#Flash_Fiction
(Flash Fiction) MISTERI KENCAN TERAKHIR.
Di sebuah cafe, pukul 9 malam aku duduk di kursi yang paling ujung sebelah kanan. Sengaja aku memilih tempat tersebut, karena selain nyaman, aku bisa melihat pemandangan yang begitu indah di sekitar cafe tersebut, yaitu sebuah bukit yang tampak gemerlap karena bermandikan cahaya dari rumah - rumah warga penghuni sekitar lereng bukit tersebut.
Aku masih menunggu seseorang, kami sudah janji ingin bertemu di cafe yang biasa dijadikan sebuah pertemuan dua bulan belakangan ini, yang sebelumnya kami hanya chat, namun kini hubungan kami sudah naik ke level yang lebih berani.
Tidak beberapa lama kemudian perempuan yang kutunggu sudah tiba, dia terlihat anggun dengan memakai gaun berwarna pink, polesan makeup yang sederhana, justru semakin menambah kecantikan wajahnya. Iya, aku memang lebih menyukai perempuan dengan makeup yang sederhana, ketimbang yang terlihat menor, maaf aku malah jijik jika melihat perempuan yang berdandan terlalu berlebihan, entahlah!
"Sudah lama menunggu, Bang?"
"Oh, belum kok, Dik. Paling baru sekitar satu abad."
Aku memang suka bercanda, karena bagiku hidup tidak usah dibikin tegang, karena dengan bercanda sama saja menghibur diri sendiri dan juga lawan bicara.
"Abang bisa aja!"
Perempuan itu mencubitku, dan aku coba untuk mengaduh manja, meskipun cubitannya tidak menimbulkan efek rasa sakit sama sekali.
"Kamu cantik sekali malam ini, Dik. Abang sangat kagum sekali."
Aku coba mengungkapkan apa yang terlihat dari sosok perempuan berbadan langsing, berkulit kuning langsat dan memang ia terlihat anggun sekali malam ini.
"Sudah ah, jangan gombal terus! Aku jadi malu, Bang!"
"He... he... he. Duduklah, Dik."
Kutarik kursi yang ada di depanku dan mempersilakan bidadariku untuk duduk manis.
"Oh ya, mau makan malam apa kita?"
Aku lebih suka jika dia yang memilihkan menu saat kami sedang makan bersama, sebab aku tak ingin jika harus berdebat soal menu makan, jadi apapun menu yang dia pilih aku selalu suka dan mencoba suka.
"Aku tidak makan untuk malam ini, Bang. Kamu saja ya, biar kutemani."
"Kenapa, Dik? Bukankah kita sudah sepakat untuk makan malam hari ini?"
"Iya, tapi entah kenapa perutku belum merasakan lapar, Bang!"
"Apa kamu lagi diet?"
"Gak, Bang. Aku memang tidak lapar saja. Pesenin lemon tea saja untukku."
"Oke - oke, aku tak mau memaksamu. Baiklah, jadi hanya aku yang makan nih?"
Perempuan di depanku mengangguk. Aku segera memesan makanan untukku dan juga dua lemon tea.
Suasana cafe yang remang-remang, serta lantunan lagu - lagu romantis membuatku larut dalam suasana. Sambil makan sesekali aku mencuri pandang pada sosok perempuan yang berada di depanku. Sungguh! Dia sangat anggun sekali malam ini, dadaku bergemuruh hebat, saat aku semakin dalam mengamati wajahnya.
"Kau terlihat berbeda malam ini, Dik."
Entah, kenapa tiba-tiba aku ingin lebih lama menatapnya.
"Abang terusin dulu makannya, setelah selesai, baru kita ngobrol."
"Kamu lebih menarik perhatianku, Dik. Ketimbang spaghetti ini."
Ujarku sambil masih menatap dalam wajah Aliea kekasihku, perempuan yang aku kenal dua bulan lalu, lewat sebuah grub WA yang kuikuti. Awalnya kami hanya saling berbalas komentar, namun lama-lama berlanjut ke chat secara pribadi, dan akhirnya kami sepakat untuk jadian.
"Dik, selama kita jadian, aku maupun kamu tidak pernah memanggil sayang. Bukan lantaran aku iri dengan teman-teman yang biasa memanggil sayang kepada pacarnya, namun entah kenapa, malam ini aku ingin memanggilmu sayang, begitu juga sebaliknya."
Aliea tampak tersipu malu, aku bahagia. Semoga saja ia tidak keberatan akan permintaanku ini.
"Iya, aku akan memanggilmu sayang, Bang."
Aku bahagia mendengar kata sayang, yang keluar dari mulut perempuan cantik di depanku, perempuan yang sudah resmi jadi pacarku dua bulan lalu.
"Aku bahagia, Dik. Eh, sayang."
Aliea tersipu, ia coba menutupi wajahnya dengan telapak tangannya yang terlihat lentik sekali. Ah, apa yang ada padamu memang begitu indah di mataku.
"Sayang, aku mengucapkan terima kasih untuk semuanya. Semua yang sudah kau berikan kepadaku."
Aku memegang tangan Aliea yang sudah berada di antara gelas lemon tea.
"Terima kasih untuk apa, Bang. Eh, sayang."
Aliea dan aku masih terlihat kaku untuk memanggil sayang, mungkin karena sudah terbiasa memanggil abang dan adik, jadi ya wajar saja.
"Semuanya. Semua yang sudah kamu berikan, perhatian, waktu dan masih banyak lagi."
"Iya, aku juga demikian. Selama ini aku merasa nyaman denganmu, sayang." ujar Aliea.
"Dengan begitu, aku jadi lebih tenang sekarang, sayang."
"Iya, semoga kau tenang di alam yang baru kau pijak, sayang."
Aliea meneteskan airmata. Ia tidak sanggup lagi untuk berkat apa - apa. Suasana cafe masih sama, dengan lampu yang temaram dan alunan musik lembut.
Aliea segera membayar spaghetti dan dua lemon tea yang masih utuh di hadapannya. Lalu ia memutuskan untuk pulang dalam keadaan yang begitu sakit, karena malam itu adalah kencan terakhirmya bersama Prasetiyo, lelaki yang sudah memberikan arti dalam hidupnya, lelaki yang begitu cepat meninggalkannya, karena serangan jantung mendadak.
Malam itu entah kenapa Aliea sangat ingin pergi ke cafe tempat ia biasa makan berdua dengan Prasetiyo, namun perasaan itu terjawab, sebab tanpa sadari, ia mampu melihat Prasetiyo kekasihnya yang telah meninggal seminggu yang lalu.
Selesai
NB : ini hanya kisah fiksi belaka, jika ada kesamaan nama tokoh dan tempat, ini benar-benar tidak disengaja.
14/11 /2018.