidangan yang baru pertama kali ia rasakan seumur hidupnya.

"Boleh aku membawa pulang untuk Ibu," tanya gadis itu sambil menunduk sedih.

"Pesan saja, Nak. Berapa pun kamu mau."

Tak lama kemudian mereka pun keluar dari restoran tersebut dan kembali ke tempat di mana gadis kecil itu menunggu ibunya.

"Nak, ambilah uang ini. Belilah obat, sepertinya kamu tengah sakit, sisanya bisa kamu simpan untuk keperluanmu."

Mata gadis kecil itu terbelalak, segepok uang ratusan ribu itu berada tepat di depan matanya.

"Ini terlalu banyak, Ibu. Apa ini tidak salah?"

Perempuan setengah baya itu mendekap tubuh gadis kecil itu, ia elus rambutnya yang panjang tak terurus, kemudian mencium keningnya.

"Terimalah, Nak. Ibu akan sangat senang, jika kamu mau menerima."

Perempuan setengah baya itu meletakan uang itu di pangkuan gadis itu.

"Pulanglah, Ibumu sudah menunggumu di rumah." ujar perempuan setengah baya tersebut.

Mereka pun berpisah di perempatan jalan, gadis kecil itu mencium tangan perempuan setengah baya tersebut. Perempuan setengah baya itu memperhatikan gadis itu, hingga hilang di tikungan.

"Aku ibumu, Nak. Ibu pinjam tubuh perempuan ini, untuk mengobati rasa laparmu. Jaga diri baik-baik, karena kamu hanya akan menemui jazad ibu saja di rumah."

Entahlah, apa yang membuat Ibu dari gadis kecil itu meninggal dunia, saat akan membelikan nasi bungkus untuk anak tercintanya.



NB: ini hanya cerita fiktif belaka, dan jika ada kesamaan nama tokoh dan tempat, ini benar-benar tidak disengaja. 



11/03/2018

__________________________________



Kumpulan Contoh Flash Fiction

Judul: Prankkk...!!! Cermin Itu Pecah! 



Dia menenggelamkan lagi kedalam lamunannya, lagi, lagi dan lagi. Ini sudah kesekian kalinya aku melihat, ada rasa iba acap kali melihat ia begitu. Aku prihatin, hanya nasihat yang bisa kulontarkan, untuk sekadar menyadarkan bahwa, apa yang dilakukan itu merupakan kesia-siaan semata. 

Hidup tak ubahnya seperti kapal, jika badai datang, pasti kita akan merasakan guncangan, itulah gunanya kita pegang erat kemudi, agar mampu mengendalikan ombak. Bukankah hidup memang seperti itu, karena Tuhan pasti akan menguji semua ciptaan-Nya, seteguh apakah imannya pada Tuhan, karena memang demikian adanya hidup. Tak ada satu pun manusia yang berjalan di muka bumi ini dengan mulus, tidak ada!

Seperti pagi ini, ia masih sama, mengurung diri dalam lamunan, menutup segala celah, hingga sinar pun sudah tak lagi bisa menembus dinding jiwanya. 
"Kau nyaris gila!" ujarku. Ia tajam menatap, aku terdiam. 
"Sekali lagi kau ucapkan, aku habisi kau!" seringainya sudah tidak kukenal lagi. 

Aku tatap, ia menatap. 
"Maumu apa?! Kau senang seperti ini terus?! Kau biarkan harapan-harapan yang ada di kepalamu musnah ya!" bentakku keras. 

Dia mengawasiku, aku pun sama, sesaat hening. Desah napas itu, desah tak sewajarnya, dan aku menjadi sangat khawatir.

"Bangun! Kamu harus bangkit!" aku teriak sekuat tenaga, berharap itu bisa membangunkannya.

Entahlah, tatapan macam apa yang dihadirkan olehnya, dan aku semakin takut, takut dan takut.

"Enyah kau!"

Prang! Cermin itu pecah, ia menghilang. Aku lari meninggalkan kamar sempit dan pengap, yang sudah seminggu kuhuni bersama ribuan dilema.



13/01/2018.



Semua kisah flash fiction di atas adalah kisah fiktif belaka, semoga bisa menjadi bacaan yang menghibur, dan kalian bisa juga membaca kisah - kisah fiktif lainnya di blog ini.



Terima kasih 🙏



31/12 /2018 

Tamu Prosa Blog Dbanik

Judul : Masih Sanggupkah Kau Bertahan? Karya : Dian Ahmad  Tatap mata yang kian meredup, menampakan duka yang sepertinya menoreh telalu dala...