(CERPEN SINGKAT) Lelaki Itu Bernama Leon.

iklan

(CERPEN SINGKAT) Lelaki Itu Bernama Leon.

( CERPEN ) Lelaki Itu Bernama Leon.

(CERPEN SINGKAT) Lelaki Itu Bernama Leon.


Semenjak kejadian semalam, lelaki itu menjadi pendiam, tidak seperti biasanya.

Lelaki bertubuh gempal itu dikenal sebagai preman yang paling ditakuti di daerah tempat biasa dia nongkrong, pembawaannya yang terlihat seram dengan bekas luka sayatan di pipi sebelah kiri semakin meyakinkan tampang seramnya tersebut.

Cara bicara lelaki itu terlihat cuek, namun keras dan tegas. Sehingga banyak para pengikutnya yang cukup begidik kalau bertatap muka dengan pimpinan gangnya, dia juga tidak segan - segan melayangkan pukulan jika merasa tidak senang atau tidak puas dengan kinerja bawahannya. 

Sebenarnya dia lelaki yang lumayan tampan, jambangnya yang lebat serta kumisnya yang tebal, membuat ia terlihat macho, namun pembawaannya yang dingin dan tidak bersahabat, membuat perempuan menjadi enggan untuk mengenalnya. 

Usianya sudah cukup sebenarnya untuk menikah, karena sudah menginjak 27 tahun, namun dunia yang ia jalani membuat lelaki itu tidak memikirkan tentang perempuan, hidupnya cuma dihabiskan untuk dunianya yang penuh dengan kekerasan, dan selalu dalam bahaya, sebab ia selalu bertemu lawan setiap harinya. 

Apalagi akhir - akhir ini lelaki tersebut sedang melebarkan sayap kekuasaannya, ia ingin wilayah kekuasaannya semakin luas agar semakin banyak pemasukan juga, entahlah apa yang sebenarnya ia pikirkan, menjadi preman yang sering meresahkan orang lain, dan tak segan - segan memberikan ancaman bagi siapa saja yang dirasa tidak mau menuruti keinginannya. 

Sudah separuh jalan keinginannya terpenuhi meski ia semakin menambah banyak lagi musuh - musuhnya, namun lelaki itu tidak pernah peduli toh hidupnya memang sudah seperti itu, akrab dengan kekerasan yang setiap hari ia reguk, jadi hal itu tidak membuatnya gentar. Lelaki itu seperti tidak pernah punya rasa takut terhadap lawan-lawannya, baginya hidup adalah bertarung. 

Sudah berkali - kali dinding penjara yang dingin ia singgahi, namun hal tersebut tidak membuatnya jera, malah sekarang kegilaannya akan wilayah kekuasaan semakin nyata saja, anak buahnya pun kian bertambah banyak seiring wilayah baru yang dikuasainya, alhasil setoran pun menjadi bertambah banyak, tapi lelaki itu tidak pernah membunuh lawan-lawannya, ia pun selalu mengingatkan kepada para pengikutnya untuk tidak membunuh lawan. 

Pernah suatu kali anak buahnya tidak sengaja membuat lawan tarungnya saat rebutan lahan mati terbunuh, padahal itu tidak mutlak kesalahannya, kebetulan lawannya jatuh saat menerima pukulan dari anak buahnya dan jatuh dengan kepala terbentur aspal yang cukup keras, hingga korban meninggal kehabisan darah. Lelaki itu tak segan - segan menyeret anak buahnya, lalu membawa ke kantor polisi untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya. 

"Kita boleh bertarung, tapi tidak untuk membunuh lawan! Paham kalian?!" 

Itu adalah ucapan yang selalu disampaikan saat berkumpul dengan anak buahnya, dan pengikutnya juga hapal sekali akan hal itu, sehingga kejadian yang pernah sekali terjadi, sejauh ini memang tidak terjadi lagi, pengikutnya memang begitu loyal terhadap lelaki tersebut, selain tegas lelaki itu sangat menyayangi semua pengikutnya, tak ada yang pernah sekalipun dihajar oleh lelaki tersebut saat ada kesalahan yang dibuat, paling hanya diskors melakukan pus up hingga 100x. Terkecuali jika sampai membunuh, itu lain lagi urusannya. 

Leon panggilan lelaki itu, entahlah siapa nama sebenarnya, Leon juga merupakan nama julukan jadi bukan nama aslinya, tak ada satupun yang tahu nama aslinya bahkan pengikut lelaki itu yang sudah lama sekalipun, tidak ada yang tahu. Leon memang sangat misterius sekali, ia tidak pernah sekalipun berbicara perihal keluarganya, bahkan asal-usulnya pun tidak ada yang tahu, selama ini ia hanya tinggal sendirian di rumah petak yang bisa dibilang jauh dari kesan bagus, padahal uang jatah upeti dari tempatnya berkuasa cukup lumayan banyak. 

"Kenapa abang tidak membeli rumah aja?" 

Pertanyaan semacam itu sering ditanyakan pengikutnya, namun lelaki itu tidak pernah menjawabnya, paling ia hanya tersenyum. Entah, Leon memang begitu misterius, lelaki tegar bermata tajam tersebut tidak pernah sekalipun bercerita tentang dari mana asal-usulnya, siapa keluarganya dan apa dia masih memiliki sanak saudara atau tidak, sama sekali tidak ada yang tahu. 

"Bang! Saya perhatikan dari tadi abang diam membisu, apa ada yang mengganggu pikiran abang?" 

Leon menatap Japra lelaki berbadan kekar di depannya, sorot mata Leon ada yang berbeda kali ini, tatapannya begitu teduh tidak seperti biasanya yang terlihat garang. Japra tertegun, ia seakan tidak percaya mendapati wajah Leon pimpinannya begitu terlihat berbeda sekali dari biasanya. 

"Tidak! Tidak ada Japra, saya sedang bahagia sekali, tolong jangan ganggu kebahagiaan saya!" 

Japra segera pamit untuk meninggalkan Leon dengan kebahagiaan yang tengah dirasakannya. 

Hari menjelang sore, Leon benar - benar tidak berkumpul atau menemui anak buahnya, hal ini baru pertama kali terjadi dan tentunya membuat pengikutnya menjadi gelisah, Japra segera mengajak beberapa temannya untuk masuk ke dalam rumah petak tersebut yang sekarang dalam keadaan tertutup rapat. 

Japra dan kedua temannya masuk ke dalam rumah petak milik Leon, rumah itu cuma ada satu kamar tidur dan kamar mandi, di dalam juga tidak ada satu pun benda berharga kecuali sebuah pesawat televisi saja. 

"Bang!" 

Berulangkali Japra coba memanggil, namun tidak ada tanda - tanda jawaban dari dalam kamar Leon, akhirnya Japra dan kawan - kawan memutuskan untuk segera membuka pintu kamarnya. 

"Bang!" 

Mereka sangat terkejut, Leon ditemukan tewas dengan mulut berbusa, Japra segera memanggil teman-temannya yang lain. Semua histeris mendapati Leon yang sudah tidak berdaya, namun ada secarik kertas di atas meja di sebelah tempat tidurnya, Japra segera mengambil kertas itu lalu dengan segera membaca tulisannya. 

"Maaf, saya harus pergi. Untuk apa saya hidup, jika aturan yang sudah saya buat, saya langgar sendiri. Saya tahu, kalian tidak bakal berani menyeret saya ke kantor polisi, namun saya pun juga tidak akan menyerahkan diri saya begitu saja kepada yang berwajib, bukan karena saya tidak mau mempertanggung jawabkan apa yang telah saya buat, namun lebih baik dengan cara seperti ini saja, sebab ini jauh lebih adil menurut saya! Biarkan saya membayar nyawa orang yang saya bunuh dengan nyawa saya sendiri. 

Apalagi orang yang saya bunuh adalah seorang yang sudah memiliki anak yang masih kecil. Sekalipun dia juga preman seperti saya, namun dia tetap seorang Ayah bagi anak-anaknya, dan saya sangat merasa berdosa sekali, telah membuat mereka menjadi yatim. 

Dan perlu kalian tahu, anak kecil yang ayahnya terbunuh saat bertarung dengan saya, akhirnya bisa menjadi seperti saya, yaitu membalaskan dendam Ayahnya, sebab dulu ayah saya juga terbunuh oleh orang, dan akhirnya saya menjadi seperti ini, karena pada awalnya saya berniat untuk membalaskan dendam kepada orang yang telah membunuh Ayah saya, namun saya sadar jika menjadi yatim di saat masih anak-anak memang menyedihkan, maka semenjak itu saya hanya ingin melukai musuh-musuh saya saja, bukan membunuh! 

Maka saya tidak pernah mengijinkan kalian untuk membunuh musuh kalian. Setelah saya pergi silakan jaga lahan parkir yang sudah kita perjuangkan bersama, namun tetap pegang prinsip yang sudah saya tanamkan kepada kalian semua! 

Saya mohon kepada kalian untuk ikut memberi nafkah anak dari orang yang telah meninggal terbunuh oleh saya, hingga ia bisa mencari nafkah dengan baik, agar ia tidak menjadi seperti saya yang sejak kecil sudah menyimpan bara dendam atas kematian Ayah saya! 

Terima kasih saya ucapkan kepada kalian semua, selamat tinggal! 

Japra menangis, dia tidak menyangka jika semua akan berakhir seperti ini, dan dia juga tidak menyangka jika Leon berani mmepertaruhkan nyawa atas kesepakatan yang telah ia buat sendiri. 

Jenazah Leon sudah dimakamkan di TPU yang tidak jauh dari rumah petaknya. Anak buahnya berkumpul di rumah petak itu untuk merembuk apa yang selanjutnya akan mereka lakukan setelan semua ini, sebab mereka belum memutuskan apa-apa, karena kepergian Leon memang meninggalkan luka yang mendalam bagi mereka. 

"Hai lihatlah! Apa yang saya temukan di lemari bang Leon?!" teriak Bram dari arah kamar Leon. 

Beberapa dari mereka segera menyeruak masuk kamar, mereka terkejut melihat isi lemari kayu lusuh itu, hanya ada beberapa baju dan tumpukan kertas - kertas nota yang begitu banyak. Mereka segera mengambi tumpukan-tumpukan nota tersebut dan yang lebih menarik lagi, ada gulungan kertas yang ternyata gambar sebuah bangunan yang sepertinya dipesan dari seorang arsitek. 

"Bang Leon ternyata selama ini menghabiskan uangnya untuk membangun panti asuhan!" teriak Japra kaget. 

Japra jadi ingat percakapannya dengan Leon dahulu kala, jika Leon pernah berkata yang ia butuhkan hanya mengisi perut saja, bukan kemewahan dari uang hasil memegang beberapa lahan parkir liarnya. Japra menitikan airmata, ternyata inilah maksud dari semua ucapan itu, Japra benar - benar tidak akan pernah tahu maksud dari ucapan Leon, jika Leon masih hidup. 

"Kamu memang luar biasa bang!" ucap Japra tersendat menahan tangis. 

"Saya tidak akan sanggup mengganti posisimu bang!" ucapnya lagi sambil terisak. 



09/08/18.

No comments:

Post a Comment

Tamu Prosa Blog Dbanik

Judul : Masih Sanggupkah Kau Bertahan? Karya : Dian Ahmad  Tatap mata yang kian meredup, menampakan duka yang sepertinya menoreh telalu dala...