(Belajar Prosais) Ibu Saat Engkau Terluka.
Ini sudah kesekian kalinya engkau meradang merasakan sakit yang begitu hebatnya. Aku terdiam menatap layu wajahmu. Tidak ada yang bisa aku buat, selain melinangkan airmata.
Ragamu begitu lemah terbaring di ranjang sebuah rumah sakit, tak ada jerit kesakitan, yang ada engkau terus menerus malafalkan Asma Allah, bersama tetesan airmatamu.
Perih dadaku, melihat engkau tak berdaya, dipeluk sakit yang tak kunjung pergi. Dan aku tak bisa berbuat apa-apa.
Ruangan rumah sakit itu pun telah banyak menyimpan isak tangisku, isak tangismu, Ibu. Hingga aku sudah tak mampu lagi membedakan siang pun malam.
"Ibu, aku rindu omelanmu."
"Ibu, aku rindu sapa halusmu."
"Ibu, aku rindu tawamu."
"Ibu, aku rindu semua yang ada pada engkau."
Sungguh aku seperti gila! Aku serupa mati! Melihat perempuan yang melahirkanku begitu tak berdayanya melawan kesakitan.
Sudah kutumpahkan airmata, sudah aku langitkan doa-doa, memohon agar engkau bisa kembali bersamaku, menjadi pelita yang tak akan pernah padam.
Sungguh aku tak kuasa! Aku bingung bukan kepalang, menimang gundah yang tiada henti menggores jiwa yang terdalam.
Akhirnya tangisku pecah di hening subuh, engkau pun pergi meninggalkan aku, Allah memanggil engkau, di saat segala kasih dan sayang yang engkau berikan belum mampu aku balas.
Kini engkau telah bersemayam di tanah sunyi, berpayung semboja. Meninggalkan segala kenangan yang tak mungkin hilang digerus masa.
Kelak, aku ingin bersama engkau Ibu, kembali bercengkerama, kembali berkumpul, bertukar cerita, bertukar bahagia.
Pic. Avalonbear/pixbay.com
Debanik 22/12/2018
No comments:
Post a Comment