rujakangkung

iklan

Belajar Menulis Prosais


Belajar Menulis Prosais
Pic: rawpixel/pixabay




Peretas Hati



Perempuan peretas hati, apa kabarmu?

Sudah kau bunuhkah rasa itu, kini? Apa malah kau biarkan ia tumbuh dan beranak pinak?

Jika saja waktu bisa kembali, saat gaduh rasa terselip ke tidak wajaran. Tentu saja semua tidak akan mengalir sederas induk sungai, lalu memecah dan melahirkan anak-anak rindu tanpa, Ayah.

Bukankah sungguh malang nasibnya?

Tiap hari kerjaannya hanya menguntit ke mana arah mata angin. Ia ingin menemukanmu, memohon pelukan yang tak kunjung terpenuhi; menyakitkan!

Si tegar telah goyah dimakan egonya. Dalam diamnya ada, engkau. Meskipun tersimpan rapi, namun tetap saja getar-getarnya mampu terbaca. Katanya, cinta yang dirasa adalah kenisbian saja, padahal tidak! Nyatanya ia terluka kini.

Mendengar gemerisik angin saja, ia sangka adalah desahmu. Sudah segila itukah?

Perempuan peretas hati, yang terlahir dari rahim malam. Padamkan saja suluh-suluh itu.



DBaniK 07/02/201


Baca juga: kumpulan-puisi-cinta.



Belajar Menulis Prosais

Puisi Aku

Aku pernah berujar, jika malam ini gemintang enggan menyembul, untuk mempertontonkan pijarnya, maka engkau akan kuterangi. Meski tak segemerlap aslinya.

Dan engkau tersipu, menyembunyikan semu merah pipimu.

Lihatlah...

Wahai arak - arakan mega kelam, ia tersenyum! Barisan gigi putih itu terlihat begitu indah di balik lengkung bibirnya.

Tahukah engkau malam?

Aku bahagia atas semua ini...!

Bagaimana jika tak kulepas genggam tangan ini, hingga waktu terus bergulir menuju pagi?

Menikmati detak demi detak yang tersajikan, bersama secawan rindu yang senantiasa menemukan ruangnya.

Duhai langit... Aku kepayang...!

Aku menuju rumah kepulangan ialah kau, yang selalu bertahta dan merajai seluruhku, hingga malam demi malam yang senantiasa kita lewati bersama.

Kepadamu aku selalu merasakan berulang kali jatuh cinta, meski bahtera yang membawa kerap oleng dihantam badai. Namun kita tetaplah kita, yang selalu berkata 'aku sayang kamu' dalam seluruh situasi yang terlewati.




07/09/2018






Belajar Menulis Prosais

Langit Malam Itu...




Oh iya, langit. Izinkan aku rebah di kolongmu, melepas gundah raga yang tertumpu beban hidup, hingga lelap menina bobokan, meski tak begitu lelap.

Ajari terlebih dahulu aku menata gemintang, yang terserak di hamparmu, namun begitu indah saat terlihat dari tempatku terpaku.

Aku ingin seperti itu, walau perih ini terserak di langit jiwa, namun tetap indah saat dipandang orang dari jarak yang entah sekali pun.

Apa kau bilang, Langit? Mataku enggan menumpahkan airmata? Meski kata orang bijak, lelaki pun boleh menangis.

Mungkin saja itu yang dinamai naif? Atau bisa jadi aku memang tidak bisa menangis?

Oh, tidak...! Tidak seperti itu langit...! Airmata kadang juga tumpah, di lipat waktu yang kusembunyikan, dari jamah telinga - telinga orang, yang bisa saja menertawai kelemahanku.

Huff..., menyedihkan!!!

Kata orang aku ini tegar, berjiwa kuat, dan tidak mudah menyerah!

Apa kau tahu langit?

Jika punggung malam kerap basah oleh airmataku...

Jika ujung pagi sering kuyup oleh isakku.

Sttt... Ini hanya aku dan kau...

Ah kau langit...!

Jangan tertawakan aku seperti itu! Ayolah...! Hibur hingga aku terkekeh.
Maki pun aku biarkan...! Karena aku memang sepantasnya kau cemooh.

Bagaimana? Masih mau mendengar kisahku yang lain?

Lelapkan aku terlebih dahulu malam ini.




26/08 /2018

Kisah Flash Fiction


Kisah Flash Fiction

Aku Kembali Hening


Baca juga: kumpulan-flash-fiction

Ini sudah hampir sebulan lelaki itu mendiamkanku. Tidak seperti biasanya, ia menatapku dengan mata elangnya, mata yang begitu tajam, namun meneduhkan.


"Ah, Roy! Aku kangen semua itu."


Sudah beberapa hari ini lelaki itu tidak menatapku. Rindu? Jelas! Aku rindu sekali. Meskipun kami hanya menatap sekilas, namun itu sudah mampu mengobati rinduku.


"Roy, mau sampai kapan kau pergi? Aku sudah tidak tahu, bagaimana caranya menyimpan rindu ini."


Krieet ...!


Pintu pun terbuka. Aku kaget! Ah, rupanya lelaki itu sudah pulang! Tapi siapa perempuan yang bersamanya?


"Ini kontrakanmu, Sayang?"


"Iya, May. Di sinilah aku ngontrak, selama kerja di kota ini. Dan sekarang, kita sudah sah tinggal serumah di sini."


"Iya, Sayang."


Perempuan itu pun tiba-tiba menatap lukisan perempuan dengan menggunakan kebaya, seperti pada zaman dahulu.


"Ini lukisan perempuan yang sering kau ceritakan ya? Bagus, sih. Tapi sudah terlalu usang, bagaimana jika kita ganti dengan lukisan pemandangan, Sayang?"


"Terserah kamu, Sayang!"


Jujur, aku menangis. Saat lelaki bermata elang itu menurunkan dan melemparkan aku ke dalam gudang yang begitu gelap.




DBaniK 06/02/2019

RUJAK TEPLAK KULINER TEGAL ASLI

Namanya rujak teplak Memiliki bahan-bahan yang jelas banyak sekali mengandung unsur serat dan tentunya juga menyehatkan, karena tidak ...