rujakangkung

iklan

(Flash Fiction Contoh) Di Sela Waktu Aku Menunggumu, Kekasih.



Di Sela Waktu Aku Menunggumu, Kekasih.


Senja mulai terlihat di langit, kawanan burung mengepakan sayap untuk pulang ke koloninya masing - masing. Lalu lalang orang - orang yang akan pulang maupun pergi masih begitu jelas terlihat menambah daftar cerita hari ini.

Hari yang terlukis begitu tenang, meskipun tidak dengan hati seorang anak berusia belasan tahun tersebut. Seorang bocah yang terus menatap ke langit, dan matanya tampak begitu kosong. Apakah ada yang mengganggu pikirannya?

Entahlah, seraut wajah polos tanpa ekspresi itu sudah berjam - jam duduk tanpa seorang pun teman, sendiri menikmati kesepian yang mungkin saja ia ciptakan sendiri, mencari hening di antara riuhnya penghuni semesta, atau bisa saja ia tengah jengah menghadapi apa yang tengah ia hadapi. Bukankah masalah itu bisa datang kepada siapa pun juga, termasuk anak berusia belasan tahun tersebut.

Kenapa aku begitu memerhatikan anak itu, yang jelas - jelas tidak kukenal. Mungkin juga ini sebuah pengalihan perasaanku saja, yang mulai jenuh menunggu kepulangan May kekasihku. May biasa turun di halte ini, dan seperti biasa aku jemput ia pada sabtu sore.

Halte tempat menunggu May kekasihku tersebut memang sangat bagus, sebab tidak jauh dari tempat itu ada taman kecil dengan dua bangku taman, mungkin saja taman itu memang dibuat pihak pengelola lingkungan kota ini untuk melepas kepenatan orang - orang yang sedang lama menunggu. Ah, mungkin saja begitu! Dan aku pun sudah berada di dekat anak kecil tersebut, entah kenapa aku iba melihatnya.

"Sedang apa, Nak?"

Sebuah pertanyaan standar untuk membuka sebuah percakapan sudah kulontarkan. Anak itu menoleh dan menatapku. Namun tidak beberapa lama kemudian ia menggelengkan kepalanya.

"Kamu sedang mencari menunggu seseorang? Atau mungkin orangtuamu, Nak?"

Dua pertanyaanku sudah keluar dari mulut dan ia tidak mengeluarkan sepatah kata pun untuk menjawab. Aku tidak kesal seperti biasanya, sebab wajah anak itu begitu menyiratkan kepedihan, aku jadi iba melihatnya.

"Kamu dimarahi orangtuamu, Nak?"

Ia kembali menggelengkan kepalanya dan aku semakin putus asa, harapanku dengan mengobrol dengannya itu akan mampu mengobati kejenuhan selama menunggu May yang belum juga datang, namun kenyataannya tidak! Aku malah menjadi bingung.

"Saya tidak berani pulang!"

Aku terhenti, iya aku terhenti! Sebab aku sudah akan beranjak untuk meninggalkan anak tersebut, bukan lantaran aku marah, namun karena aku sedang berusaha untuk memberikan kesempatan untuk anak itu, siapa tahu dia memang sedang butuh waktu untuk sendirian.

"Kenapa, Nak?! Bukankah ini sudah hampir malam, dan orangtuamu pasti sedang mencari!"

Aku hanya berusaha untuk menjawab, dan semoga saja anak itu mau pulang ke rumah, agar orangtuanya tidak mencemaskannya.

"Saya tidak berani pulang, Om! Tubuhku hilang di sungai siang tadi!"

Aku lemas. Pandanganku sontak kabur. Selesai berbicara seperti itu, anak tersebut benar-benar menghilang dari pandangan mataku.

     
                                                                  Selesai

NB : ini hanya cerita fiktif belaka dan jika ada kesamaan nama tokoh dan tempat, ini benar-benar tidak disengaja.


06/12 /2018.

(Puisi Cinta) Kumpulan Puisi.


Kumpulan Puisi.

(Puisi Cinta) Kumpulan Puisi.

Bagai Bersamamu

Aku sudah lama sekali tidak berpuisi untuk kau yang kupanggil; Puan. Sebab aksaraku tengah terombang - ambing waktu dan kesibukan.

Kau terlihat biasa saja, meski aku tahu kau ingin aku menyentuh rasa dengan bait - bait yang biasa kuhadirkan di sela-sela sepimu.

Tidak ada wajah memelas, sebab kau telah mengerti aku, kita sudah saling mengenal satu sama lain, hingga merasuki keseluruhannya, jadi kita pun tahu sama tahu.

Kita tidak pernah gaduh dengan persoalan yang mememang seharusnya bisa diredam, sebab kita tak akan pernah terjebak kepada pertengkaran di atas mainstream, kita telah didewasakan oleh waktu.

Kita tak lagi seperti anak baru gede, yang menjadikan sepele menjadi sesuatu yang dahsyat, tidak! Kita sudah melewati masa - masa itu. Dan ketika menjadi lebih tenang kepada gelombang yang dulu pernah terlewati.

Hati kau dan aku menjadi kuat lantaran kita saling memahatkan kesetiaan, mengukir pun dengan ditail tanpa terkecuali, hingga kita saling mengetahui masing - masing.

Aku bahagia bersamamu; Puan. Pun engkau! Sebab tak pernah aku temui kegelisahan saat aku tengah tidak berada di sisi kau, dan begitu juga dengan kau.

Aku akan kembali mengumpulkan diksi untuk kau, lalu aku kembali akan membuat bait - bait yang mengatas namakan kau, sebagai rasa yang begitu kuat merajai hati aku.

Kita tetap saja begini, meski waktu mengubah apa yang kita miliki, namun kita tetap sama, sejalan bersama cinta yang telah kita genggam, tanpa keraguan lagi, seperti pada masa - masa kita baru saling menyelaminya.

Aku percayakan seluruhnya kepada waktu yang terus saja berjalan, sebab apa-apa yang kita jalani juga di atas waktu yang telah ditipkan kepada aku dan kau, hingga waktu jua yang akan memisahkan kita kelak.

Kepada engkau yang aku panggil; Puan. Terus saja begitu adanya, sebab begitu pun sudah membuat langkah kita menjadi ringan, tidak ada lagi pertengkaran yang hanya akan melahirkan nestapa.

Aku cinta kau, seperti matahari menyinari bumi, hingga begitu seterusnya, sampai kita menua nanti, dan tetap bersama dalam rasa; cinta.



20/05/18

===========================

MENGGAPAI ASA


Masih aku ingat dengan jelas, pada pertengahan Juli, Dik. Aku datang di senja yang basah, mengetuk segenap rasa yang kuharapkan.

Engkau terdiam dalam hening, saat kuhaturkan maksud dan tujuanku singgah di beranda rumahmu, "Dik, aku mengharap kau tumbuhkan lagi rasamu padaku, karena tanpamu aku adalah ranting kering!" itu yang kuucapkan di senja basah itu, lalu kau tetap tertunduk diam seribu bahasa.

Agustus masih basah di pelataran rumahku, dan kau masih membeku, Dik.

Maafkan atas segala khilafku, jika aku membuatmu terluka, tapi apa tidak bisa kau beri aku kesempatan kedua, untuk menebus semua luka yang telah kutorehkan, "Dik, jika hatimu telah mencair, kabari aku. Akan kujemput engkau, untuk kembali kujadikan penerang dalam gelap jiwaku.


 2 Agustus 2016 ~


============================


TENTANG BUMI


Bumiku sayang bumiku malang
Menanggung beban bukan kepalang
Menanggung hajat milyaran orang

Engkau sudah tak muda lagi
Ribuan tahun sudah kau tuai
Penghuninyapun silih berganti

Wajahmu tak secantik dulu
Hutanmu musnah satu-persatu
Satwa-satwa penyeimbangmu mati diburu

Bumi meradang bukan kepalang
Menanggung polah tingkah sombong
Manusia-manusia yang ia timang

Sungguh ironis
Bumiku miris
Akankah berakhir tragis


25 juli 2016~


============================

JUDUL : PAGIKU


Pagi di kota kecilku
Tak seramah dulu, kawan
Udara pagi sudah kumuh
Tercampur emisi kuda-kuda besi

Pagi di kota kecilku
Di bisingkan deru-deru mobil
Memecah lengang suasana
Yang seharusnya terisi kicau burung

Pinggir-pinggir jalan telah sesak
Tembok-tembok beton memagarnya
Pohon telah tergusur tempatnya
Asap-asap kenalpot merajalela

Aku merindukan kicauan burung
Aku merindukan udara bersih
Aku merindukan tetes embun
Menghias pagi di kotaku

Semua telah berubah
Pagi di kotaku tak sama lagi
Hanya kembali ke ingatan lalu
Untuk menjamah pagi yang dulu


18/07/2016


============================


BILA

Waktu
Itulah ruang
Terhampar dalam maya
Tak akan pernah terulang

Hanya bisa terkenang saja
Terpijak lalu pergi
Cuma sesaat
Hadir

Lelah
Menghiba kembali
Walau menguras rasa
Waktu tetap tak berhenti


13052016


============================


Judul : Paijo



"Merdeka! " Teriak Paijo girang
Tangannya mengepal bak pejuang
Ada senyum tersungging
Saat ia coba melenggang

Sang saka merah putih dibawanya
Sesekali ia kibas-kibaskan ke angkasa
Sungguh Paijo kecil penuh asa
Walau belum mengerti apa itu merdeka

Pada barisan paling depan
Perayaan karnaval tujuh belasan
Paijo memang terlihat tampan
Berseragam ala pejuang kemerdekaan

Semoga engkau selalu begitu
Penuh semangat dan ambisi
Bangsa ini butuh penerus sepertimu
Setelah kau tahu arti kemerdekaan ini



06/08/2017.



Terima kasih buat yang sudah membaca karya saya, semoga berkenan ya sobat, dan semoga bisa menjadi bacaan yang menarik buat kalian semua.


06/12/2018

Tamu Prosa Blog Dbanik

Judul : Masih Sanggupkah Kau Bertahan? Karya : Dian Ahmad  Tatap mata yang kian meredup, menampakan duka yang sepertinya menoreh telalu dala...