rujakangkung

iklan

(Prosais) Kopi dan Kesendirianku.

(Sebuah Prosa) Kopi dan Kesendirianku.


(Sebuah Prosa) Kopi dan Kesendirianku.

Ini yang kesekian kalinya aku duduk termangu. Merangkum serpihan kisah yang telah terlanjur beranak pinak. Menjelma kidung di lembah sunyi, di mana aku berpijak untuk saat ini.

Aku lelah bergulat bersama semu, semstinya tidak ada yang patah, jatuh, terluka, dan merasa mati di tengah gemerlap fana. Jika menyudahi cerita, saat endingnya belum terselesaikan.

Harus berapa lama lagi aku demikian?

Membiarkan secangkir kopi menanti inginku. Melumatnya mesra tanpa ada beban, kemudian kami saling menceritakan kisah-kisah heroik para petani kopi, hingga mereka mampu menghadirkan kau di atas mejaku.

Sekarang semua sudahlah tergerus kisah. Aku bersamamu, kopi. Namun hati dan pikiranku tak pernah ada di hadapmu. Kita sama-sama satu ruang dan waktu, namun sudah tak seindah dulu.

Aku bercerita tentang kepedihan, kopi bercerita tentang aroma.

Kita sudah tidak seiring sejalan, namun antara kita saling mengerti, saling memahami satu sama lain, hingga keheningan pun menjadi semakin larut, melewati waktu yang terus saja berlalu.

Bagiku, kesepian adalah keindahan tersendiri. Ketika semuanya sudah tidak seindah masa lalu, yang terpenting aku masih saja bercengkerama bersama kopi, melewatkan kisah-kisah yang mulai terkubur.

Sepi tidaklah sehoror yang orang - orang katakan, kesedihan tidaklah serumit apa yang mereka katakan, selagi aku masih bisa merawat luka dengan ketabahan, bukan dengan emosi yang bisa saja semakin melarutkan diri pada kenestapaan.

Pic: StockSnap/pixbay.com

07/12/2018

(CERPEN SINGKAT) Dolar Tembus14.000, Mbok!

Dolar Melambung, Mbok!

(CERPEN SINGKAT) Dolar Tembus14.000, Mbok!

Di dapur yang kecil itu biasa Si Mbok masak untuk makan kami sekeluarga sehari-hari. Dapurnya tidak sebagus punya temanku yang lainnya. Maklum saja, kami memang keluarga menengah ke bawah, dan kami memang hidup dengan cukup sederhana.

Bapak hanya memiliki sepetak tanah yang ditanami sayur mayur, serta tanaman lain yang memang untuk keperluan hidup sehari-hari, jadi Si Mbok memang jarang ke pasar untuk membeli kebutuhan pokok, terkecuali beras dan minyak.

Dapur kami cukup kumuh, itu bukan berarti kami jorok, namun karena efek menggunakan kayu sebagai bahan bakar untuk memasak keperluan sehari-hari, jadi wajar kan jika dapurnya terlihat kumuh, padahal bersih.

Bapak tidak memiliki pekerjaan tetap, selain menggarap lahan milik sendiri, terkadang, Bapak juga dibayar orang lain untuk menggarap sawah, jadi penghasilan Bapak memang pas-pasan saja, sedang Si Mbok memiliki keterampilan membuat kue - kue dari singkong yang diambil dari kebun sendiri, dan menjualnya ke pasar.

Kami keluarga kecil, karena Bapak dan Ibu hanya memiliki tiga orang anak termasuk aku, dan semuanya masih sekolah, aku yang paling besar sudah kelas satu SMU, kedua adikku masih duduk di bangku SD, namun orangtua tidak pernah kebingungan untuk membiayai kami.

"Mbok, kata orang-orang dolar naik ya?"

"Lha mbuh, Le. Mbok itu ndak pernah tahu! Memang dolar naik apaan?"

"Bukan, Mbok! Bukan naik seperti yang Si Mbok bayangkan."

"Terus maksudnya pie, Le? Si Mbok kan ndak ngerti!"

"Maksudnya gini, Mbok. Kalau dolar naik terus, maka nilai rupiah makin melemah."

"Lha terus Si Mbok harus bagaimana?"

"Ya ndak gimana - gimana, Mbok. Aku cuma mau bilang saja sama Si Mbok."

"Weladalah, ya jelas Si Mbok ndak ngerti to, Le! Lha wong dolar kui seperti apa Si Mbok juga ndak tahu!"

"Dolar itu mata uang, Mbok."

"Oh gitu to, Le? Kok aku ndak pernah tahu ya? Apakah Si Mbok pernah punya, Le?"

"Ya ndak to, Mbok. Selama ini kita hanya punya rupiah, itu pun kita jarang memiliki banyak."

"Ya ndak apa-apa, Le. Yang penting kita tetap bisa makan, koe dan adik-adikmu juga tetap bisa sekolah."

"Iya, Mbok."

"Oh iya, Le. Sana bilang sama Bapak RT, siapa tahu bisa nyuruh dolar itu turun, biar gak naik tinggi - tinggi!"

"Iya udah, Mbok. Nanti aku suruh sendiri biar dolarnya segera turun yaa."

Begitulah Si Mbok, Beliau memang tidak memiliki pendidikan yang tinggi, Si Mbok katanya SD saja tidak tamat, lantaran Nenek dulu tidak mampu membiayainya, namun Si Mbok dan Bapak mampu memberikan kami ketenangan, hingga kami tetap bisa makan, tetap bisa hidup layak meskipun dalam kesederhanaan.

Si Mbok tidak pernah tahu dolar itu naik atau turun, karena beliau cukup sibuk dengan pekerjaan di rumah, sibuk mencari cara agar kami bisa tetap sekolah dan tetap bisa makan, jadi televisi bukan hiburan bagi Si Mbok, sebab hiburannya adalah melihat kebahagiaan kami.

Pic: geralt/pixbay.com

06/12/2018

Tamu Prosa Blog Dbanik

Judul : Masih Sanggupkah Kau Bertahan? Karya : Dian Ahmad  Tatap mata yang kian meredup, menampakan duka yang sepertinya menoreh telalu dala...